Liputan6.com, New York - Pasukan yang loyal kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad terbukti menembakkan senjata kimia terlarang di daerah kantung pemberontak Suriah di berbagai provinsi setidaknya tiga kali pada 2018, demikian menurut laporan terbaru penyelidik PBB.
Sehingga, jumlah total serangan senjata kimia yang dapat dikonfirmasi menjadi lebih dari 30 insiden, terhitung sejak pecahnya perang saudara Suriah pada tujuh tahun lalu, lanjut laporan tersebut, seperti dikutip dari surat kabar Inggris The Independent, Kamis (13/9/2018).
Dalam satu insiden, helikopter pemerintah menembakkan dua barel bom kimia di sebuah Distrik Saraqeb pada Februari 2018, sebuah kota di Provinsi Idlib yang dikuasai pemberontak -- yang sekarang berada di tengah serangan baru yang dilancarkan pemerintah.
Advertisement
Amunisi itu mengeluarkan bau aneh, kata laporan komisi independen yang diselenggarakan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB untuk menyelidiki pelanggaran HAM dan kerugian yang diderita dalam perang Suriah.
Baca Juga
"Korban menggambarkan gejala yang konsisten dengan penggunaan klorin, seperti sesak napas, tenggorokan terbakar, batuk, pupil membesar dan nyeri dada, dan juga mengingatkan bau yang mirip dengan deterjen rumah tangga," kata laporan itu.
Laporan setebal 24-halaman itu mencakup periode Januari hingga Juli 2018. Kesimpulannya didasarkan pada 402 wawancara, serta citra satelit, foto, video, dan catatan medis, bersama dengan konsultasi dengan organisasi kemanusiaan dan pejabat pemerintah.
Pada 22 Januari dan 1 Februari, zat kimia kaporit yang dimuat ke roket menghantam distrik Ghouta timur di pinggiran timur Damaskus. Para penyelidik PBB mengatakan, rudal yang digunakan dalam serangan itu "hanya digunakan oleh pasukan pemerintah Suriah" atau milisi sekutunya.
"Secara khusus, amunisi yang didokumentasikan dibuat di sekitar kompleks industri yang membuat roket artileri Iran yang diketahui telah dipasok ke pasukan Suriah," kata laporan itu.
Meskipun ada klaim oleh beberapa pejabat negara Barat bahwa perang di Suriah telah mereda, laporan itu juga menggambarkan pertempuran yang sangat ganas tahun ini dan membuat satu juta orang mengungsi.
Laporan itu mengatakan bahwa 5,5 juta warga Suriah telah melarikan diri dari negara itu, dan 6,5 juta orang mengungsi di dalam negeri.
"Ini benar-benar tidak dapat dimaafkan bahwa tidak ada pihak dalam konflik ini yang mematuhi kewajiban mereka terhadap warga sipil yang terlantar akibat operasi militer mereka," kata Pinheiro, ahli hukum Brasil yang memimpin komisi investigasi.
Laporan itu juga mengarahkan kecaman ke Turki, yang melancarkan operasi militer di Provinsi Afrin, yang dikuasai Kurdi, karena menimbulkan korban sipil dan menggusur ribuan orang.
Komisi itu menuduh pemberontak anti-Assad, termasuk beberapa yang berhaluan ekstremis, melakukan pelanggaran di wilayah kendali mereka dan serangan membabi buta terhadap warga sipil yang berbeda kubu.
Laporan itu juga mengkritik rezim Presiden Suriah Bashar al-Assad, yang secara terang-terangan dituduh melakukan pelanggaran hukum internasional.
"Komisi itu menemukan bahwa pasukan pro-pemerintah melakukan kejahatan perang dengan sengaja menyerang objek-objek yang dilindungi, dengan sengaja menyerang personel medis dan menggunakan senjata terlarang," kata laporan itu.
"Pada empat kesempatan, pasukan pro-pemerintah tidak mengarahkan serangan pada objek militer tertentu, namun meluncurkan serangan membabi buta di area sipil."
Â
Simak video pilihan berikut:
Dapat Mempertegang Situasi?
Temuan penggunaan senjata kimia terjadi ketika pasukan pemerintah Suriah yang didukung milisi Iran, dan militer Rusia, tengah menyiapkan serangan habis-habisan melawan daerah kantung pemberontak Suriah terakhir di Provinsi Idlib.
"Komisi Penyelidikan Dewan HAM PBB menuntut agar semua pihak dalam konflik dan negara-negara yang mendukung mereka, melakukan segala daya untuk mencegah pembantaian di Idlib," kata penyelidik kejahatan perang dalam pernyataan yang dibacakan oleh ketua panel Paulo Pinheiro pada konferensi pers.
Laporan itu datang pada waktu yang sensitif secara diplomatis, karena, Amerika Serikat, Prancis, dan negara-negara lain telah memperingatkan Suriah dan para pendukungnya untuk tidak menggunakan senjata kimia dalam serangan Idlib.
Di sisi lain, Rusia telah berulang kali memperingatkan bahwa pemberontak Suriah sedang bersiap menyerang diri mereka dengan senjata kimia untuk memicu serangan udara oleh negara Barat.
Mengutip penduduk yang tidak disebutkan namanya, Kementerian Pertahanan Rusia mengklaim bahwa kru film dari saluran televisi "Timur Tengah" tiba untuk memfilmkan adegan "manipulasi" orang-orang yang menderita serangan senjata kimia.
Namun laporan PBB mengatakan setidaknya dua insiden yang terjadi di Suriah "mengikuti pola yang sebelumnya terdokumentasi oleh komisi mengenai penggunaan senjata kimia oleh pasukan pemerintah dan secara konsisten diawasi sejak April 2014."
Advertisement