AS Veto Rancangan Resolusi DK PBB soal Yerusalem Ibu Kota Israel

Dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, hanya AS yang menolak rancangan resolusi tersebut.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 19 Des 2017, 07:21 WIB
Diterbitkan 19 Des 2017, 07:21 WIB
Dubes AS untuk PBB Nikki Haley
Dubes AS untuk PBB Nikki Haley (AP Photo/Bebeto Matthews)

Liputan6.com, New York - Amerika Serikat memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menolak keputusan Presiden Donald Trump untuk mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Dalam rancangan resolusi itu disebutkan bahwa setiap keputusan mengenai status Yerusalem "tidak memiliki efek hukum, tidak sah dan harus dibatalkan". Demikian seperti dikutip dari BBC, Selasa (19/12/2017).

Selain AS, 14 negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya mendukung rancangan resolusi tersebut.

Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB, menggambarkan rancangan resolusi tersebut sebagai "penghinaan". Haley memperingatkan bahwa langkah itu tidak akan terlupakan.

"Ini satu lagi contoh yang ditunjukkan PBB yang lebih banyak ruginya ketimbang baiknya dalam menangani konflik Palestina-Israel," tutur Haley.

"Hari ini, karena tindakan sederhana untuk menentukan di mana kami harus menempatkan kedutaan besar kami, AS dipaksa untuk mempertahankan kedaulatannya. Catatan akan mencerminkan bahwa kami melakukannya dengan bangga," imbuh diplomat AS berusia 45 tahun tersebut.

Status Yerusalem selama ini dianggap sebagai jantung konflik Palestina-Israel. Pada 1967, Israel menduduki bagian timur kota, wilayah yang sebelumnya dikuasai Yordania. Sejak saat itu, mereka mengklaim seluruh Yerusalem adalah ibu kota negaranya yang tak bisa dibagi-bagi.

Sementara, Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka. Statusnya kelak akan dibahas dalam tahap akhir perundingan damai antardua negara.

Tak Pernah Diakui

Yerusalem Ibu Kota Israel
Sebuah gembok toko terlihat di kota Gaza, (7/12). Otoritas Palestina menyerukan demonstrasi di kota Ramallah di Tepi Barat menyusul keputusan Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. (AFP Photo/ Mohammed Abed)

Kedaulatan Israel atas Yerusalem tidak pernah diakui secara internasional dan seluruh negara hingga saat ini mempertahankan kedutaan besar mereka di Tel Aviv. Namun, menyusul pengakuan Trump atas Yerusalem, Presiden ke-45 AS itu telah memerintahkan Kementerian Luar Negeri AS untuk memulai proses pemindahan misi diplomatik ke Yerusalem.

Merespons sikap AS yang memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan PBB, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengucapkan terima kasih pada Dubes Haley. Hal tersebut diungkapkannya via Twitter.

"Terima kasih, Dubes Haley. Pada perayaan Hanukkah, Anda bicara seperti seorang Makabi. Anda menyalakan lilin kebenaran. Anda menghilangkan kegelapan. Satu mengalahkan banyak orang. Kebenaran mengalahkan kebohongan. Terima kasih, Presiden Trump. Terima kasih, Nikki Haley," kicau Netanyahu di akun Twitter-nya, @netanyahu pada 19 Desember.

Terkait hal tersebut, Juru Bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan "langkah itu (sikap AS) tidak dapat diterima dan mengancam stabilitas masyarakat internasional karena ketiadaan rasa hormat".

"Masyarakat internasional harus bekerja untuk melindungi rakyat Palestina," ucap Nabil Abu Rudeina kepada kantor berita AFP.

Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki menyatakan bahwa ia akan menyerukan digelarnya pertemuan darurat Majelis Umum PBB.

Sebelumnya, Koordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah, Nickolay Mladenov, memperingatkan bahwa situasi keamanan menjadi semakin tegang usai keputusan Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Mladenov menjelaskan telah terjadi peningkatan insiden di antaranya tembakan roket dari Gaza ke Israel serta bentrokan antara pemrotes Palestina dan pasukan keamanan Israel.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya