Proyek Pipa Migas Senilai Rp 29 Triliun Era Najib Razak Dilaporkan ke KPK Malaysia

Menteri Keuangan Malaysia, yang mencurigai transaksi seputar proyek era Najib Razak itu, akan melaporkannya kepada MACC.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 06 Jun 2018, 15:30 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2018, 15:30 WIB
Ekspresi Najib Razak Sebelum Diperiksa Komisi Anti-Korupsi Malaysia
Ekspresi eks PM Malaysia Najib Razak saat tiba di Kantor Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) di Putrajaya, Kamis (24/5). Najib diperiksa terkait penyelidikan korupsi miliaran dolar atas dana 1Malaysia Development Berhad (1MDB). (AP Photo/Vincent Thian)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Menteri Keuangan Malaysia berencana melaporkan kontrak dua proyek pipa migas senilai sekitar 8 miliar ringgit (setara Rp 29 triliun) era pemerintahan perdana menteri Najib Razak kepada Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC).

Laporan tersebut, yang didasarkan atas tudingan tindak pencucian uang, akan menambah panjang daftar dugaan rasuah yang dilakukan oleh Najib Razak.

Rencana itu diumumkan pada Selasa, 5 Juni 2018. Di sisi lain, proyek yang disetujui pada era Najib itu, berupa pembangunan pipa minyak sepanjang 600 km di pantai selatan Malaysia dan pipa gas Trans-Sabah sepanjang 662 km di negara bagian Sabah, telah dimulai.

Menkeu Lim Guan Eng menaruh curiga pada transaksi pembayaran yang dilakukan oleh pemerintahan Najib Razak kepada firma China Petroleum Pipeline Bureau (CCPB) atas pelaksanaan proyek pipa migas tersebut.

Lim menyebut, pemerintahan Najib telah membayar uang senilai 8 miliar ringgit (setara Rp 29 triliun) kepada CCPB --atau sekitar 88 persen dari total fulus yang harus dibayarkan untuk dua proyek itu.

Padahal, saat transaksi pembayaran itu dilakukan, proyek tersebut baru berjalan kurang dari 15 persen komplit.

"Kami (Kemenkeu Malaysia) menemukan bahwa jadwal pembayaran atas proyek itu hampir sepenuhnya didasarkan pada kerangka waktu, bukan pada perkembangan penyelesaian," kata Lim seperti dikutip dari South China Morning Post, Rabu (6/6/2018).

Menkeu Malaysia itu juga mengatakan bahwa kontrak proyek itu dinegosiasikan langsung di bawah kantor PM Najib Razak, yang tak mengindahkan imbauan dari kantor Kejaksaan Agung Malaysia atas mekanisme kesepakatan proyek tersebut.

Sebagian besar uang itu diperoleh kementerian keuangan Malaysia kabinet Najib dari China EXIM Bank melalui anak perusahaan Suria Strategic Energy Resources (SSER) milik pemerintah Malaysia. Sisanya diperoleh dari sukuk, surat obligasi syariah.

Lim Guan Eng telah memerintahkan agar laporan tersebut diserahkan kepada Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC) dan otoritas China untuk membantu memeriksa apakah transaksi yang dibayarkan kepada CCPB itu merupakan skema pencucian uang dari skandal mega korupsi 1Malaysia Development Berhad atau 1MDB.

Di sisi lain, Najib Razak membantah laporan Menkeu Malaysia Lim Guan Eng. Lewat Facebook, mantan PM Malaysia itu berdalih bahwa seluruh proses pengadaan proyek itu telah sesuai hukum yang berlaku.

"Berdasarkan ingatan saya, saya yakin, semua prosedur telah dilakukan sesuai hukum...," kata Najib.

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Menkeu Malaysia Desak Najib Bertanggung Jawab

Ekspresi Najib Razak Sebelum Diperiksa Komisi Anti-Korupsi Malaysia
Mantan PM Malaysia Najib Razak tiba di Kantor Komisi Anti-Korupsi Malaysia (MACC), Putrajaya, Malaysia, Kamis (24/5). Sebelumnya, Najib juga telah diinterogasi MACC pada Selasa, 22 Mei 2018 lalu. (AP Photo/Vincent Thian)

Menteri Keuangan Malaysia Lim Guan Eng telah menjadi salah satu figur yang berambisi mengungkap dugaan keterlibatan Najib Razak dalam skandal mega korupsi 1MDB. Beberapa waktu terakhir ini, ia gencar merilis berbagai laporan yang mengindikasikan keterlibatan Najib dalam rasuah 1MDB.

Akhir Mei 2018, dalam rilis media yang berjudul "Najib Razak harus bertanggung jawab atas skandal korupsi 1MDB", Lim Guan Eng pernah memberikan rincian pembayaran dana bailout senilai 6,98 miliar ringgit Malaysia yang telah dilakukan oleh kementeriannya dengan mengatasnamakan 1MDB sejak April 2017 hingga kini.

Lim Guan Eng juga menggambarkan dana itu sebagai satu-satunya kebijakan bailout terbesar sepanjang sejarah pemerintahan Malaysia. Demikian seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin 28 Mei 2018.

Di sisi lain, Najib Razak, dalam unggahan Facebook berpendapat bahwa Lim Guan Eng telah mengutarakan kekeliruan seputar dana bailout 1MDB tersebut.

Sebagai tanggapan, Lim menjelaskan, "Pada dasarnya, Najib berpendapat bahwa 1MDB telah mengalihkan semua aset real estatnya termasuk Tun Razak Exchange (TRX) dan Bandar Malaysia ke Kementerian Keuangan seperti yang direkomendasikan oleh Komite Akun Publik (PAC)."

"Oleh karena itu, ia keliru jika mengklaim pembayaran itu ditafsirkan sebagai 'kompensasi' untuk 1MDB."

Lim Guan Eng melanjutkan dengan mengatakan bahwa pertama, pengalihan aset-aset itu bukan "transaksi jual beli".

"PAC telah menemukan bahwa 1MDB tidak memiliki sarana keuangan, atau kemampuan untuk mengembangkan, atau bahkan menjual bidang tanah properti itu," katanya.

"Oleh karenanya, Kemenkeu perlu mengambil alih proyek-proyek itu untuk memastikan kelangsungan hidup mereka."

Dia mengatakan bahwa paket properti dan bidang tanah itu awalnya telah dijual oleh pemerintah kepada 1MDB dengan harga "bargain basement" antara 2010 dan 2012.

"Mengapa Kemenkeu harus mengompensasi 1MDB hingga puluhan miliar ringgit seperti yang ditegaskan oleh Najib Razak, ketika 1MDB hampir tidak melakukan pengembangan apa pun?," ia beretorika.

TRX terikat dengan pinjaman sebesar 800 juta ringgit dengan jatuh tempo pada 2020. Sementara itu, Bandar Malaysia terikat dengan 2,4 miliar ringgit sukuk (pinjaman syariah) yang akan dibayar mulai 2021 hingga 2024, kata Lim.

Pinjaman itu tidak digunakan untuk "tujuan yang dimaksudkan, yaitu mereka tidak digunakan untuk pengembangan proyek-proyek yang seharusnya," kata Lim, merujuk laporan pada 1MDB oleh Oditur Jenderal Malaysia.

Hal itu mengindikasikan bahwa dana-dana tersebut dicurangi atau dikorupsi oleh sejumlah pihak.

"Oleh karena itu, jika ada, Kemenkeu harus mengklaim kompensasi dari 1MDB untuk juga mengasumsikan kewajiban ini, bukan sebaliknya."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya