Liputan6.com, Teheran - Sejak Kamis, 28 Desember 2017, puluhan ribu warga Iran turun ke jalan di berbagai kota negara tersebut. Beramai-ramai, mereka meneriakkan kemarahan kepada pemerintah terhadap berbagai isu yang tengah melanda Negeri Para Mullah, seperti kebijakan yang dinilai buruk, korupsi, masalah ekonomi, kenaikan harga pangan, dan tingkat pengangguran yang tinggi.
Demo kali ini dinilai besar oleh mata dunia. Besar dari segi partisipasi masyarakat, juga isu yang disuarakan rakyat.
Namun, dengan merefleksi peristiwa serupa sebelumnya, gerakan masyarakat yang terjadi di Iran itu, diprediksi takkan mampu menggoyah kemapanan rezim yang saat ini berkuasa.
Advertisement
Baca Juga
Sembilan tahun lalu, ketika demonstrasi pro-reformasi 2009 pecah, menyusul kembali terpilihnya Mahmoud Ahmadinejad sebagai Presiden Iran, rezim berhasil menekan gerakan masyarakat.
'Bersenjatakan' Garda Revolusi Iran dan Milisi Basaj, rezim berhasil membungkam keras massa pendukung Mir-Hossein Mousavi dan Mehdi Karroubi -- figur oposisi, penentang kemapanan rezim, sekaligus kandidat presiden yang kalah dalam Pilpres Iran 2009.
Bercermin pada peristiwa itu, tak ayal jika dinamika serupa akan kembali terjadi pada demonstrasi teranyar ini. Apalagi, dengan menyusul tewasnya belasan demonstran anti-pemerintah beberapa hari lalu, besar kemungkinan jika bentrokan besar antara rezim dengan warga akan pecah -- dan berujung pada kesuksesan rezim merepresi warga.
Dunia pun mulai cemas terhadap aksi protes yang meletus pada masa pergantian tahun 2017 ke 2018 itu.
Amerika Serikat misalnya. Presiden Donald Trump dan para diplomat Kementerian Luar Negeri AS pada awal pekan ini mengatakan, 'semua mata tertuju pada Iran'. Duta Besar AS untuk PBB juga telah mendesak Dewan Keamanan organisasi multi-negara itu untuk segera menggelar sidang darurat.
Mengingat begitu panasnya situasi di Negeri Para Mullah, berikut sejumlah hal yang perlu diketahui -- meliputi fakta dan analisis -- terkait rangkaian demonstrasi di Iran, seperti dikutip dari ABC Australia, Kamis (4/1/2017).
1. Demografi Demonstran
Seperti pada demonstrasi pro-reformasi 2009, aksi protes yang meletus kali ini didominasi oleh kelompok masyarakat berusia muda.
Merujuk data resmi aparat yang telah menangkap sejumlah demonstran, sekitar 90 persen peserta aksi protes diketahui berusia rata-rata di bawah 25 tahun.
Saat ini di Iran, kelompok demografi usia tersebut merupakan yang paling terdampak oleh isu tingginya tingkat pengangguran dan masalah ekonomi.
Sebagian besar peserta demo juga diduga kuat berasal dari kelompok demografi pedesaan yang jauh dari kemapanan kota besar Iran. Mereka relatif miskin dan berasal dari kelas pekerja (working-class demography). Hal itu berbeda jika dibandingkan dengan demonstrasi pro-reformasi 2009 yang didominasi oleh kelompok warga menengah.
Advertisement
2. Kenaikan Harga Pangan
Seperti dikutip dari ABC Australia, faktor awal yang menyulut aksi protes adalah kenaikan harga pangan mendasar, seperti telur dan daging unggas.
Selama beberapa pekan terakhir, harga telur dan daging unggas meningkat sekitar 40 persen. Kenaikan harga disebabkan oleh wabah flu burung yang merebak di sejumlah besar peternakan di Iran, memaksa peternak menjagal jutaan unggas yang biasanya dimanfaatkan sebagai pakan manusia.
Faktor itu hanya merupakan konteks lokal dan segelintir kecil dari musabab lain yang bersifat global dan besar, yakni; sanksi ekonomi menahun dari komunitas internasional terhadap Iran yang semakin menimbulkan dampak krusial bagi kehidupan domestik warga Negeri Para Mullah.
Kebijakan ekonomi yang diambil oleh Presiden Iran Hassan Rouhani juga semakin memperburuk keadaan.
Sejak 2013, Rouhani telah melepaskan subsidi negara untuk bahan bakar, energi dan kebutuhan dasar, dan memotong bantuan tunai ke rumah tangga warga Iran -- sebuah kebijakan tak populer yang pernah diterapkan oleh presiden sebelumnya, Mahmoud Ahmadinejad.
Terkait kebijakan subsidi bahan bakar, jika keputusan itu tetap dipertahankan, maka diperkirakan, harga BBM di Iran tahun depan akan meningkat 50 persen dari tahun ini -- yang justru semakin memperkeruh masalah ekonomi Negeri Para Mullah.
3. Pengangguran dan Inflasi
Penyebab lain yang memicu demonstrasi di Iran adalah, frustrasi mendalam dan menahun para warga Iran terkait pengangguran dan inflasi yang terjadi di negaranya.
Banyak orang Iran berharap, pelonggaran sanksi internasional pada tahun 2016 -- setelah Tehran menandatangani kesepakatan nuklir dengan negara-negara Barat -- akan memberi dorongan ekonomi yang kuat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang sangat dibutuhkan.
Kembali pulihnya hasil penjualan minyak Iran di pasar dunia, serta potensi ledakan ekonomi yang menyusul, juga memicu suatu kepercayaan diri di kalangan masyarakat.
Namun, meski ekonomi di Iran mengalami peningkatan, keuntungan yang diperoleh negara justru tak mengalir ke kantung masyarakat yang membutuhkan, yakni kelompok masyarakat miskin dan para pemuda.
Parahnya, fulus itu justru banyak bersarang di kantung para mullah dan lembaga keagamaan pro-rezim.
Seperti dikutip dari ABC Australia, data menunjukkan, pengangguran di Iran telah mencapai hampir 29 persen dari total penduduk tahun ini. Bahkan di beberapa daerah, tingkat pengangguran di daerah mencapai sekitar 45 persen dari total populasi per-provinsi.
Angka inflasi juga dinilai cukup besar, sekitar 10 persen. Meski telah mengalami penurunan dari tahun sebelumnya.
Selain itu banyak sanksi internasional yang masih berlaku. Semisal, tuntutan AS dan negara-negara Barat lainnya yang terus menekan Iran untuk mengakhiri program nuklirnya dan mengakhiri sponsor atas kelompok teroris serta ekstremis, seperti Hizbullah dan milisi Syiah lainnya.
Warga Menuduh Pemerintah Korup
Misalokasi dana memicu warga menuduh pemerintah melakukan korupsi berjamaah. Itu, dan beberapa tuduhan lain menjadi akumulasi kekecewaan yang dilontarkan oleh warga yang merasa bahwa rezim saat ini tak berbuat banyak dalam berbagai isu, seperti; tak memulihkan perekonomian domestik dan tak kunjung menarik dukungan militer serta menghentikan pendanaan untuk konflik asing seperti di Yaman dan Suriah.
Alhasil, wajar jika para kelompok demonstran di Iran saat ini meneriakkan nama pemimpin rezim Negeri Para Mullah sebelum Revolusi 1979, Shah Reza Pahlavi -- yang berorientasi sekuler, westernis, kapitalis, dan pro-republik.
Advertisement
4. Dampak Demonstrasi
Menurut laporan, demonstasi bermula di Masyhad, kota terbesar kedua di Iran timur laut dan dengan cepat menyebar ke seluruh negeri, termasuk Ibu Kota Tehran.
Beberapa kota lain, yang diketahui telah terjadi pengelompokan massa aksi meliputi; ibu kota Tehran, Kermanshah, Dorud, Arak, Qazvin, Khorramabad, Karaj, Sabzevar, Sanandaj, Ilam, Ahvaz, Rasht, Tabriz dan Chabahar.
Hingga hari ini, sekitar 450 orang peserta demonstrasi telah ditangkap. Belasan peserta demo juga dilaporkan tewas. Namun, aparat pemerintah juga diketahui menjadi korban jiwa.
Di Iran tengah, sembilan orang terbunuh di Provinsi Isfahan -- enam di antaranya tewas usai menyerang sebuah kantor polisi di Qahderijan.
Empat masjid dibakar di Savad Kuh.
Di Najafabad, demonstran menembaki polisi, membunuh satu dan melukai tiga lainnya. Sementara itu, dua pemrotes ditembak mati di Izeh di barat daya Iran.
Di negara bagian barat, tiga orang terbunuh di provinsi Hamadan. Di Kermanshah, massa aksi dilaporkan membakar pos lalu lintas.
Pemblokiran Aplikasi Telegram dan Instagram
Menyusul demonstrasi yang telah terjadi sejak Kamis pekan lalu, Tehran telah memblokir akses warga terhadap media sosial Instagram dan aplikasi pesan singkat Telegram, Menurut rezim, kedua aplikasi itu kerap digunakan oleh para massa untuk mengkoordinasi aksi.
Orang-orang Iran sangat bergantung pada dua aplikasi tersebut, mengingat varian lain, seperti Twitter dan Facebook telah diblokir oleh Tehran.
Presiden Iran Hassan Rouhani sebelumnya mengatakan bahwa pemerintahannya tidak akan membatasi jaringan sosial.
Namun TV pemerintah Iran melaporkan pada hari Minggu bahwa keputusan tersebut "sejalan dengan menjaga perdamaian dan keamanan warga negara."
Amerika Serikat telah mendesak Iran untuk membebaskan situs tersebut, dan mendorong warga Iran untuk menggunakan jaringan pribadi virtual - atau VPN - untuk mengakses situs web yang diblokir.
5. Ini yang Akan Terjadi Selanjutnya?
Dengan demonstrasi dan bentrokan yang terus berlanjut, diperkirakan jika korban luka maupun tewas akan terus meningkat seiring waktu.
Beberapa massa aksi diketahui memiliki senjata api, namun mereka bukan tandingan bagi aparat keamanan Iran jika terjadi bentrokan antara kedua pihak. Dan, semakin lama demonstrasi berlanjut, makin besar pula kemungkinan pasukan keamanan Iran akan turun tangan merepresi demonstran.
Pemerintah Iran sendiri memiliki dukungan yang kuat jika mereka sewaktu-waktu bertindak represif. Seperti dikutip ABC Australia, Teheran percaya, Rusia -- sekutu terkuatnya -- akan terlibat jika gerakan demonstrasi berubah ke titik ekstrem, seperti pemberontakan bersenjata.
Iran dan Rusia sendiri telah berkolaborasi bersama untuk membantu rezim Presiden Suriah Bashar Al Assad untuk menumpas kelompok oposisi bersenjata di negara beribu kota Damaskus itu.
Jika terjadi skenario serupa di Iran, Teheran yakin akan mendapat dukungan dari kelompok milisi pro-Rusia dan Suriah di kawasan.
Harapan terbaik para pemrotes adalah keberhasilan mereka untuk membujuk pemerintah untuk mereformasi ekonomi di Negeri Para Mullah.
Presiden Iran Hassan Rouhani juga perlu memperbaiki kebijakannya yang membuat warga Negeri Para Mullah frustrasi akibat pengangguran dan standar hidup yang menurun. Strategi yang dapat dilakukan mungkin dengan mengalihkan beberapa dana pendapatan ekspor minyak untuk menciptakan lapangan kerja baru dan mengendalikan inflasi.
Pertarungan korupsi mungkin akan lebih sulit - sambil menjaga kemarahan orang-orang Iran biasa, ini juga dapat memicu reaksi balik dari tokoh-tokoh yang lebih kuat yang dilukai oleh sebuah tindakan keras.
Advertisement