Liputan6.com, Beijing - Pada pertengahan tahun 1989, ratusan demonstran mahasiswa pro-demokrasi menggelar aksi di Tiananmen Square, China. Sebagai bentuk respons, tentara Tiongkok menggilas para demonstran dengan tank dan peristiwa berdarah itu kemudian disebut sebagai tragedi Tiananmen.Â
Selama kurang lebih 3 pekan, demonstran yang jumlahnya hampir 500 orang, memusatkan aksinya di lokasi itu, bahkan sampai bermalam untuk meneriakkan tuntutan mereka.
Baca Juga
Karena aksi semakin besar, Pemerintah China mengambil tindakan. Pada, 4 Juni 1989 militer dan polisi Negeri Tiongkok membubarkan massa. Sekitar 200 sampai 3.000 orang diperkirakan tewas.
Advertisement
Tak ada yang tahu jumlah pastinya, ada banyak versi soal itu. Sedangkan 10 ribu lainnya ditangkap.
Namun, baru-baru ini sebuah kawat diplomatik Inggris mengungkapkan versi jumlah kematian akibat tragedi Tiananmen itu.
Dikutip dari News.com.au pada Minggu (24/2/2017), isi kawat diplomatik Inggris itu dibocorkan oleh website HK01. Dalam dokumen itu, yang ditulis 24 jam setelah insiden, memberikan angka lebih besar kematian korban tragedi Tiananmen dibanding estimasi yang beredar selama ini.
Kawat diplomatik itu juga mengungkapkan rincian yang memuakkan atas insiden yang mengejutkan dunia. Dalam dokumen, tertulis para mahasiswi cedera dibayonet saat mereka memohon belas kasihan, jenazah manusia "disiram ke selokan", dan seorang ibu ditembak saat ia mencoba membantu putrinya yang berusia tiga tahun yang terluka.
Dokumen itu juga menuduh Divisi ke-27 Tentara Pembebasan Rakyat dari Provinsi Shanxi - yang mengoordinasi tentara pada insiden itu - menggambarkan ribuan pemrotes pro-demokrasi, terdiri dari "60 persen buta huruf dan primitif".
Kawat rahasia itu ditulis oleh Sir Alan Donald, yang merupakan duta besar Inggris untuk China, tertanggal 5 Juni 1989 dan ditempatkan di Arsip Nasional Inggris.
"Para mahasiswa mengerti bahwa mereka diberi waktu satu jam untuk meninggalkan lapangan tapi setelah lima menit tentara China menyerang," utusan tersebut menulis.
"Mahasiswa saling berangkulan, tapi kemudian dilindas tank. Tank itu kemudian mmelindas tubuh-tubuh itu berkali-kali hingga penyet, seperti membuat 'pie' dan gilasan tubuh itu kemudian dikumpulkan oleh buldoser."
"Sisa-sisa jasad dibakar dan kemudian disiram ke saluran pembuangan," tulis dubes dalam kawat itu.
Dalam dokumen tersebut, Duta Besar Donald mengatakan bahwa dia telah mengumpulkan informasi tragedi Tiananmen dari "teman baik" di Dewan Negara yang berkuasa di China yang, menurutnya, "dapat diandalkan dan berhati-hati untuk memisahkan fakta dari spekulasi dan rumor".
"Divisi ke-27 Tentara Pembebasan Rakyat itu diperintahkan untuk tidak mengampuni siapapun," tulis Dubes Donald.
"Murid-murid perempuan yang terluka memohon ampun, namun ditusuk bayonet. Seorang gadis berusia tiga tahun terluka, tapi ibunya ditembak saat dia membantu, sama seperti enam lainnya."
"1000 orang yang selamat diberitahu bahwa mereka bisa melarikan diri, namun kemudian ditembaki MG (senapan mesin) yang dipersiapkan secara khusus untuk mereka."
"Ambulans Angkatan Darat yang berusaha memberikan bantuan ditembaki, seperti ambulans rumah sakit Sino-Jepang. Dengan kru medis tewas, pengemudi yang terluka berusaha menyerang penyerang namun hancur berkeping-keping oleh senjata anti-tank."
Dubes Donald juga mengklaim bahwa tentara tersebut menembak salah satu petugas mereka sendiri yang goyah atas perintah.
"Tentara 27 ditembak mati oleh pasukan sendiri, tampaknya karena dia ragu-ragu..."
Kawat diplomatik yang mengerikan itu berakhir dengan kalimat, "Perkiraan minimum 10.000 warga sipil tewas."
Hampir tiga dekade setelah tragedi Tianamen tersebut, rezim komunis terus melarang perdebatan mengenai masalah itu. Tragedi Tianamen dilarang disebut di buku teks dan media, dan disensor di internet.
Angka yang Dapat Dipercaya?
Sejauh ini, belum ada reaksi di media sosial China, terkait kabar terbaru korban Tianamen ini. Pun demikian dengan respons pemerintah Tuongkok.
Dengan angka terbaru itu, mantan pemimpin demonstrasi Tiananmen, Xiong Yan, yang kini warga AS, mengatakan, "saya pikir angka itu dipercaya."
Ahli China, Jean-Pierre Cabestan juga mengungkapkan pendapat senada. Dia menunjukkan sejumlah dokumen AS yang baru dideklasifikasi memberikan angka dan definisi yang nyaris sama.
"Itu adalah dua sumber independen yang mengatakan hal yang sama," kata Cabestan, yang juga seorang profesor di Hong Kong Baptist University.
"Laporan duta besar Inggris tidak terlalu mengherankan, mengingat betapa ramainya di Beijing, jumlah orang yang dimobilisasi melawan pemerintah China," kata Cabestan, yang berada di ibukota China pada hari-hari menjelang tragedi itu.
Namun, agak sedikit berbeda menurut mantan mahasiswa yang turut dalam aksi itu, Feng Congde. Pria yang kini tinggal di AS menyebut bahwa Dubes Donald mengirim kabel diplomatik lainnya, tiga minggu setelah insiden.
Dalam kabel itu, Dubes Donald menyebut angka kematian mencapai 2700 hingga 3.400.
"Jumlah itu cukup meyakinkan, dan pas dengan angka yang diberikan Palang Merah China, yang mengestimasi ada 2.700 korban tewas. Juga angka yang ditetapkan oleh komite mahasiswa berdasarkan laporan rumah sakit."
Advertisement