Puerto Rico: Kami Bagian dari Amerika Serikat, tapi Kurang Diperhatikan

Pemerintah Puerto Rico mengkritik Amerika Serikat karena memperlakukan mereka sebagai 'masyarakat kelas dua', ini alasannya.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 16 Sep 2018, 14:04 WIB
Diterbitkan 16 Sep 2018, 14:04 WIB
Badai Maria terjang Puerto Rico (AFP)
Badai Maria terjang Puerto Rico (AFP)

Liputan6.com, San Juan - Gubernur Puerto Rico Ricardo Rosselló berargumen pada Sabtu, 15 September, bahwa penduduk pulau yang berada di bawah pemerintahan Amerika Serikat (AS) itu diperlakukan seperti "warga kelas dua".

Selain meminta lebih banyak sumber daya untuk pembangunan kembali usai kerusakan akibat badai Maria, Gubernur Rosselló menegaskan, "Kita perlu menyelesaikan masalah kolonialisme abad kuno di Puerto Rico."

Dikutip dari CNN pada Minggu (16/9/2018), Gubernur Rosselló, anggota Partai Progresif Baru, yang mendesak pembentukan negara bagian Puerto Rico, mengatakan bahwa semua anggota parlemen AS harus dapat menjawab pertanyaan,"Apakah Anda mendukung gagasan Amerika Serikat sebagai pembawa standar demokrasi? Haruskah lebih dari 3 juta warganya kehilangan hak suara dan perwakilan di Washington?"

Sebagai bagian dari Negeri Paman Sam, hingga kini Puerto Rico tidak memiliki status kenegaraan, meskipun penduduknya adalah warga negara AS.

Selain itu, posisinya yang bukan sebagai negara bagain, membuat Puerto Rico tidak dapat memilih presiden dalam pemilihan umum AS. Wilayah ini hanya memiliki hak berupa delegasi non-voting di Kongres, yang disebut seorang komisaris penduduk.

Di luar tuntutan pengakuan hak kesetaraan bagi Puerto Rico, Gubernnur Rosselló juga terus memperjuangkan jumlah hampir 3.000 korban tewas akibat Badai Maria, suatu bukti yang tidak sepenuhnya diyakini oleh pemerintahan Presiden Donald Trump.

Menunrut Gubernur Rosselló, jumlah korban yang diyakininya merupakan hasil pendataan gabungan dari otoritas setempat, relawan global, dan beberapa peneliti terkait.

"Saya menolak anggapan bahwa ini (3.000 korban tewas) adalah konspirasi atau tidak benar. Ini adalah perkiraan paling akurat secara ilmiah yang kita miliki di sini, di Puerto Rico," tegas Gubernur Rosselló.

Badai Maria menghantam Puerto Rico dan Republik Dominika pada September 2017. Badai ini disebut-sebut sebagai bencana terburuk yang pernah menghantam daerah di Perairan Karibia itu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Kontroversi Donald Trump Terkait Badai Maria

Donald Trump Kunjungi Puerto Rico
Presiden AS Donald Trump dan ibu negara Melania Trump setibanya di Luis Muniz Air National Guard Base, Puerto Rico, Selasa (3/10). Trump datang untuk melihat langsung kehancuran akibat terjangan badai Maria di Puerto Rico dua pekan lalu. (AP/Evan Vucci)

Presiden Amerika Serikat Donald Trump sempat berulah tentang jumlah korban tewas akibat badai Maria di Puerto Rico. Dalam salah satu twitnya di Twitter, ia menyatakan bahwa jumlah korban tewas karena badai Maria yang melanda Puerto Rico 2017 lalu hanya "puluhan".

Faktanya, berdasarkan data ilmiah yang dimiliki oleh pemerintah Puerto Rico, korban tewas mencapai hampir 3.000 orang.

"Ketika saya meninggalkan pulau itu (Puerto Rico), setelah badai melanda, yang tewas sekitar 6 sampai 18 orang. Setelahnya, jumlah korban tidak naik banyak…," tulis Trump pada Kamis, 13 September 2018, lewat akun resminya @realDonaldTrump.

Selain itu, presiden nyentrik tersebut juga menuliskan ketidaksenangannya karena data korban jiwa disebut mencapai 3.000 orang. "Ini dilakukan orang-orang Demokrat, supaya saya tetap terlihat jelek, padahal sudah sukses mengumpulkan miliaran dolar untuk membangun kembali Puerto Rico," tegasnya.

"Jika ada yang meninggal, misalnya karena sudah tua, mereka tetap dimasukkan ke daftar korban karena badai. Cara berpolitik yang jelek," lanjut Donald Trump melalui media sosialnya.

Kicauan Donald Trump itu disampaikan jelang badai Florence melanda sejumlah negara bagian di Pantai Timur Amerika, pada akhir pekan ini.

Dalam kicauannya pada Rabu, 12 September, orang nomor satu di Negeri Paman Sam itu juga menyebut bahwa ia telah bekerja dengan sangat baik ketika menghadapi badai Maria, meski kurang diapresiasi.

"Padahal, sumber listrik sangat jelek dan Wali Kota San Juan (ibu kota Puerto Rico) benar-benar tidak kompeten," sindirnya.

Terkait Badai Maria, Presiden Donald Trump juga dikritik karena baru berkunjung ke Puerto Rico pada 3 Oktober 2017, sekitar dua minggu pasca-badai menerjang.

Wilayah persemakmuran AS itu nyaris lumpuh, listrik padam, air bersih sulit ditemukan dan berbagai bangunan luluh-lantak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya