Filipina Masih Akan Terus Berlakukan Darurat Militer di Marawi

Filipina masih terus terapkan status siaga militer di Mindanao, termasuk Marawi. Sementara itu, kondisi pengungsi Marawi memprihatinkan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Jun 2017, 10:06 WIB
Diterbitkan 18 Jun 2017, 10:06 WIB
Kota Marawi
Kepulan asap terlihat menyusul serangan udara oleh Angkatan Udara Filipina ke kawasan yang telah di kuasai militan Maute di kota Marawi , Filipina selatan Sabtu, (27/5). (AP Photo / Bullit Marquez)

Liputan6.com, Marawi - Pemerintah Filipina menyatakan, bahwa status darurat militer di Mindanao --termasuk di Kota Marawi-- masih akan terus diimplementasikan hingga batas waktu yang belum ditentukan. Pernyataan itu disampaikan oleh Istana Malacanang, kantor kepresidenan Filipina.

Kota Marawi di Provinsi Lanao del Sur, Mindanao menjadi lokasi konflik bersenjata antara kelompok pemberontak Maute --yang dibantu militan pro-ISIS-- melawan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP). Pertempuran antara keduanya pecah pada 23 Mei 2017, setelah kelompok pemberontak berhasil menduduki sejumlah titik strategis Kota Marawi.

Merespons peristiwa itu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menerapkan status darurat militer selama 60 hari di seluruh Mindanao pada 24 Mei 2017. Hingga kini, status tersebut masih diterapkan dan pasukan Filipina terus melancarkan operasi militer demi merebut Marawi dari pendudukan pemberontak Maute.

"Kami juga terus bertanggung jawab untuk menekan pergerakan musuh. Dan setiap harinya, sejumlah lokasi yang diduduki pasukan pemberontak telah berhasil direbut oleh militer Filipina," kata Juru Bicara Kepresidenan Ernesto Abella yang dikutip dari Asian Correspondent, Minggu (18/6/2017).

Namun, sejumlah kendala dihadapi oleh militer Filipina selama proses pembebasan Marawi dari kelompok pemberontak yang turut didukung oleh sejumlah militan pro-ISIS.

"Kendala operasi adalah pada digunakannya warga sipil sebagai tameng hidup dan tempat-tempat ibadah dijadikan lokasi berlindung kelompok pemberontak," tambah Abella.

Istana Malacanang juga menyebut, bahwa jika dibutuhkan, status darurat militer 60 hari dapat diperpanjang selama satu tahun.

Memasuki hari ke-27 pertempuran di Marawi, militer Filipina menguatkan intensitas serangan. Tak hanya itu, AFP turut bekerjasama dengan pasukan Amerika Serikat.

Menurut laporan pada 14 Juni 2017, AFP mengungkapkan keberadaan pasukan Amerika Serikat di dekat Marawi, Provinsi Lanao del Sur.

Akan tetapi, kapasitas militer AS bukan ditujukan sebagai pasukan utama untuk menggempur pemberontak Maute dan sejumlah militan pro-ISIS yang menduduki Marawi.

Tentara Filipina mengatakan, bahwa militer AS yang berada dekat dengan Marawi berperan sebagai pasukan pendukung AFP, demikian seperti yang dilaporkan oleh Asian Correspondent, Rabu 14 Juni 2017.

"Ada beberapa personel AS yang mengoperasikan sejumlah peralatan militer dan menyajikan informasi serta melatih kepekaan dalam membaca situasi kepada pasukan kami," kata Brigadir Jenderal Restituto Padilla dalam sebuah konferensi pers.

"Aku tidak tahu jumlah dan misi pasti mereka. Mereka juga membawa senapan untuk perlindungan diri, tetapi tidak dibolehkan untuk bertempur, dan hanya menyediakan dukungan," tambah Brigjen Padilla.


Kondisi Pengungsi Memprihatinkan

Sementara itu, otoritas setempat sedang berusaha mengonfirmasi mengenai laporan tentang sekitar 59 pengungsi Marawi yang meninggal dunia di lokasi pengungsian akibat gizi buruk dan penyakit seperti diare serta demam tinggi.

"Kami masih memeriksa laporan tersebut. Kami tidak bisa memberikan deskripsi yang akurat mengenai penyebab kematian dan jumlah yang meninggal. Namun menurut laporan awal, sebagian besar disebabkan oleh dehidrasi dan riwayat penyakit terdahulu/bawaan," kata juru bicara badan manajemen krisis yang menangani situasi pengungsi Marawi, Zia Alonto Adiong yang dikutip dari media Filipina ABS-CBN News pada Minggu 18 Juni 2017.

Sebagian besar warga yang dievakuasi dari Marawi ditempatkan di kamp pengungsian di Kota Iligan, 38 km di utara Marawi. Hingga saat ini, lembaga pengelola pengungsi dan kamp pengungsian mengaku kewalahan dengan jumlah warga yang berjumlah cukup banyak.

"Sangat sulit untuk menyediakan kebutuhan para pengungsi yang saat ini berjumlah sekitar 233.000 orang," tambah Adiong.

National Disaster Risk Reduction and Management Council Filipina (NDRRMC) berencana untuk menambah kamp pengungsian di sejumlah kota lain. Rencana itu demi menghadapi kemungkinan meningkatnya jumlah warga sipil yang melarikan diri dari Marawi ke sejumlah kota tetangga, seperti Iligan salah satunya.

Selain itu, United Nations Children's Fund (UNICEF) cabang Filipina pada Sabtu 17 Juni 2017 mengkhawatirkan kondisi sanitasi buruk dan air minum yang tidak steril bagi para pengungsi Marawi. Belum dijelaskan lebih lanjut mengenai rencana bantuan UNICEF terhadap para pengungsi Marawi.

 

Saksikan juga video berikut ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya