200 Ribu Warga Dukung Petisi Tolak Nyonya Macron Jadi First Lady

Ratusan ribu warga Prancis tolak jabatan first lady disematkan kepada Brigitte Macron. Kenapa?

oleh Arie Mega Prastiwi diperbarui 08 Agu 2017, 07:48 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2017, 07:48 WIB
Penampilan Para Ibu Negara di KTT G20
Presiden Prancis Emmanuel Macron dan istrinya Brigitte Macron tiba menghadiri KTT G20 di Hamburg, Jerman, (7/7). Sejumlah pemimpin negara berkumpul dalam KTT G20 pada 7-8 Juli 2017. (AFP Photo/Patrik Stollarz)

Liputan6.com, Paris - Nyaris 200.000 orang Prancis menandatangani petisi agar mencegah Brigitte Macron, istri dari sang presiden, untuk mendapat posisi resmi sebagai First Lady atau Ibu Negara.

Langkah untuk memblokir Nyonya Macron agar tidak mengambil peran formal di Istana Élysée dipicu oleh keputusan Emmanuel Macron untuk terus maju dengan undang-undang "moralitas" yang kontroversial. UU ini nantinya akan melarang anggota parlemen untuk mempekerjakan anggota keluarga, sebagai upaya mengatasi korupsi.

Peranan First Lady saat ini tidak ada dalam konstitusi Prancis, dan biaya yang dikeluarkan istri Presiden diambil dari anggaran umum untuk Istana Élysée. Demikian seperti dikutip dari Independent pada Selasa (8/8/2017).

Meskipun Nyonya Macron tidak akan dibayar untuk peran tersebut, ia akan diberi kantor, staf tambahan, dan anggaran terpisah.

"Ketika Anda terpilih sebagai presiden Republik, Anda tinggal dengan seseorang, Anda bekerja siang dan malam, Anda mengorbankan kehidupan publik dan kehidupan pribadi Anda," kata Macron kepada penyiar TF1 Prancis mengenai peran sang istri.

"Jadi orang yang tinggal bersama Anda harus memiliki peran dan dikenali dalam peran itu."

Keputusan Macron terhadap undang-undang itu dinilai sangat kontroversial karena berimbas pada pemotongan belanja militer serta anggaran perumahan.

Dengan manuver Macron yang seperti itu, pada bulan lalu terlihat penurunan popularitas terbesar bagi seorang Presiden Prancis sejak Jacques Chirac pada 1995.

Adalah aktor dan pengarang Thierry Paul Valette meluncurkan petisi itu di situs Change.org. Kini petisi itu telah mendapatkan 198.700 pendukung pada Senin pagi.

Dia menulis: "Tidak ada alasan bagi istri kepala negara untuk mendapatkan anggaran dari dana publik. Brigitte Macron saat ini memiliki tim yang terdiri dari dua atau tiga karyawan, serta dua sekretaris dan dua petugas keamanan. Itu cukup".

"Jika masalah ini diputuskan, itu harus dilakukan dalam konteks referendum. Apalagi, lebih dari 65 persen orang Prancis tidak menyukai pembentukan status khusus untuk Brigitte Macron".

Valette menambahkan bahwa pembuatan petisi tidak dirancang untuk menyerang Macron secara pribadi: "Kami dengan keras mengecam semua serangan seksis terhadap Brigitte Macron dan kami tidak mempertanyakan kemampuannya".

"Namun, dalam periode moralisasi dalam politik Prancis, ketika sebuah keputusan dikeluarkan, melarang anggota untuk mempekerjakan anggota keluarga mereka ... kami tidak dapat dengan tulus mendukung inisiatif tertentu kepada istri Presiden Macron."

Pada bulan Juli, Presiden Macron berjanji untuk "mengubah" Prancis dan memberi warga lebih banyak kekuatan untuk mengajukan petisi demi mendapatkan topik penting yang dibahas di parlemen.

Mantan istri Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, Carla Bruni-Sarkozy, memiliki tim yang terdiri dari delapan penasihat, yang dibayar dari pajak berjumlah 437 ribu euro per tahun.

Sementara itu, di Amerika Serikat per 30 Juni lalu, ada empat pegawai di Kantor Eksekutif Presiden AS yang resmi bekerja untuk Ibu Negara Melania Trump, meski tiga di antaranya juga bekerja untuk Presiden.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya