Manchester hingga Kampung Melayu, 3 Aksi Teror Guncang Dunia

Aksi teror yang melanda Inggris, Filipina, dan Indonesia terjadi dalam tiga hari berturut-turut.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 25 Mei 2017, 19:12 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2017, 19:12 WIB
20170526-Lokasi Bom Kampung Melayu Jadi Tontonan Warga-Fanani
Warga berkerumun di Halte TransJakarta Kampung Melayu, yang tidak beroperasi karena terdampak ledakan bom, Kamis (25/5). Warga terus berdatangan untuk melihat langsung lokasi ledakan bom yang menewaskan tiga polisi tersebut. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Belum reda kepanikan yang terjadi pasca-bom di Manchester, Inggris, dua aksi teror lainnya terjadi di Filipina dan Indonesia. Seluruhnya terjadi dalam tiga hari berturut-turut.

Di Manchester, bom menewaskan 22 orang. Sementara di Filipina, baku tembak antara pasukan pemerintah dan kelompok militan menewaskan sejumlah anggota militer -- sebagian menyebut lima tentara tewas.

Adapun bom Kampung Melayu di Jakarta mengakibatkan lima orang tewas. Tiga di antaranya adalah anggota polisi, sementara dua lainnya merupakan terduga bomber.

 

Seperti Liputan6.com kutip dari berbagai sumber, berikut ulasan sejumlah aksi teror yang mengguncang dunia dalam tiga hari berturut-turut:

 

1. Ledakan Konser Ariana Grande, Manchester

Polisi bersenjata berjaga-jaga di Manchester Arena setelah terdengar ledakan saat konser Ariana Grande tengah berlangsung (Peter Byrne/PA via AP)

Kejadian teror ini terjadi di Manchester Arena saat konser Ariana Grande berlangsung pada Senin malam waktu setempat atau Selasa 23 Mei 2017 pagi waktu Jakarta. Ledakan menewaskan 22 orang dan melukai 64 orang.

Kepolisian Manchester menyatakan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah Salman Ramadan Abedi (22). Ia tewas di lokasi kejadian. 

Hingga 25 Mei 2017, tujuh orang yang memiliki kaitan dengan teror bom Manchester telah diringkus polisi. Demikian seperti diwartakan oleh CNN, Selasa, (25/5/2017).

Mereka terdiri dari, satu pria berusia 23 tahun yang ditangkap di selatan Manchester, tiga orang yang diringkus di utara Manchester, satu orang saudara Abedi yang diringkus di Libya, satu perempuan yang ditangkap di Blackley, Manchester, dan seorang lagi yang ditangkap pada Rabu 24 Mei 2017 malam.

Meski belum dikonfirmasi oleh pemerintah Inggris, sejumlah pakar dan analis menilai bahwa bom di Manchester didalangi oleh ISIS.

Media Amerika Serikat, Fox News, sempat memberitakan bahwa ISIS merupakan dalang serangan tersebut.

Perdana Menteri Inggris Theresa May telah memberlakukan status keamanan kritis pasca-bom Manchester. Sekitar 5.000 pasukan militer dikerahkan untuk membantu kepolisian melakukan pengamanan di sejumlah titik rawan dan lokasi publik.

Status kritis dalam negeri yang diterapkan oleh PM May dilakukan setelah Intelijen Domestik, MI5, memprediksi kemungkinan serangan kedua di Inggris dalam kurun waktu dekat.

Pengamanan ekstra ketat juga terjadi di London. Aparat kepolisian dan angkatan bersenjata dikerahkan untuk melakukan pengawalan di sejumlah lokasi.

Pada Sabtu 27 Mei 2017, Wembley Stadium di Greater London Area akan menyelenggarakan perhelatan final sepak bola FA Cup, sedangkan Twickenham Stadium London akan menyelenggarakan partai final olahraga rugby. Menurut Kepolisian London seperti yang diwartakan The Guardian, dua tempat yang menjadi lokasi berkumpul massa itu akan dikawal ketat.

"Petugas khusus kepolisian sedang meninjau setiap perhelatan yang akan diselenggarakan di ibu kota. Termasuk juga acara berskala kecil yang biasanya tak pernah dipantau oleh kepolisian kini akan dijaga ketat, baik oleh petugas bersenjata dan berseragam lengkap, maupun petugas yang menyamar," kata juru bicara Metropolitan Police Service London.

2. Serangan Militan Pro ISIS, Marawi

Patroli militer di Malawi, Mindanao, Filipina (AP)

Pada Selasa, 23 Mei 2017, sebuah baku tembak antara militan pro ISIS dengan militer Filipina terjadi di Marawi, Pulau Mindanao.

Menurut Independent.co.uk pada 24 Mei 2017, kelompok militan itu dikenal sebagai pemberontak Maute atau Islamic State of Lanao.

Mereka berjumlah sekitar 15 orang saat terlibat bentrok dengan pasukan pemerintah Filipina.

Perisitiwa baku tembak terjadi di sebuah jalan raya di Marawi, Pulau Mindanao. Sebelum kejadian, sejumlah saksi mata melihat sekelompok orang bersenjata mengenakan pakaian ala militan ISIS.

Setidaknya, 15 pemberontak Maute atau Islamic State of Lanao kemudian menebar teror dengan menembaki sejumlah rumah warga dan bangunan pemerintah.

Mereka juga membakar bangunan, menduduki jembatan, rumah sakit, sebuah gereja, dan sebuah kampus.

Beberapa saat kemudian, sejumlah aparat kepolisian dan militer Filipina merespons dengan melakukan tembakan balasan, menandai persitiwa baku tembak antara kedua kubu.

Menurut Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana, dua tentara dan seorang polisi tewas dalam peristiwa itu. Kabar ini masih simpang siur.

Sementara itu, pemberontak Maute atau Islamic State of Lanao menyandera seorang pendeta Katolik dan sejumlah anggota paroki gereja.

Asian Correspondent dalam laporannya menyebut, "Penyanderaan dilakukan agar para pemberontak memiliki daya tawar-menawar dengan pihak militer yang tengah mengepung Marawi."

Kelompok Maute meminta pihak militer Filipina untuk menghentikan penembakan dan membiarkan para pemberontak pergi dari Marawi. Sebagai gantinya, para sandera akan dibebaskan oleh kelompok Maute.

Saat ini, Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan darurat militer untuk wilayah Mindanao selama 60 hari dan efektif dimulai sejak 23 Mei 2017 lalu.

"Seperti yang diatur oleh Konstitusi, saya mendeklarasikan darurat militer di Kepulauan Mindanao selama 60 hari dan efektif dimulai pada 23 Mei 2017," kata Presiden Duterte seperti dikutip The Philippine Star dan diwartakan oleh Asian Correspondent pada Rabu 24 Mei 2017.

Darurat militer yang dideklarasikan oleh Presiden Duterte berisi tentang sejumlah peraturan penting, seperti dibebaskannya aparat untuk menembak terhadap orang yang melakukan pembangkangan terbuka, melakukan penangkapan dan penggeledahan tanpa surat perintah, dan pemberlakuan jam malam.

Duterte juga membuka kemungkinan akan memberlakukan status darurat militer nasional.

 

3. Bom Kampung Melayu, Jakarta

Polisi dan Puslabfor mengevakuasi potongan jenazah ketika  olah TKP ledakan di Terminal Kampung Melayu, Rabu (24/5). Jarak warga semakin menjauh di radius sekitar 150 meter lebih dari TKP. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Jakarta, Ibu Kota Indonesia, kembali menjadi sorotan dunia. Kali ini, perhatian tertuju pada aksi teror bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, yang terjadi pada Rabu 24 Mei 2017, sekitar pukul 21.00.

Dua bom rakitan meledak di Halte Transjakarta Kampung Melayu. Peristiwa ini menewaskan lima orang, dua di antaranya merupakan pelaku bom bunuh diri dan tiga lainnya adalah anggota kepolisian yang bertugas patroli di sekitar lokasi kejadian.

Bom Kampung Melayu juga melukai setidaknya 10 orang. Lima korban luka merupakan anggota kepolisian, sementara lima lainnya warga sipil.

"Belum jelas siapa yang melakukan serangan. Berdasarkan riwayat, ISIS telah mengklaim bertanggungjawab atas sejumlah aksi terorisme di Indonesia," tulis CNN.

Mengambil tajuk 'Indonesia: 3 policemen killed, 10 wounded in suspected suicide attack in Jakarta', Asian Correspondent pada 25 Mei 2017 mengabarkan peristiwa serupa.

"Juru bicara kepolisian mengatakan bahwa ledakan (di Kampung Melayu) disebabkan oleh sebuah alat peledak rakitan yang terbuat dari panci kukus (pressure cookers). Alat itu serupa dengan yang digunakan pada serangan di Bandung, Februari 2017 lalu," tulis Asian Correspondent.

Adapun Time, media Amerika Serikat memilih judul 'Suspected Double Suicide Bombing Kills Three Police Officers, Injures 10 Others in Indonesia' untuk melaporkan aksi teror bom Kampung Melayu.

"Petugas khusus bahan peledak tengah menyelidiki ledakan (Bom Kampung Melayu) dan dijaga oleh sejumlah polisi dan militer bersenjata lengkap," tulis Time pada 25 Mei 2017.

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Setyo Wasisto menyatakan, serangan bom di Kampung Melayu, Jakarta Timur, merupakan bagian dari serangan global.

"Menurut saya ini serangan global, kaitannya dengan kondisi global saat ini," ujar Setyo di lokasi kejadian pada Rabu 25 Mei 2017.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya