Liputan6.com, Madagali - Penggunaan anak-anak sebagai bomber oleh kelompok militan Boko Haram di Nigeria meningkat tajam.
Organisasi PBBÂ yang berkonsentrasi pada kesejahteraan anak, UNICEF, melaporkan terdapat 83 kasus pada tahun ini. Angka tersebut empat kali lebih tinggi dibanding tahun lalu.
Dari jumlah tersebut, terdapat 55 anak perempuan yang berusia di bawah 15 tahun. Dalam satu kasus, sebuah bom bahkan diikatkan ke seorang bayi yang dibawa oleh seorang perempuan.
Advertisement
Baca Juga
UNICEF mengatakan, cara yang dilakukan Boko Haram itu merupakan hal keji yang menimbulkan ketakutan dan kecurigaan terhadap anak-anak.
Menurut UNCEF, 124 anak-anak telah digunakan sebagai bomber di Nigeria sejak 2014.
Dikutip dari BBC, Rabu (23/8/2017), Boko Haram telah dikenal memanfaatkan anak-anak dalam melakukan aksinya. Kelompok teror itu telah menculik ratusan siswi dan secara paksa merekrut anak laki-laki sebagai militannya.
Pada pertengahan Januari 2017, sebuah serangan di Madagali, Nigeria, dilakukan oleh dua bomber perempuan yang menggendong bayi. Peristiwa itu menewaskan dua pelaku, bayi yang dibawanya, dan empat orang lainnya.
Para bomber perempuan yang membawa bayi itu berhasil melewati pos pemeriksaan karena disangka warga sipil.
Meski modus serangan dengan media perempuan sebelumnya telah terjadi di Nigeria, para pejabat mengatakan bahwa penggunaan bayi mengarah pada tren baru yang membahayakan.
ISIS Lakukan Hal Serupa
Penggunaan anak-anak sebagai bomber bunuh diri juga dilakukan oleh kelompok teroris ISIS
Hal itu terungkap kala seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun, Talha Asmal, meledakkan diri bersama empat orang lainnya di dekat kilang minyak di selatan Baiji, Irak, pada Juni 2015.
Kabar bahwa ia tewas sebagai bomber terungkap dari laporan sosial media terkait ISIS yang menyebut Asmal -- yang punya nama alias Abu Yusuf al-Britani -- tewas dalam insiden tersebut.
Pemuda asal West Yorkshire itu adalah bomber bunuh diri termuda dari Inggris. Sebelumnya, ada Hasib Hussein, yang hampir berusia 19 tahun saat meledakkan diri di sebuah bus di London pada 7 Juli 2005.
Kabar kematian Asmal membuat hati keluarganya hancur. "Talha Asmal adalah remaja penyayang, baik, perhatian, juga ramah," demikian pernyataan pihak keluarga.
Pada Desember 2016, seorang jaksa Jerman tengah menyelidiki insiden di mana anak berusia 12 tahun diduga merencanakan serangan bom paku di sebuah pasar Natal Ludwigshafen.
Penyelidik mengatakan bahwa bocah yang memiliki kewarganegaraan ganda, Jerman dan Irak, itu dipandu oleh anggota dari organisasi teroris ISIS.
Selain itu ada juga laporan bahwa upaya bocah "pengantin ISIS" -- sebutan untuk bomber ISIS -- untuk meledakkan bom di sebuah pasar Natal lokal pada 26 November juga gagal. Saat itu, ia membawa perangkat peledak yang terdiri dari toples yang diisi dengan bubuk kembang api dan dilengkapi dengan paku.
Â
Simak video berikut ini:
Advertisement