Abdullah Abdullah: RI Punya Posisi Baik Jadi Pendamai Afghanistan dengan Taliban

Pemimpin Eksekutif Afghanistan minta Indonesia terus menjadi juru damai antara Afghanistan dengan Taliban.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 10 Okt 2018, 07:31 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2018, 07:31 WIB
Kepala Eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah (Wali Yadien / Liputan6.com)
Kepala Eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah (Wali Yadien / Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Lima bulan usai Bogor menjadi tuan rumah bagi konferensi ulama dan cendekiawan dari Afghanistan-Pakistan-Indonesia yang membahas perdamaian serta stabilitas di Afghanistan, salah satu pemimpin Afghanistan meminta agar RI menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut.

Permintaan itu disampaikan Pemimpin Eksekutif Afghanistan, Abdullah Abdullah, usai dirinya melakukan kunjungan kehormatan ke Jakarta pada 4 Oktober 2018.

Abdullah bertemu dan membahas hubungan bilateral dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Pertemuan itu pun berlangsung hampir lima bulan usai konferensi ulama trilateral Afghanistan-Pakistan-Indonesia di Bogor pada 11 Mei 2018.

Mengomentari hasil pertemuannya dengan para pemimpin Indonesia, Abdullah menggarisbawahi peran Tanah Air dalam mengupayakan perdamaian di Afghanistan --negara yang tengah berkonflik dengan kelompok Taliban dan beberapa organisasi teroris selama dekade terakhir.

"Indonesia telah lama membantu untuk mempromosikan perdamaian di Afghanistan ... dan negara Anda berada di posisi yang baik untuk mengupayakan hal tersebut," kata Abdullah dalam wawancara khusus dengan Liputan6.com, Jumat 5 Oktober 2018.

"Indonesia juga punya reputasi dan kredibilitas yang baik di Afghanistan, yang dibangun lewat sejarah hubungan yang baik pula antara kedua bangsa."

"Peran Indonesia terhadap Afghanistan juga berbeda dengan apa yang dilakukan oleh negara Barat. Karena, Indonesia lebih mementingkan perdamaian dan stabilitas di Afghanistan, kawasan dan global," tambahnya.

Pria yang menduduki jabatan sepantar perdana menteri itu juga mengatakan bahwa pemimpin kedua negara telah meningkatkan kapasitas hubungan Indonesia-Afghanistan lewat sejumlah kunjungan tingkat tinggi. Seperti misalnya, lawatan Presiden Ashraf Ghani ke Jakarta pada 2017, lawatan Presiden Jokowi ke Kabul pada 2018, kunjungan Wapres JK ke Kabul pada tahun yang sama, serta, lawatan menteri masing-masing negara.

Di mata Abdullah, rangkaian pertemuan yang terlaksana selama dua tahun terakhir itu, meningkatkan posisi Indonesia sebagai pihak yang patut diperhitungkan pada upaya perdamaian Afghanistan dengan Taliban di dalam negeri. Termasuk, perdamaian Afghanistan dengan negara tetangga, yakni Pakistan.

Penutupan Konferensi Ulama Afghanistan-Indonesia-Palestina di Istana Bogor, Jumat (11/5) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Salah satu bukti adalah terselenggaranya konferensi ulama trilateral Afghanistan-Pakistan-Indonesia di Bogor pada 11 Mei 2018.

Awalnya, konferensi itu digagas oleh Presiden Jokowi kala melakukan kunjungan kenegaraan dan bertemu dengan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani di Kabul pada Januari 2018. Kemudian, Wakil Presiden JK menindaklanjuti gagasan tersebut saat mengunjungi Afghanistan pada Februari 2018 untuk menghadiri Kabul Peace Process yang diinisiasi oleh Presiden Ghani.

Pakistan, yang kerap dituduh komunitas internasional sebagai sekutu Taliban, turut menyambut dan mendukung inisiatif Indonesia menggelar konferensi trilateral tersebut.

Abdullah pun, mengapresiasinya. Ia mengatakan bahwa gagasan tersebut merupakan "kontribusi yang baik bagi perdamaian di Afghanistan." Namun baginya, tak cukup sampai di situ.

Abdullah: Perlu Ada Tindak Lanjut dari Indonesia

Konferensi ulama trilateral Afghanistan-Pakistan-Indonesia di Bogor pada 11 Mei 2018 memang melahirkan sebuah deklarasi bernama Bogor Ulema Declaration for Peace, yang secara garis besar menyepakati untuk mempromosikan perdamaian, stabilitas, dan persatuan, menyerukan penghentian kekerasan, ekstremisme, dan terorisme, serta menyegerakan rekonsiliasi antara semua pihak yang terlibat dalam konflik menahun di Afghanistan.

Suasana pembukaan Konferensi Ulama Afghanistan-Indonesia-Pakistan di Istana Bogor, Jumat (11/5) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Tapi, deklarasi yang bersifat tak mengikat itu pun seolah gamang, dengan masing-masing negara tampaknya belum mengutarakan kembali kelanjutan dari Bogor Ulema Declaration for Peace. Padahal, pada sesi penutupan konferensi, Wapres JK mengatakan, "Teknisnya nanti akan dibicarakan."

Sementara itu, Taliban terus melancarkan militansinya di Afghanistan. Terbaru, kelompok itu dikabarkan melakukan bentrokan bersenjata dengan aparat keamanan Afghanistan di Provinsi Wardak, Afghanistan Tengah, pada Minggu 7 Oktober 2018. Sedikitnya 10 polisi Afghanistan tewas dalam kisruh tersebut.

Taliban juga dikabarkan terus melakukan serangan sporadis lain di propinsi penting secara strategis, seperti, Wardak dan Ghazni di dekatnya, itu menunjukkan kekuatan Taliban, menggarisbawahi betapa masih rawan keamanan di Afghanistan dua pekan sebelum Pemilu Parlemen 2018, serta lima bulan jelang Pilpres Afghanistan April 2019.

Oleh karenanya, Abdullah mengatakan, "Perlu ada sebuah tindak lanjut dari Indonesia terhadap pertemuan trilateral yang dilaksanakan beberapa waktu lalu."

"Saya menyampaikan kepada pemimpin Indonesia agar agar ada kelompok kerja kecil yang bisa membahas kelanjutan itu. Dan kita bisa saling berkontak dengan ulama di Indonesia-Pakistan-Afghanistan."

"Atau juga, kita bisa melakukan pertemuan trilateral edisi kedua. Kita perlu melakukannya pada waktu yang tepat bagi ketiga negara. Tapi sebelum mencapai ke sana, kita perlu terus berkontak agar pertemuan itu bisa terlaksana," kata pemimpin eksekutif Afghanistan itu.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Simak video pilihan berikut:

 

Perlu Proses Lama

Pasukan Taliban
Pasukan Taliban (AP)

Pada Maret 2018, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani telah menawarkan Taliban untuk melakukan dialog damai dengan pemerintahannya tanpa prasyarat apapun -- sebuah inisiatif positif teranyar dari Kabul sejak negara itu dilanda perang saudara dan gejolak terorisme sepanjang 16 tahun terakhir.

Ghani juga menawarkan sejumlah skema perdamaian antara pemerintah Afghanistan dengan Taliban, meliputi; gencatan senjata, pertukaran tahanan dari kedua belah pihak, dan mendorong Taliban untuk mengakui pemerintahan dan hukum yang berlaku di Afghanistan.

Skema itu juga mencakup tentang kemungkinan dihapusnya nama Taliban dari daftar hitam domestik dan komunitas internasional, serta potensi pengakuan kelompok itu sebagai sebuah organisasi politik resmi yang berkantor dan berkedudukan di Kabul atau wilayah lain di Afghanistan.

"Taliban (juga) diharapkan mampu memberikan masukan pada seluruh proses perdamaian, yang merupakan tujuan keikutsertaan mereka sebagai organisasi dalam dialog damai ini," kata Ghani di hadapan perwakilan 25 negara dan organisasi internasional dalam Kabul Peace Process Maret 2018.

Terlepas dari seluruh perkembangan itu, beberapa pekan lalu, Taliban sendiri telah mengumumkan Al Khandaq atau Spring Offensive -- gerakan militansi yang rutin dilaksanakan kelompok itu pada Musim Semi setiap tahun -- pada Rabu, 25 April 2018.

Menyusul pengumuman itu, beberapa insiden bom bunuh diri masih tetap terjadi di Afghanistan, sampai bulan ini.

Kendati demikian, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla, usai menutup konferensi ulama trilateral Afghanistan-Pakistan-Indonesia di Bogor pada 11 Mei 2018 lalu, tetap optimis dengan segala upaya perdamaian yang ada, termasuk yang sedang dilakukan oleh Indonesia.

"Butuh waktu untuk mencapai perdamaian itu. Negara yang berkonflik itu perlu duduk membicarakan pelaksanaan perdamaian."

"Sekarang tinggal bagaimana Afghanistan, Taliban, Pakistan, dan Indonesia mendorong proses itu." ujar JK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya