Kemlu RI: Kode Etik tentang Laut China Selatan Akan Rampung pada 2019

Pejabat Kemlu RI optimis, pembicaraan awal tentang kode etik di Laut China Selatan dapat diselesaikan pada 2019.

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Nov 2018, 10:31 WIB
Diterbitkan 16 Nov 2018, 10:31 WIB
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)
(ilustrasi) Kapal perang di Laut China Selatan (Intelligence Specialist 1st Class John J Torres)

Liputan6.com, Singapura - Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN, Kementerian Luar Negeri RI, Jose Tavares optimis, pembicaraan awal tentang kode etik di Laut China Selatan atau Code of Conduct on South China Sea dapat diselesaikan pada 2019.

Hal itu disampaikan Tavares dalam KTT ke-33 ASEAN. Kepala negara anggota organisasi itu mengadakan pertemuan dengan negara Mitra ASEAN, yakni China, untuk membahas sejumlah isu strategis bagi Beijing dan kawasan Asia Tenggara --termasuk salah satunya, isu Laut China Selatan.

"Negara-negara anggota ASEAN telah menyepakati teks negosiasi tunggal untuk Laut China Selatan dan saat ini sedang dalam proses membaca pertama dari dokumen teks negosiasi tunggal itu," ujar Jose Tavares di Singapura, kala mendampingi rombongan delegasi Indonesia yang dipimpin Presiden RI Joko Widodo dalam KTT ke-33 ASEAN.

Kesepakatan teks negosiasi tunggal itu menunjukkan bahwa negara-negara anggota ASEAN memiliki pandangan yang sama.

"Sehingga akan mempermudah proses negosiasi kepada China. Kami percaya bahwa proses negosiasi akan berjalan dengan lancar," ujar Jose Tavares seperti dikutip dari Antara, Kamis (15/11/2018).

Rincian dalam rancangan negosiasi tunggal untuk Laut China Selatan itu sedang diselesaikan dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-33 dan Pertemuan Terkait di Singapura, kata Tavares.

Tiongkok dan 10 negara anggota ASEAN selama bertahun-tahun berusaha menyusun kode etik untuk mengatur perselisihan di Laut China Selatan. Namun proses menyamakan konsep dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan berjalan lambat.

"Negara-negara anggota ASEAN dan China sebelumnya masing-masing memiliki dokumen Code of Conduct. Sehingga mereka memiliki pandangan yang berbeda satu sama lainnya," ujar pejabat Kemlu RI itu.

 

Simak video pilihan berikut:

Sekilas Kode Etik tentang Laut China Selatan

Garis demarkasi semu the nine dash line di Laut China Selatan (sumber: CIA / UNCLOS)
Garis demarkasi semu the nine dash line di Laut China Selatan (sumber: CIA / UNCLOS)

Dalam sesi pleno leaders ASEAN - China Summit (sebagai bagian dari rangkaian acara KTT ASEAN 2017) pada 13 November, para pemimpin negara anggota mengumumkan permulaan negosiasi awal mengenai Kode Etik Laut China Selatan atau Code of Conduct on South China Sea.

Jika berhasil dirumuskan dan disepakati, 'aturan main' itu diharapkan mampu meletakkan peraturan dan pedoman yang mengikat secara hukum yang bertujuan untuk mencegah konfrontasi bersenjata di antara negara-negara yang mengajukan klaim atas Laut Cina Selatan.

Negara yang terlibat langsung dalam isu itu meliputi China, serta empat negara ASEAN seperti Filipina, Vietnam, Malaysia dan Brunei Darussalam.

"ASEAN percaya Code of Conduct itu masih jadi salah satu solusi penting. Diciptakan bersama untuk kesepakatan 'tidak boleh begini dan begitu' di Laut China Selatan. Buat kita itu sangat penting, juga buat ASEAN dan yang bersangkutan dengan kawasan tersebut," kata Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK) Kemlu RI Siswo Pramono pada akhir 2017 lalu.

Tahun lalu, Siswo juga mengatakan bahwa pembahasan 'aturan main' tersebut masih memiliki banyak kendala karena, 'masing-masing negara (yang terlibat dalam sengketa Laut China Selatan) punya kepentingan nasional yang berbeda-beda.'

"Tapi semua bisa dinegosiasikan dan dibicarakan secara politik," tambahnya.

Sebagai organisasi multilateral yang juga menjalin kemitraan dengan negara lintas kawasan, Siswo menilai ASEAN dan berbagai forum dialog-nya, memiliki wadah yang efektif untuk dialog atas isu tersebut.

"ASEAN sudah menghasilkan saling ketergantungan ekonomi di kawasan. China tergantung dengan tetangga disekitarnya, beberapa di antaranya adalah ASEAN. Indonesia juga. Ketergantungan itu yang akhirnya membuat berbagai pihak untuk menghindari saling gebuk-gebukan atas isu Laut China Selatan," tambah Siswo.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya