Kisah Rabi'a Keeble, Perempuan yang Jadi Imam di Masjid AS

Keeble sekarang memimpin sebuah masjid baru Berkeley, California, di mana pria dan wanita dipersilakan untuk beribadah bersama.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 02 Jun 2017, 06:27 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2017, 06:27 WIB
Rabi'a Keeble yang menjadi imam di Masjid Berkeley, California, AS. (Facebook)
Rabi'a Keeble yang menjadi imam di Masjid Berkeley, California, AS. (Facebook)

Liputan6.com, California - Ketika Rabi'a Keeble masuk Islam lebih dari 10 tahun yang lalu, salat di samping laki-laki pasti menjadi pertanyaan. Namun, Keeble sekarang memimpin sebuah masjid baru Berkeley, California, Amerika Serikat di mana pria dan wanita dipersilakan untuk beribadah bersama.

Sudah lama menjadi aturan umat Islam bahwa pria dan wanita salat secara terpisah, terkadang di berbagai bagian ruangan yang sama, terkadang di ruangan yang berbeda atau di satu ruangan yang disekat pemisah.

Sebagai seorang mualaf, Keeble menerima kepercayaan dan aturan Muslim itu, namun kemudian dia menjadi frustrasi. Dia ingin bisa melihat imam ketika melakukan salat, bukan berada di ruangan terpisah.

"Sebagai orang yang cerdas dan pemikir, setelah beberapa waktu, saya mulai melihat sepertinya ada ketidakseimbangan dalam kebiasaan itu," ujar Keeble seperti dikutip dari VOA News, Jumat (2/6/2017).

Masjid Qal'Bu Maryam, yang dibuka pada April tahun ini adalah masjid kedua di California yang dipimpin oleh perempuan. Satu di Los Angeles, yang dibuka dua tahun lalu, hanya untuk Muslimah.

Salah satu yang baru merasakan suasana masjid di AS ini, Hussam Mousa kelahiran Mesir, seorang insinyur perangkat lunak, melakukan perjalanan dari San Francisco pada saat istirahat makan siang. Mousa yang tadinya taat beribadah mengatakan, dia berhenti pergi ke masjid setelah kelahiran putrinya 11 tahun yang lalu, sekarang sudah dua kali berturut-turut salat di Masjid Qal'Bu Maryam.

Dia ingin membawa putrinya ke masjid di Berkeley untuk menunjukkan kepada putrinya itu "sebuah gaya baru".

"Kita bisa mempertahankan ajaran serta budaya agama kita di tempat dan lingkungan di mana kita setara. Dan tidak hanya terpisah, tetapi setara," tutur Mousa.

Bagi Saleemah Jones, yang sudah lama menjadi Muslim, pemisahan antara pria dan wanita pada waktu salat tidak pernah menjadi masalah. Namun, ada sesuatu tentang Masjid Berkeley yang menimbulkan rasa ingin tahunya, sesuatu yang menggelitiknya.

Pada hari ini, dia bisa bertindak sebagai imam salat. Jones yang seorang pengacara mengatakan, "Saya belum pernah ke masjid di mana seorang wanita bertindak sebagai imam, begitu pula tidak pernah berpikir bahwa saya akan pernah bertindak sebagai imam sholat. Ini memberi kita perasaan yang memberdayakan. Anda tahu kita bisa melakukan apa saja."

Meskipun cara salat di masjid ini mungkin tidak untuk semua orang, jamaah yang hadir mengatakan bahwa mereka merasa lebih dekat kepada Tuhan melalui pendekatan yang tidak konvensional ini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya