Liputan6.com, Bujumbura - Burundi menjadi negara pertama yang menarik keanggotaannya dari Pengadilan Pidana Internasional (ICC). Negara di Afrika itu menuduh ICC dengan sengaja mengincar orang-orang Afrika untuk diadili.
Dikutip dari BBC, Sabtu (28/10/2017), selama ini Pemerintah Burundi dituduh telah melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk eksekusi dan penyiksaan. Komisi Penyelidik PBB pun mendesak ICC segera membuka penuntutan atas sejumlah kasus yang dituduhkan.
Advertisement
Baca Juga
Secara teori, hengkangnya suatu negara dari ICC tak berdampak pada penyelidikan yang sedang dilakukan atas negara tersebut.
Juru bicara ICC, Fadi El-Abdallah, mengatakan kepada BBC bahwa pasal 127 menyatakan penarikan tak mempengaruhi yuridiksi ICC atas kejahatan yang telah dilakukan saat negara itu masih menjadi anggota.
Namun dalam kasus Presiden Sudan Omar al-Bashir, salah satu sosok yang paling 'dicari', ICC menyoroti sulitnya pihak non-anggota untuk bekerja sama dalam menyerahkan tersangka.
Â
Hengkangnya Burundi Timbulkan Efek Domino?
Hengkangnya Burundi dari ICC dilakukan setelah negara itu mengajukan pemberitahuan resmi untuk keluar dari organisasi tersebut. ICC memiliki 122 negara anggota, termasuk 34 di antaranya adalah negara-negara Afrika.
Penangkapan besar-besaran dan tindakan keras oleh aparat keamanan pernah terjadi pada tahun 2015 di Burundi.
Hal itu terjadi setelah Presiden Pierre Nkurunzize memutuskan untuk maju kembali menjadi presiden untuk ketiga kalinya. Keputusan tersebut memicu protes dari pihak oposisi yang menyebut hal itu tidak konstitusional.
Jurnalis BBC di Den Haag, di mana ICC berada, mengatakan bahwa keputusan hengkangnya Burundi belum pernah terjadi sebelumnya. Ia menambahkan bahwa dampak sebenarnya -- dan apakah itu menciptakan efek domino -- akan ditentukan oleh apa yang akan terjadi selanjutnya.
Kenya dan Afrika Selatan telah membuat ancaman serupa untuk menarik keanggotaan mereka dari ICC.
Advertisement