Krisis Teluk Memanas, Hacker Serang Media Qatar Al Jazeera

Jaringan media asal Qatar, Al Jazeera, tengah memerangi serangan siber berskala besar di tengah krisis teluk.

oleh Citra Dewi diperbarui 09 Jun 2017, 12:30 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 12:30 WIB
Ilustrasi Al Jazeera
Ilustrasi Al Jazeera (AP Photo/Kamran Jebreili, File)

Liputan6.com, Doha - Jaringan media asal Qatar, Al Jazeera, tengah memerangi serangan siber berskala besar. Namun menurut sebuah sumber perusahaan, operasi tetap berjalan penuh.

"Ada banyak upaya untuk menyerang keamanan siber Al Jazeera, tapi kita melawannya," ujar seorang karyawan senior yang enggan disebutkan namanya seperti dikutip dari The Guardian, Jumat (9/6/2017).

Beberapa jam kemudian, televisi yang dijalankan oleh pemerintah Qatar mengumumkan bahwa perusahaannya telah menutup website-nya untuk sementara waktu setelah ada upaya peretasan.

Pada awal pekan ini, Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), Mesir, dan Bahrain mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Qatar. Menurut sejumlah laporan, langkah tersebut diambil karena keterkaitan Qatar dengan kelompok terorisme.

Keempat negara itu menarik duta besarnya dari Qatar dan melakukan blokade ekonomi, termasuk menutup ruang udara (airspace) negara mereka bagi Qatar. Hilangnya ruang udara di atas tiga negara tetangga itu akan berdampak besar pada operasi Qatar Airways.

Pemutusan hubungan diplomatik juga diikuti oleh negara lain, Yaman, Libya, Maladewa, Mauritius dan Mauritania. Sementara itu, Yordania mengambil kebijakan untuk men-downgrade hubungannya dengan Qatar.

Sebuah penyelidikan yang dilakukan Amerika Serikat meyakini peretas Rusia telah menyerang kantor berita Qatar dan memublikasikan kabar palsu yang memicu krisis Teluk.

Pada 23 Mei, kantor berita negara itu mempublikasikan pernyataan bersahabat emir Qatar terhadap Iran dan Israel. Tak hanya itu, dalam pernyataan tersebut, emir Qatar juga mempertanyakan kemampuan Trump untuk mempertahankan kekuasaannya.

Belakangan, Kementerian Luar Negeri Qatar menegaskan, situs media itu diretas dan pernyataan itu tidak ada hubungannya dengan emir Qatar.

Informasi intelijen yang dikumpulkan oleh badan keamanan AS itu mengindikasikan, peretas Rusia dalang di balik "gangguan" yang dikeluhkan pemerintah Qatar dua pekan lalu.

Namun sejumlah pihak meyakini bahwa pemerintah Rusia tidak terlibat dalam peretas itu. Mereka menyebut sejumlah peretas telah dibayar untuk melaksanakan pekerjaan itu atas nama sejumlah negara atau individu.

Beberapa pengamat bahkan mengklaim secara pribadi, Arab Saudi atau UEA yang kemungkinan telah menugaskan peretas tersebut.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, mengatakan, ia tak mengetahui hasil penyelidikan FBI. Pemerintah Rusia pun membantah terlibat dalam peretasan itu.

Hingga kini, kebenaran sejumlah klaim tersebut belum dapat dikonfirmasi kebenarannya.

Qatar adalah pemain penting di Timur Tengah. Negara yang beribu kota di Doha itu adalah pengekspor gas cair terbesar, rumah bagi pangkalan militer AS terbesar di kawasan, dan tempat diselenggarakannya Piala Dunia 2022.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya