Liputan6.com, Berlin - Melalui sebuah pemungutan suara, parlemen Jerman (majelis rendah dalam sistem bikameral) melegalkan undang-undang pernikahan sesama jenis pada Jumat 30 Juni 2017.
Dengan selisih 393 (setuju) berbanding 226 (tidak setuju), kini, parlemen Jerman melegalkan kesetaraan hak kepada pasangan sesama jenis untuk menikah dan mengadopsi anak, sama seperti pasangan heteroseksual. Demikian seperti yang dikutip dari CNN, Jumat (30/6/2017).
Advertisement
Baca Juga
Minggu depan, undang-undang itu akan diserahkan ke Bundesrat (majelis tinggi dalam sistem parlementer bikameral Jerman). Bundesrat diprediksi juga akan melegalkan undang-undang tersebut.
Setelah resmi disahkan oleh Bundesrat, Jerman akan masuk kelompok sekitar lebih dari 20 negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis.
Selain itu, menurut survei YouGov, dua per tiga masyarakat Negeri Panzer mendukung legalisasi pernikahan homoseksual.
Keputusan itu disambut hangat oleh komunitas LGBTQI+ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender, Queer, Interseks, dan '+' atau individu dengan identitas gender serta orientasi seksual non-arus utama) di belahan Benua Biru.
"Kami anggap undang-undang tersebut merupakan sebuah bentuk pengakuan, penyetaraan hak, dan memicu inspirasi terhadap komunitas LGBTI," kata Evelyne Paradis, direktur eksekutif International Lesbian, Gay, Bisexual, Trans and Intersex Association in Europe.
Sejumlah politisi liberal Jerman pun ikut menyambut baik legalisasi tersebut. Politisi liberal menyebut UU itu sebagai cerminan ke-moderen-an Deutschland.
"Sekarang, negeri kita jadi lebih bebas, toleran, dan moderen," jelas Christian Linder, ketua partai liberal FDP.
Berbeda dengan kolega parlementernya, Perdana Menteri Jerman Angela Merkel mengaku menolak usulan legalisasi pernikahan sesama jenis. Namun, ia tetap menghargai hasil pemungutan suara dan menganggap UU tersebut mampu memicu kohesi sosial di Deutschland.
"Bagi saya, pernikahan itu adalah antara laki-laki dan perempuan. Karena alasan itu, saya menolak UU tersebut. Namun, saya berharap bahwa pemungutan suara dan hasilnya mampu mencerminkan serta memicu perdamaian dan kohesi sosial di Jerman," jelas PM Merkel.
Sejumlah pihak menduga bahwa sikap PM Merkel hanyalah sebatas 'topeng' politik, guna mendulang suara untuk partainya, CDU, pada pemilu Jerman yang akan diselenggarakan pada September 2017 mendatang.
Sebelumnya, oposisi partai Merkel, seperti Partai Hijau dan Partai Demokrat Bebas, mengeluarkan ultimatum tidak akan membentuk koalisi dengan pemerintah jika UU Pernikahan Sesama Jenis tidak disahkan.
Sebenarnya, partai pendukung PM Merkel --yang sebelumnya menolak kehadiran UU tersebut-- banyak yang sependapat dengan CDU. Partai sayap kanan, Partai Alternatif untuk Jerman (AFD), sampai sekarang masih menentang pengesahan UU kontroversial itu.
Selain AFD, penolakan pun dinyatakan Partai saudara CDU, Persatuan Kristen Sosial (CSU). Mereka menyampaikan posisinya konsisten menolak UU tersebut.
Dan kini, pakar menilai bahwa dilegalkannya UU tersebut dapat memicu perpecahan politik di Jerman, yang akan menyelenggarakan pemilu pada September 2017 nanti.
Saksikan juga video berikut ini