Liputan6.com, Pyongyang - Hamhung adalah sebuah kota kecil di pedalaman Korea Utara. Letaknya relatif terpencil, jauh dari ibukota Pyongyang, dipisahkan pegunungan luas yang berbukit-bukit. Namun, citra satelit yang diambil baru-baru ini memicu kecurigaan.
Foto udara menunjukkan keberadaan sebuah kompleks yang terdiri dari gedung-gedung tinggi.
Salah satunya diklaim sebagai pabrik tekstil. Namun, para periset tentang Korut curiga, itu adalah lokasi pabrik kimia yang memasok bahan bakar rudal, yang menjadi kunci dalam program nuklir Korut yang bikin was-was seantero dunia.
Advertisement
Seperti dikutip dari New York Times pada Kamis (28/7/2017), para periset menduga, pabrik tersebut memproduksi bahan bakar roket khusus yang dikenal sebagai UDMH, yang biasanya digunakan untuk peluncuran rudal jarak jauh.
Program peluncuran rudal jarak jauh, telah meningkatkan ketegangan di Semenanjung Korea, terutama antara Korea Utara dan Amerika Serikat.
Jika benar pabrik itu adalah pusat bahan bakar untuk rudal jarak jauh, temuan itu penting bagi para pengamat Korea Utara. Di sisi lain, Washington pun ketar-ketir dibuatnya.
Sejumlah pengamat Korut berpendapat, Pyongyang tak mampu memproduksi bahan bakar tersebut. Itulah mengapa negara tersebut mengimpornya dari Rusia atau China.
Dan, akibat sanksi baru yang dikeluarkan PBB, Rusia dan China ditekan untuk mengurangi suplai bahan bakar ke Korut. Orang mengira, dengan sanksi itu, rezim Kim Jong-un tak mampu meluncurkan rudal.
Namun, temuan baru yang didapatkan oleh Pusat Studi Nonproliferasi James Martin di Universitas Middlebury bisa jadi adalah pertanda bahaya: bahwa Korea Utara telah menguasai produksi UDMH. Mereka tak tergantung dengan negara lain.
Meski pada awalnya masih mengandalkan bantuan asing untuk mendapatkan atau memproduksi bahan bakar, seperti yang diyakini oleh beberapa analis, kini Pyongyang mungkin telah mandiri.
Vipin Narang, seorang profesor di Institut Teknologi Massachusetts, yang mempelajari isu nuklir menyebut, penemuan itu "sangat penting".
"Jika Korut tak lagi bergantung pada pasokan bahan bakar dari pihak asing, maka sanksi terberat apapun akan sia-sia," kata Narang.
"Tak ada yang bisa menghentikan program senjata Korut, baik perang ataupun jika negara itu runtuh...," lanjutnya.
Temuan ini didasarkan pada citra satelit, analisis teknis metode produksi UDMH, informasi dari seorang pejabat Korea Utara yang membelot, dan satu set dokumen teknis Korea Utara.
Jeffrey Lewis, yang memimpin program East Asia di Middlebury, berburu informasi selama berminggu-minggu, untuk mendapatkan petunjuk tentang produksi UDMH.
"Tidak ada lagi tanda nyata, semua jelas," kata dia. Bahan bakar itu, dia menambahkan, dapat dibuat dengan bahan kimia yang bisa didapatkan dengan mudah, seperti klorin dan amonia. Pengolahannya pun tak rumit dan bervariasi, prosesnya bahkan sudah dikembangkan pada tahun 1906.
India, yang mengembangkan program rudalnya pada tahun 1970-an, telah memproduksi UDMH di sebuah bekas pabrik gula tua.
Petunjuk juga didapatkan tim, usai menemukan dan menerjemahkan satu set artikel soal teknis di sebuah jurnal ilmiah terbitan Korea Utara, Chemistry and Chemical Engineering, yang mengacu pada bahan bakar roket tersebut.
Ada tiga artikel yang ditulis antara tahun 2013 dan 2016. Isinya membahas hal-hal seperti mengelola air limbah yang sangat beracun, yang biasanya merupakan tantangan yang dihadapi dalam produksi UDMH.
Tak hanya itu, Lewis dan timnya menemukan bahasan tentang metode untuk memperbaiki pemurnian. Hal ini penting dalam bahan bakar untuk rudal yang lebih canggih.
Tidak seperti artikel lainnya di jurnal itu, ketiga artikel tentang bahan bakar tidak mencantumkan afiliasi atau biografi pengarangnya. Itu menunjukkan bahwa pekerjaan itu dirahasiakan.
Tim yang dipimpin Lewis tak kurang akal. Mereka mengecek ulang daftar peneliti Korut yang ahli dalam bidang kimia yang mereka ketahui.
Lalu, mereka menemukan salah satunya, namanya Cha Seok-bong. Ia pernah merilis tiga makalah ilmiah tentang masalah anodyne yang ditemukan di Pabrik Februari Vinalon 8, yang berada di kota Hamhung.
Sebuah kota terpencil adalah lokasi aneh bagi pekerjaan seorang ahli spesialis bahan roket. Apalagi, Hamhung terkenal dengan pabrik tekstil, yang biasa memproduksi vinalon, material sintetis murahan yang biasa disebut 'juche' fiber.
Juche di sini merujuk semboyan Korut yang berarti berpijak pada diri sendiri. Bahan itu biasa digunakan untuk baju-baju rakyat Korea Utara dan seragam. Para pengamat pun bertanya-tanya, mengapa seorang ahli roket berada di kota yang terkenal dengan pabrik tekstilnya.
Lewis dan timnya menduga, pabrik tekstil adalah propaganda. Jelas, ada udang di balik batu. Jangan-jangan, Hamhung bukan kawasan industri sandang, melainkan lokasi fasilitas militer yang vital, yang menopang ambisi nuklir rezim Korut.
Temuan itu dikuatkan oleh kesaksian Ko Chong-song, pejabat Korut yang membelot pada tahun 1990-an. Ia memastikan bahwa dokumen yang ditemukan para pengamat adalah soal fasilitas militer yang memproduksi bahan kimia untuk roket.
CIA pun punya kecurigaan yang sama, bahkan sejak tahun 1969. Kala itu, dinas intel AS pernah merilis dokumen rahasia tentang produksi bahan kimia di Hamhung.
Kini, Lewis dan tim, mencoba menginvestigasi pabrik yang sama. Mereka menyadari ada dua kolam limbah yang besar yang tak biasa, yang lebih mirip instalasi buangan produksi UDMH dibanding limbah pabrik tekstil.
Apalagi, Kim Jong-un pernah mengunjungi bangunan itu -- yang menguatkan dugaan, kawasan industri di Hamhung bukan sekedar pabrik biasa.
Meski ini adalah temuan penting, bagi para ahli Korut, AS dinilai terlampau telat untuk mengambil langkah.
"Korut tampaknya telah menabung stok yang lebih dari cukup untuk berperang," kata Lewis. "Dan, jumlah bahan bakar di situ didesain bisa disimpan dalam jangka waktu bertahun-tahun," lanjutnya.
Lewis menggambarkan, "UDMH milik Uni Soviet saja masih tersimpan meski negara itu telah lama bubar."
Ia juga menegaskan bahwa Korea Utara tidaklah seterbelakang yang diduga banyak orang. Diam-diam rezim Pyongyang membangun kekuatannya dari dalam.
"Jika Anda melihat foto-foto satelit itu dan membaca publikasi teknis mereka... sangatlah bukan Korea Utara yang Anda bayangkan," ucapnya.
"Namun, apa daya, dunia sekarang terlampau menyangkal tentang kekuatan Korea Utara...," tutup Lewis.
Fakta Mengerikan Kekuatan Militer Korut
Jeffrey Lewis, yang memimpin program East Asia di Middlebury mengatakan bahwa dunia telah menyangkal kekuatan Korea Utara.
Padahal, sejumlah penelitan mengatakan, selain jago propaganda, militer Korut tak bisa diremehkan.
Kekuatan militer Korea Utara menjadi salah satu yang terbesar sedunia, lengkap dengan lebih dari 1 juta tentara dan jutaan pasukan cadangan serta paramiliter.
Ada Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Pasukan Roket Strategis, dan Pasukan Operasi Khusus.
Pyongyang juga ditaksir membelanjakan antara 25 hingga 38 persen anggaran negara untuk keperluan militer, walaupun kantor berita pemerintah hanya mengakui sekitar 15,8 persen.
Korea Utara diduga memiliki 1,2 juta anggota aktif militer. Angka itu setara dengan 47,8 anggota militer untuk setiap 1.000 penduduk.
Dengan demikian, angka per kapita itu menjadi tertinggi sedunia dan 10 kali lebih besar dari Amerika Serikat (AS).
Selain anggota aktif, ada 1,5 hingga 6 juta pasukan cadangan terlatih, termasuk para anggota Milisi Pekerja dan Kaum Jelata. Demikian juga dengan adanya wajib militer, baik untuk pria dan wanita.
Wajib militer selama 10 tahun diterapkan pada kaum pria berusia di atas 18 tahun.
Di masa lalu, wajib militer berlaku selama 13 tahun. Anggota wajib militer biasanya menjadi anggota infanteri garis depan walaupun tanpa pelatihan, perlengkapan, dan pangan yang memadai.
Korea Utara memiliki sekitar 4.100 tank yang sebagian sudah usang, 6.500 pucuk meriam, 2.500 peluncur roket, dan lebih dari 1.000 pesawat terbang. Jumlah demikian cukup besar untuk suatu negara sekecil itu.
Mereka juga memiliki kesatuan pasukan khusus yang besar dan sangat mumpuni, dikenal sebagai Pasukan Operasi Khusus Korea Utara dan bertanggungjawab atas beberapa upaya infiltrasi ke Korea Selatan, misalnya melalui terowongan bawah tanah di perbatasan dan upaya gagal pembunuhan presiden Korea Selatan pada 1968.
Sementara itu, kemampuan peretasan oleh Korea Utara menjadi terkenal di dunia setelah serangan terhadap perusahaan Sony pada 2014.
Kesatuan yang disebut Biro 121 itu telah meretas puluhan ribu komputer di Korea Selatan, termasuk komputer milik bank, organisasi pemerintah, dan bahkan kantor presiden.
Korea Utara juga memiliki kesatuan-kesatuan peretasan yang berkedudukan di China.
Pada 2013, dunia terkejut melihat barisan tentara Korea Utara membawa tas punggung dengan lambang internasional penanda nuklir.
Data intelijen awal menengarai negeri itu mengembangkan kesatuan pembawa "bom tas punggung."
Pihak Barat sempat menduga Korea Utara menciptakan kesatuan bom bunuh diri nuklir, walaupun dugaan itu kemudian dibantah oleh para pembelot yang menyatakan bahwa tas punggung seperti itu lebih untuk keperluan unjuk kekuatan.
Advertisement