Presiden Prancis: Eropa Akan Berurusan dengan Imigran Afrika hingga Beberapa Dekade Mendatang

Menurut Presiden Prancis Emmanuel Macron, Eropa akan berurusan dengan imigran Afrika hingga beberapa dekade mendatang.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 05 Jul 2018, 09:36 WIB
Diterbitkan 05 Jul 2018, 09:36 WIB
Emmanuel Macron
Presiden Prancis Emmanuel Macron saat berpidato di Calais, Prancis. (AFP)

Liputan6.com, Abuja - Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Uni Eropa berencana mendirikan pusat pemrosesan migran di Afrika Utara. Namun, hal itu membutuhkan dukungan dari para pemimpin negara di Benua Hitam.

Di sela-sela kunjungannya ke Nigeria, Presiden Macron mengatakan banyak negara Afrika khawatir bahwa pusat pemrosesan seperti itu akan menjadi tambahan faktor penarik bagi para migran untuk menyeberang ke Eropa.

Dikutip dari BBC pada Kamis (5/7/2018), belum ada negara Afrika yang mendukung ide pembangunan pusat pemrosesan migran tersebut. Di sisi lain, para pemimpin Uni Eropa setuju membahas lebih lanjut gagasan terkait pada KTT yang segera berlangsung awal Juli ini.

Presiden Macron mengatakan Eropa akan tetap berurusan dengan isu migrasi hingga beberapa dekade mendatang, karena apa yang disebutnya sebagai masalah mendasar pertumbuhan penduduk tidak terkendali di Benua Afrika.

Pemimpin Prancis itu telah dikritik karena mengatakan hal serupa di masa lalu, di mana beberapa pihak menuduhnya berupaya mengulang retorika kolonial.

Namun, ia membela diri dengan mengatakan bahwa Uni Eropa tidak bisa mengambil keputusan apa pun, tanpa campur tangan negara-negara Afrika.

"Ide pusat pemrosesan migran di Afrika Utara dapat terlaksana, hanya jika beberapa pemerintah Afrika memutuskan untuk (ikut) mengaturnya," katanya.

Presiden Macron mengatakan prioritas utamanya adalah untuk mencegah orang mengambil "risiko gila", dan menempatkan hidup mereka dalam bahaya untuk sampai ke Eropa, termasuk memasuki wilayah teritorial Prancis secara ilegal.

 

Simak videio pilihan berikut: 

 

 

Penanganan Terbaru Isu Migran Afrika

Israel Usir Puluhan Ribu Imigran Afrika, Aksi Protes Terus Berlanjut
Migran Afrika membawa poster dan foto rekan mereka yang tahan pemerintah Israel saat melakukan aksi di Penjara Saharonim, Israel (22/2). Ratusan imigran Afrika di pusat penahanan Holot juga telah memulai aksi mogok makan. (AFP Photo/Menahem Kahana)

Sementara itu, pada pekan lalu, para pemimpin Uni Eropa telah mencapai kesepakatan tentang penanganan terbaru isu migran Afrika, setelah melakukan negosiasi maraton di Brussels.

Langkah-langkah yang mereka sepakati termasuk di antaranya:

1. Menjajaki kemungkinan "platform disembarkasi regional", yang dirancang untuk menggagalkan kelompok penyelundup manusia, dengan terlebih dahulu memproses para migran di luar kawasan Uni Eropa.

2. Menyiapkan pusat pemrosesan migran yang aman di negara-negara Uni Eropa, meskipun belum ada negara yang secara sukarela menawarkan diri. Presiden Macron mengatakan bahwa Prancis tidak akan menjadi tuan rumah bagi ide tersebut, karena bukan menjadi negara tempat para migran dari Afrika mendarat. Namun, menurut Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte, lokasi pelaksanaan gagasan terkait bisa berada di mana saja di Uni Eropa.

3. Memperkuat kontrol perbatasan eksternal, dengan lebih banyak pendanaan untuk kerja sama dengan Turki dan negara-negara di Afrika Utara.

4. Meningkatkan investasi di Afrika untuk membantu benua itu mencapai "transformasi sosio-ekonomi", sehingga orang-orang tidak lagi ingin pergi untuk mengejar kehidupan yang lebih baik di Eropa.

Sebelumnya dalam perjalan ke Lagos, Presiden Macron mengatakan kepada pengusaha Nigeria bahwa tujuan di balik ide mendirikan pusat pemrosesan migran adalah untuk membantu kemajuan Afrika, menawarkan harapan baru untuk generasi muda, dan membujuk penduduk Eropa untuk mengakui bahwa Benua Hitam adalah bagian dari "takdir" mereka.

Sejauh ini, lebih dari 100 orang telah tenggelam dan ratusan lainnya dilaporkan hilang, setelah kapal migran karam dalam dua insiden terpisah selama seminggu terakhir, demikian menurut laporan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Ditambahkan oleh IOM, bahwa hingga akhir 2017, lebih dari 1.000 orang dilaporkan tewas dalam upaya menyeberangi Laut Mediterania, dari Afrika Utara ke Eropa.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya