Ikuti Jejak Inggris dan AS, PM Australia Usir 2 Diplomat Rusia

Pemerintah Australia telah mengumumkan pengusiran dua diplomat Rusia sebagai tanggapan atas kasus peracunan eks mata-mata di Inggris.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Mar 2018, 06:27 WIB
Diterbitkan 28 Mar 2018, 06:27 WIB
PM Australia Malcolm Turnbull
PM Australia Malcolm Turnbull (AP Photo/Rod McGuirk)

Liputan6.com, Canberra - Pemerintah Australia telah mengumumkan mengusir dua diplomat Rusia sebagai tanggapan atas peracunan mantan mata-mata Rusia, Sergei Skripal dan anak perempuannya, Yulia Skripal oleh racun saraf.

Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull dalam sebuah pernyataan mengatakan, kedua diplomat yang diusir itu merupakan agen intelijen yang tidak terdaftar statusnya. Demikian seperti dikutip dari VOA (27/3/2018).

Kedua diplomat Rusia 'terduga agen intelijen itu' diberi waktu tujuh hari untuk meninggalkan Australia.

Turnbull mengecam kasus peracunan terhadap Sergei dan Yulia Skripal. Ia menyebut kasus itu sebagai "serangan senjata kimia pertama di Eropa sejak Perang Dunia II".

Ia juga menyebut kasus itu sebagai "perilaku nekad dan disengaja" yang dilakukan oleh Rusia -- yang membahayakan keamanan global dan melanggar aturan penggunaan senjata kimia.

Di sisi lain, Rusia telah berkali-kali membantah tudingan tersebut.

Donald Trump Perintahkan Pengusiran 60 Diplomat Rusia di AS

Gedung Putih (Wikimedia Commons)
Gedung Putih (Wikimedia Commons)

Kabar pengusiran itu hanya berjarak sehari usai Amerika Serikat mengumumkan langkah serupa.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memerintahkan pengusiran terhadap 60 diplomat Rusia yang berdinas di AS.

Ke-60 diplomat itu terdiri dari 48 orang yang berdinas di Kedutaan Rusia di Washington DC dan 12 orang yang berdinas di Markas PBB di New York.

Washington menuduh Moskow sebagai dalang di balik peracunan Sergei dan Yulia Skripal.

Tak sekadar mengusir, AS juga berencana untuk menutup Konsulat Rusia di Seattle, seperti dikutip dari BBC (26/3/2018).

Langkah Washington juga diikuti oleh berbagai negara anggota Uni Eropa, meliputi Jerman, Prancis, dan Ukraina.

Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengatakan, keputusan untuk mengusir 13 diplomat Rusia dari Kiev merupakan 'sebuah bentuk solidaritas terhadap para sekutu kami, Inggris dan negara-negara trans-atlantik, serta berkoordinasi dengan Uni Eropa'.

Pekan lalu, para pemimpin Uni Eropa turut menuding bahwa Rusia bertanggung jawab atas kasus peracunan itu.

Sementara itu, pada Senin 26 Maret pagi, Latvia, Lithuania, Estonia, dan Polandia, turut memanggil Duta Besar Rusia yang berdinas di negara masing-masing -- sebuah langkah yang mungkin merupakan efek domino dari langkah AS dan beberapa anggota Uni Eropa.

Inggris merupakan negara pertama yang mengambil langkah pengusiran terhadap para diplomat Rusia.

Pengusiran itu diutarakan oleh Perdana Menteri Theresa May di Parlemen Inggris, dalam sebuah sesi yang digelar khusus untuk merespons kasus tersebut, pada Rabu 14 Maret 2018 waktu setempat, seperti dikutip dari Business Insider 14 Maret 2018.

May juga menuduh seluruh 23 diplomat tersebut sebagai 'agen inteligen yang tak terdaftar yang berdinas di Inggris'.

Sang PM juga mengatakan bahwa pemerintahannya akan membekukan aset pejabat Rusia yang 'mengancam Inggris', sambil mengatakan, "Tak ada tempat bagi uang para pejabat Rusia di Inggris."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya