Usai 4 Bulan Disandera Teroris, Pastor Marawi Berhasil Bebas

Setelah hampir empat bulan menjadi tawanan teroris di Marawi, pastor Katolik dan beberapa jemaatnya berhasil dibebaskan.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Sep 2017, 12:00 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2017, 12:00 WIB
Aksi Tentara Filipina Bertempur Lawan Militan Maute di Kota Marawi
Tentara Filipina mengarahkan senjatanya saat bertempur melawan militan maute di kota Marawi, (28/5). Pasukan Filipina melancarkan serangan udara pada hari Minggu untuk mengusir militan yang terkait dengan kelompok ISIS. (AP Photo/Bullit Marquez)

Liputan6.com, Marawi - Setelah hampir empat bulan menjadi tawanan kelompok pemberontak dan teroris Maute, pemuka Gereja Katolik Marawi beserta sejumlah jemaatnya berhasil diselamatkan.

Bebasnya Pastor Teresito 'Chito' Soganub dan jemaatnya diawali setelah pertempuran sengit selama berjam-jam antara militer Filipina (AFP) dan kelompok pemberontak Maute di Marawi pada akhir pekan lalu. Demikian seperti dikutip dari Sydney Morning Herald (SMH), Senin (18/9/2017).

Pasca-pertempuran itu, Pastor Chito dan beberapa sandera ditemukan oleh militer Filipina telantar di dekat sebuah masjid di Marawi. Masjid --yang juga merupakan salah satu titik pertahanan terakhir kelompok Maute-- itu turut berhasil direbut oleh militer.

Seperti dikutip dari Inquirer, kabar mengenai bebasnya Pastor Chito beserta jemaatnya disampaikan oleh Laksmana Rene Medina, Komandan AL Filipina di Mindanao Barat. Ia memperoleh informasi itu dari personel AFP yang berada di lapangan.

Menurut keterangan yang diperoleh Laksmana Medina, Pastor Chito dan sejumlah tawanan lain berhasil melarikan diri dari jerat tawanan militan di Masjid Bato, Marawi, pada Sabtu, 16 September malam.

Teresito Soganub (Facebook/PIA Lanao del Sur)

"Mereka (personel AFP di lapangan) mengatakan bahwa Chito dan lainnya berhasil melarikan diri ketika para militan yang menyandera mereka tengah sibuk bertempur melawan pasukan pemerintah di sekitar lokasi (Masjid Bato)," jelas Laksmana Medina.

Sekitar pukul 23.00, Sabtu, 16 September, penasihat kepresidenan, Jesus Dureza, mengunggah sebuah unggahan via Facebook yang mengonfirmasi kabar mengenai bebasnya Chito dkk. Dalam unggahan itu, Dureza juga membenarkan kesuksesan militer merebut Masjid Bato.

Akan tetapi, baik Dureza maupun pihak Istana Kepresidenan Malacanang tidak memberikan detail mengenai operasi militer serta jumlah tawanan yang berhasil melarikan diri.

Sementara itu, seperti dikutip dari SMH, operasi militer --yang berujung pada pembebasan Pastor Chito dkk-- bermula ketika AFP menerima kabar dari para militan di Marawi yang berencana untuk menyerah.

"Kami berusaha meyakinkan para militan untuk membebaskan seluruh tawanan, atau setidaknya sandera perempuan. Selain itu, jika mereka (militan) menyerah, kami berjanji tidak akan menembak mereka," ujar Koloner Romeo Brawner, komandan deputi gugus tugas AFP di Marawi.

Namun, pada kenyataannya, para militan tidak benar-benar menyerah dan justru menggempur AFP dalam pertempuran yang berlangsung sekitar lima jam pada 16 September lalu.

Pastor Chito dan puluhan jemaat gereja Katolik Marawi menjadi tawanan kelompok Maute sejak pertempuran di kota berpopulasi sekitar 200.000 orang itu pecah pada 23 Mei lalu.

Teresito Soganub saat dipaksa tampil dalam video propaganda kelompok pemberontak dan teroris Maute (AP)

Seminggu setelahnya, ia tampil di sebuah video propaganda grup teror yang berafiliasi dengan ISIS tersebut, memohon untuk keselamatan dan meminta AFP agar menghentikan operasi militer di Marawi.

