Satu Ekor Ayam Seharga 14 Juta, Ini Penyebab Venezuela Mengalami Inflasi Sangat Tinggi

Venezuela tengah menghadapi inflasi sangat tinggi, di mana bahkan seekor ayam dijual dengan harga 14 juta bolivar, atau setara Rp 32.000.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 21 Agu 2018, 10:01 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2018, 10:01 WIB
Saking Tak Bernilai, Uang Venezuela Dibikin Jadi Tas
Wilmer Rojas (25) menunjukkan lembaran mata uang Bolivar di Caracas, Venezuela, 30 Januari 2018. Dengan menggunakan jarum dan benang, Rojas menyulap lembaran Bolivar menjadi dompet hingga tas. (AFP Photo/Federico Parra)

Liputan6.com, Caracas - Pemerintah Venezuela baru saja memperkenalkan reformasi ekonomi, termasuk salah satunya redenominsasi uang kertas, yakni menghapus lima nol dari setiap nomimal mata uangnya yang cepat terdepresiasi, di tengah upaya negara itu memerangi hiperinflasi.

Berbagai bank di Venezuela tutup pada Senin 20 Agustus, saat mereka bersiap untuk merilis "sovereign bolívar" baru di tengah peringatan dari para ekonom Dana Moneter Internasional (IMF), bahwa tingkat inflasi Venezuela bisa melebihi satu juta persen tahun ini

Dikutip dari The Guardian pada Selasa (21/8/2018), Venezuela tengah dilanda hiperinflasi, di mana berarti bahwa harga-harga berputar di luar kendali, yang disertai dengan jatuhnya nilai mata uang. Akibatnya, masyarakat pun terpaksa harus membawa "segepok uang" untuk membeli kebutuhan sehari-hari.

Bahkan, karena inflasi yang tinggi, harga kebutuhan sehari-hari pun meningkat tajam di Venezuela, menyesuaikan dengan jatuhnya nilai mata uang bolivar di tingkat pemakaian lokal. Sebagai contoh, saat ini, satu sekor daging ayam seberat sekitar 2,4 kilogram dijual dengan harga 14 juta bolivar, atau jika dikonversikan ke dalam rupiah, setara dengan Rp 32.000 per ekor.

Secara teori, harga harus selalu berfluktuasi tergantung pada penawaran dan permintaan. Inflasi adalah istilah untuk kenaikan harga, sementara deflasi menggambarkan harga yang jatuh. Hiperinflasi terjadi ketika harga naik begitu liar, sehingga membuat konsep inflasi tidak masuk akal.

Masalahnya muncul ketika pasokan uang kertas dalam ekonomi melebihi permintaan barang dan jasa, menyebabkan nilai mata uang jatuh. Ini terjadi ketika pemerintah menciptakan uang baru untuk membiayai pengeluaran di atas pendapatan mereka dari pajak, dan ini tengah terjadi di Venezuela.

Hiperinflasi pada dasarnya menghancurkan daya beli dan mendorong penumpukan barang, karena masyarakat dan kalangan bisnis mengantisipasi kenaikan harga lebih lanjut.

Kurangnya kepastian harga menghapus insentif bagi pembeli dan penjual. Surat kabar The Times melaporkan bahwa pemilik restoran di Venezuela tidak lagi memiliki menu dengan harga tercetak, sementara supermarket juga telah menghapus harga dari rak. Banyak orang menggunakan kartu untuk membeli barang daripada uang tunai.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

 

Hiperinflasi Bisa Terjadi di Mana Saja

Tolak Keputusan MA, Rakyat Venezuela Turun ke Jalan
Warga Venezuela turun ke jalan memprotes keputusan Mahkamah Agung yang mencabut kekuasaan dari Majelis Nasional, di Caracas, Venezuela, Sabtu (1/4). (AP Photo / Fernando Llano)

Hiperinflasi menghilangkan kepastian bahwa gaji akan cukup untuk memenuhi persyaratan hidup, karena harga naik untuk mengikis nilai upah. Orang-orang dapat dipaksa untuk mengumpulkan upah mereka dalam koper.

Sadar akan masalah ini, beberapa perusahaan Venezuela telah mulai menawarkan paket kompensasi yang tidak biasa, seperti bonus yang dibayarkan dalam bentuk telur. Mata uang asing, mempertahankan stabilitasnya, juga bisa digunakan.

Mata uang denominasi yang lebih rendah menjadi tidak berharga. Selama beberapa dekade, inflasi memiliki kekuatan untuk membuat beberapa catatan denominasi rendah dan koin tidak relevan, seperti koin 1 penny dan 2 penny di Inggris, di mana pemerintah telah mempertimbangkan untuk membuangnya. Hiperinflasi mempercepat kemajuan ini ke tingkat yang tidak berkelanjutan.

Sering ada kekurangan uang tunai dan antrean panjang di bank dan mesin uang tunai, karena orang membutuhkan lebih banyak uang untuk melakukan pembayaran.

Meskipun dianggap langka oleh para ekonom, ada beberapa kejadian negara yang dicengkeram oleh hiperinflasi dalam sejarah baru-baru ini.

Weimar Jerman pada 1920 silam adalah contoh yang paling terkenal. Hungaria setelah perang dunia kedua memiliki tingkat inflasi paling ekstrem yang pernah tercatat, sekitar 41.900 miliar persen.

Rusia mengalami hiperinflasi setelah runtuhnya Uni Soviet, sementara Zimbabwe adalah salah satu contoh yang lebih baru, dengan inflasi sangat tinggi, sehingga meninggalkan mata uang domestiknya pada 2009, lalu berganti menggunakan dolar AS.

Pada akhirnya, sebagaimana menurut penjelasan ekonom Richard Partington, pemerintah Venezuela harus memulihkan stabilitas melalui reformasi ekonomi dan komitmen untuk mengurangi jumlah uang beredar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya