Liputan6.com, Jakarta - Suatu ketika di tahun 2012, calon Presiden Amerika Serikat Mitt Romney mengisahkan pengalaman horor yang dialami istrinya saat sedang naik pesawat.
Kala itu, pesawat yang dinaiki Ann Romney mengalami insiden di udara. Kapal terbang tersebut dipenuhi asap.
"Ketika terjadi kebakaran di pesawat, sama sekali tak ada cara untuk lari. Kita juga tak bisa mendapatkan oksigen dari luar karena jendelanya tak bisa dibuka," kata Romney kala itu, seperti dikutip dari Washington Post.
Advertisement
Baca Juga
"Saya tak tahu mengapa hal itu (membuka jendela) tak bisa dilakukan. Itu adalah masalah."
Untungnya, pilot dan kopilot saat itu berhasil mendaratkan pesawat dengan selamat di Bandara Denver. Istri Mitt Romney pun tak mengalami masalah serius.
Terkait dengan insiden tersebut, mengapa jendela pesawat dirancang untuk tidak bisa dibuka?
Ternyata, ada alasannya.
Seperti dikutip dari situs sains Scientific American, gravitasi cenderung menjaga agar molekul udara terkonsentrasi di dekat tanah, sehingga atmosfer kian menipis saat Anda semakin naik.
Udara menjadi sangat tipis pada ketinggian sekitar 10.000 kaki (3.000 meter). Sehingga, kabin pesawat harus diberi tekanan udara saat berada di atas ketinggian tersebut, agar para penumpang tak mengalami hipoksia atau kekurangan oksigen.
Karena temperatur dan tekanan seiring dan selaras (dalam tekanan rendah udara terasa dingin), tekanan udara dibutuhkan untuk menjaga agar kabin tetap hangat.
Pada ketinggian 35.000 kaki atau 11.000 meter, ketinggian jelajah pesawat komersial, tekanan udara turun hingga kurang dari seperempat dari yang ada di level permukaan laut, sementara suhu udara di luar pesawat anjlok menjadi -60 derajat Fahrenheit (-51 derajat Celcius, demikian menurut The Engineering Toolbox.
Jika terekspose kondisi ekstrem semacam itu, manusia bisa tewas seketika.
Proses pemberian tekanan (pressurization) di pesawat biasanya didapat dengan cara memompa kabin dengan 'bleed air' atau udara terkompresi yang diisap dan dipanaskan dipanaskan oleh mesin turbin kapal terbang.
Proses tersebut hanya bisa dilakukan dalam badan pesawat (fuselage) yang rapat.
Lantas, apa yang terjadi jika jendela pesawat dibuka di ketinggian?
Saat jendela terbuka, udara bertekanan di kabin akan keluar dengan cepat, kondisi atmosfer di dalam dan di luar kapal terbang setara. Akibatnya, semua orang yang ada di sana berisiko tewas.
Singkatnya, justru akan bermasalah jika jendela pesawat bisa dibuka saat kapal terbang masih berada di ketinggian.
Mengapa Jendela Pesawat Bulat?
Sebuah insiden mengubah bentuk jendela pesawat terbang untuk selamanya.
Pada 1954 Pesawat de Havilland Comet meledak di angkasa hanya 15 menit setelah lepas landas. Jet yang berangkat dari Roma menuju London dan membawa 35 penumpang dan awak itu, jatuh di Laut Mediterania.
Beberapa bulan sesudahnya, 21 kru dan penumpang de Havilland Comet tewas dalam penerbangan dari London menuju Johannesburg, Afrika Selatan. Pesawat itu kembali jatuh di Laut Mediterania dalam insiden yang terjadi pada 1954 tersebut.
Dikutip dari News.com.au, kecelakaan jet Comet itu mendorong Menteri Transportasi Inggris memberhentikan penerbangan pesawat jenis tersebut.
Menurut penyelidikan, jenazah korban kecelakaan pesawat itu menunjukkan cedera serupa, yakni keretakan tengkorak dan pecahnya paru-paru.
Penyelidikan kecelakaan akhirnya menemukan penyebab kecelakaan dua pesawat itu. Menurut laporan kelelahan logam yang menyebabkan dekompresi dan berpisahnya udara menjadi penyebab insiden itu.
Dilansir oleh Telegraph, jendela pesawat Comet yang berbentuk kotak berperan penting terhadap kelelahan logam (fatigue) -- kecenderungan logam untuk patah bila menerika tegangan berulang -- yang menyebabkan kecelakaan jet itu.
Sudut tajam jendela membuat logam di sekitarnya mengalami tekanan ekstra dalam ketinggian--dengan tekanan dua hingga tiga kali lebih besar dibanding pesawat pada umumnya.
Tegangan yang terkonsentrasi di sempat sudut jendela menyebabkan logam pesawat menjadi lelah.
Setelah dilakukan penyelidikan, de Havilland membuat sejumlah perubahan pada desain pesawat, termasuk mengubah jendela menjadi bulat. Dengan demikian, tegangan mengalir lebih merata di sekitar tepi jendela.
"Kita paling sering belajar dari kesalahan. Hal ini terutama berlaku untuk kemajuan di bidang teknik. Sayangnya bagi para insinyur di industri penerbangan, harga untuk membayar kegagalan tinggi," ujar mantan peneliti dan insinyur desain, Brian McManus, dalam rekaman yang ia unggah di saluran situs berbagi video miliknya, Real Engineering.
Advertisement
Fungsi Lubang Kecil di Jendela Pesawat
Masih soal jendela pesawat, beberapa dari kita mungkin pernah memperhatikan lubang kecil yang terdapat di sana, dan menebak-nebak apa sebenarnya fungsinya.
Seperti yang dilansir oleh The Sun, UK Federal Aviation Administration menjelaskan bahwa bagian tersebut berfungsi untuk mengatur tekanan udara di dalam kabin.
Ketika mengudara di angkasa, tekanan udara di luar pesawat itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan di dalam kabin.
Perbedaan tersebut membuat bagian jendela mendapatkan penumpukan tekanan.
Sebagai perbandingan, tekanan udara di permukaan laut sekitar 14,7 PSI, sedangkan pada pesawat yang sedang berada di ketinggian 9.150 meter dan 12.200 meter sekitar 4,3 PSI. Jika tak diatur dan disesuaikan, kondisi seperti dapat membahayakan penumpang.
Jendela pesawat terdiri dari tiga lapis, yaitu bagian luar, tengah, dan dalam. Lubang kecil yang kita lihat terdapat di lapisan kaca tengah dan dikenal sebagai breather atau lubang napas.
Seperti yang dikutip dari News.com.au, breather tersebut bekerja untuk menyeimbangkan tekanan antara kabin dan udara yang terkurung di antara kaca jendela. Selain itu, lapisan kaca tengah merupakan cadangan apabila kaca di bagian luar retak karena tekanan.
Tak hanya mengatur tekanan, lubang kecil itu juga berfungsi untuk melepaskan kelembaban untuk mencegah jendela pesawat membeku atau berkabut. (Ein)