Berbagai upaya penyelamatan diupayakan oleh AFP secara sporadis sejak 23 Mei. Dari keterangan beberapa tawanan yang telah berhasil diselamatkan lebih awal, mereka mengaku dipaksa beralih keyakinan menjadi muslim dan membantu kelompok militan dengan menjadi koki atau perawat medis.

Beberapa perempuan juga dipaksa untuk menikah dengan personel kelompok militan.

 

Situasi Terkini di Marawi

Struktur sejumlah bangunan masih berdiri kokoh. Namun, tak jarang sebagian yang lain ambruk nyaris rata dengan tanah.

Pada bangunan yang masih berdiri, terlihat dindingnya berhias lubang peluru. Sementara, atapnya berlubang, bekas dihantam selongsong mortar serdadu.

Begitulah kondisi Kota Marawi, Lanao del Sur sekarang. Memasuki hari ke-106, pertempuran antara militer Filipina (AFP) dan kelompok pemberontak Maute yang didukung oleh militan pro-ISIS, masih terus berlangsung. Demikian seperti dikutip dari The New York Times, Selasa 5 September 2017.

Pihak AFP memperkirakan, hari-hari pertempuran di Marawi tetap akan bergulir, hingga setidaknya bulan depan.

"Diperkirakan Oktober 2017 selesai," jelas Kepala Staf AFP, Jenderal Eduardo M Ano, seperti dikutip dari Business Mirror.

Sementara, Presiden Filipina Rodrigo Duterte terus memberlakukan status darurat militer di kota tepi Danau Mindanao itu hingga 31 Desember 2017.

Namun, bagi pasukan AFP yang bertempur di Marawi, hari hanyalah hari, tanggal sekadar tanggal. Dan perkiraan presiden serta para perwira tinggi militer di Malacanang, juga hanya sebatas perkiraan.

"Saya tidak dapat memastikan kapan kami bisa menyelesaikan semua ini," kata Brigjen Marinir Melquiades Ordiales kepada seorang jurnalis The New York Times.

Meski Manila memprediksi hanya ada segelintir militan yang tersisa di Marawi, pertempuran di kota itu mungkin belum akan selesai dalam waktu dekat.

"Bahkan, pihak militan pun mungkin terkejut mampu mempertahankan pertempuran di sana untuk sekian lama," jelas Profesor Zachary Abuza dari National War College, Washington, Amerika Serikat.

Ada sejumlah faktor yang menjadi aspek krusial mengapa para militan mampu bertahan lama di Marawi.

Seperti dikutip dari The New York Times, tata letak kota yang bersekat-sekat serta padat bangunan menyulitkan militer untuk menggencarkan operasi serangan udara secara efektif. Selain itu, para militan memanfaatkan sejumlah bangunan, seperti masjid dan rumah warga, untuk menjadi basis komando.

Taktik menyandera warga sipil yang dilakukan oleh para militan juga ikut menghambat laju operasi tentara. Adapun mengenai pasokan makanan, menurut sejumlah pemberitaan yang telah lalu, militan memanfaatkan akses distribusi terselubung dari Danau Mindanao serta menjarah rumah warga sipil yang ditinggalkan.

Terkait sokongan personel, pihak AFP melaporkan bahwa sejumlah bocah dan perempuan turut membantu para militan untuk menyerang militer.

"Pasukan di lapangan melihat perempuan dan anak-anak menembaki serdadu AFP. Kemungkinan anak-anak dan perempuan itu merupakan anggota keluarga para militan. Itu mungkin jadi sebab mereka tidak kekurangan personel," jelas Letjen Carlito Galvez, seperti dikutip dari Asian Correspondent.

Sementara itu, sejumlah militan membentuk garis pertahanan di sejumlah titik kota, dengan menebar ranjau darat dan menempatkan penembak jitu, sehingga menyulitkan kelompok militer.

"Kami selalu menerka-nerka akan menerima gempuran hebat dari mereka. Korban militer akan terus berjatuhan dan musuh akan semakin tertekan," jelas Letjen Galvez.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya