Liputan6.com, Pyongyang - China dilaporkan telah mengerahkan 150.000 pasukannya ke perbatasan Korea Utara sebagai persiapan menghadapi kemungkinan serangan Amerika Serikat. Langkah ini ditempuh setelah Negeri Paman Sam mengintervensi perang Suriah.
Serangan misil ke Suriah pada 7 April lalu dianggap sebagai peringatan terhadap Korea Utara. Sementara itu, AS telah mengirimkan kapal induk USS Carl Vinson dari Singapura ke Korea Utara setelah negara tirani itu melakukan lebih banyak uji coba nuklir.
Baca Juga
Pasukan China tersebut, dikerahkan untuk menangani adanya pengungsi Korea Utara dan sejumlah keadaan tak terduga.
Advertisement
Perwakilan Khusus China untuk Semenanjung Korea, Wu Dawei, bertemu dengan perwakilan Korea Selatan untuk membahas soal isu nuklir.
Diskusi tersebut dilakukan setelah Trump menjamu Presiden China Xi Jingping dalam sebuah konferensi tingkat tinggi. Presiden AS itu menekan China yang merupakan sekutu utama Pyongyang, untuk mengekang ambisi nuklir Korea Utara.
"(Kami) siap untuk membuat skema sendiri jika China tak dapat berkoordinasi dengan kami," ujar Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, usai pertemuan dua kepala negara.
"Kami perlu mengizinkan mereka untuk mengambil tindakan," imbuh Tillerson.
Ia menambahkan bahwa AS tak berniat untuk menggulingkan rezim Kim Jong-un.
Dikutip dari Daily Mail, Selasa (11/4/2017), uji coba misil Korut yang jatuh di Laut Jepang pekan lalu terjadi tak lama setelah Trump dan Xi bertemu.
Penasihat Keamanan Nasional AS HR McMaster mengkritisi Korut sebagai bangsa yang berperilaku provokatif dan mengatakan denuklirisasi Semenanjung Korea harus terjadi.
Kementerian Unifikasi Korea Selatan, Hong Yong-pyo mengatakan dampak dari kemungkinan respons militer AS mengkhawatirkan.
"Pre-emptive strike mungkin bertujuan untuk menyelesaikan masalah nuklir Korea Utara, namun bagi kami, itu juga terkait dengan membela keselamatan publik," ujar Hong.
Para ahli memperingatkan, meski serangan AS ke Korut dalam jarak yang lebih dekat dapat lebih efektif, namun hal tersebut membahayakan banyak warga di Korsel dan berisiko memicu konflik militer yang lebih besar.
"Amerika Serikat selalu memiliki seluruh pilihan, mulai dari serangan preventif, pre-emptive strike, hingga negosiasi," ujar James Kim, analis di Asan Institute for Policy Studies, Seoul.
"Jika AS melancarkan serangan preventif atau presisi, terdapat bahaya bahwa hal tersebut dapat meluas menjadi konflik regional yang melibatkan China atau Jepang."
"Keuntungannya adalah Amerika Serikat mungkin dapat mendenuklirisasi Korut dengan kekuatannya...namun akan berdampak besar ke regional dan Amerika Serikat," ujar Kim kepada AFP.