Lagi, Seorang WNI yang Disandera Abu Sayyaf di Filipina Akhirnya Dibebaskan

Samsul Sanguni, nelayan WNI yang disandera Abu Sayyaf, akhirnya dibebaskan. Kini masih berada di Filipina untuk pemeriksaan kesehatan.

oleh Afra Augesti diperbarui 16 Jan 2019, 12:36 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2019, 12:36 WIB
Saat 'Elegi untuk TKI' Jadi Diskusi
Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu, Lalu Muhammad Iqbal dalam diskusi 'Elegi untuk TKI' di Jakarta, Sabtu (18/4/2015). Diskusi tersebut membahas tentang ribuan TKI yang tengah terjerat masalah hukum di luar negeri. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Manila - Seorang nelayan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi sandera Abu Sayyaf, Samsul Saguni, dilaporkan telah dibebaskan dari sekapan kelompok separatis yang berbasis di sekitar kepulauan selatan Filipina itu.

Menurut keterangan dari Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Indonesia, Lalu Muhammad Iqbal, Samsul dilepaskan pada Selasa, 15 Januari 2019, sekitar pukul 15.35 waktu setempat.

"Samsul Saguni saat ini masih berada di Pangkalan Militer Westmincom di Jolo, Filipina Selatan, guna pemeriksaan kesehatan dan menunggu diterbangkan ke Zamboanga City," tutur Iqbal saaat dihubungi Liputan6.com pada Rabu (16/1/2019).

Setelah diserahterimakan secara resmi kepada KBRI Manila, Samsul akan diproses pemulangannya ke Indonesia. Meski demikian, waktu pengembalian korban ke Tanah Air belum bisa dipastikan.

"Tergantung kondisi di Filipina," ujar Iqbal.

Samsul Saguni diculik pada 11 September 2018 di perairan pulau Gaya, Semporna, Sabah. 

Seorang WNI lainnya atas nama Usman Yunus, yang diculik oleh Abu Sayyaf bersamaan dengan Samsul, telah lebih dahulu bebas pada tanggal 7 Desember 2018.

Sebelumnya, keduanya disekap bersama dengan tiga korban penculikan lainnya --seorang warga negara Malaysia dan dua orang WNI-- di perairan Kinabatangan, dekat dengan Pulau Tawi Tawi di Filipina, ketika menangkap ikan di wilayah ini.

Menurut media Filipina, sebagian besar negosiasi untuk para sandera dilakukan secara langsung dengan keluarga atau pemilik kapal.

Selain itu, kelompok Abu Sayyaf juga dikabarkan telah menuntut 500,000 peso (sekitar Rp 371,8 juta) kepada pemerintah Indonesia untuk pembebasan Usman dan Samsul. Namun, tidak ada konfirmasi dari pihak Kemlu terkait proses negosiasi dengan grup kriminal itu.

"Penyandera di Filipina selatan selalu motifnya ekonomi. Jadi pasti ada tuntutan tebusan. Tapi pemerintah tidak mungkin memenuhi itu, karena proses pembebasan selalu memakan waktu. Ada yang sampai 2 tahun, baru bisa," ucap Iqbal.

Sejak tahun 2016, sebanyak 36 WNI disandera di Filipina selatan, 34 di antaranya sudah bebas dan 2 WNI lainnya masih dalam upaya pembebasan.

Seluruh korban penculikan diyakini ditahan di dalam genggaman Hatib Sawadjan dan komandannya Indang Susukan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Satu WNI Korban Sandera Abu Sayyaf Sudah Bebas

Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)
Gedung Pancasila dan Ilustrasi Bendera Indonesia (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Sebelumnya, Wakil Menteri Luar Negeri, atas nama Pemerintah Indonesia, telah menyerahterimakan WNI anak buah kapal (WNI/ABK) ikan korban penyanderaan kelompok bersenjata di Filipina Selatan atas nama Usman Yunus kepada istri dan perwakilan keluarga pada 13 Desember 2018.

"Wakil Menteri Luar Negeri dalam sambutannya mengucap syukur atas bebasnya Usman Yunus yang telah disandera di Filipina Selatan selama 2 bulan 26 hari sejak 11 September 2018," demikian seperti dikutip dari Kemlu.go.id, Minggu 16 Desember 2018.

Lebih lanjut, Wakil Menteri Luar Negeri menegaskan bahwa keberhasilan pembebasan sandera Usman merupakan buah kerja keras Pemerintah dan dukungan seluruh masyarakat Indonesia. Serta, dilakukan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Filipina.

Pihak keluarga yang diwakili oleh Julianti, istri korban menyampaikan terima kasih dan penghargaan atas kerja keras Pemerintah Indonesia dalam membebaskan suaminya.

Serah terima Usman Yunus dari Pemerintah Filipina kepada Pemerintah Indonesia telah diwakili oleh Duta Besar RI untuk Filipina pada tanggal 10 Desember 2018 di Manila, Filipina.

Usman Yunus bersama dengan 1 (satu) orang WNI/ABK lainnya telah diculik dan disandera oleh kelompok bersenjata di perairan dekat Pulau Gaya, Samporna, Sabah, Malaysia pada 11 September 2018. 

Namun, mengomentari dugaan tersebut, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal, dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jakarta, Rabu 19 September 2018 mengatakan:

"Apakah pelaku kelompok Abu Sayyaf? Kita masih terus melakukan pendalaman."

"Sejak Isnilon Hapilon (bos Abu Sayyaf) tewas, Abu Sayyaf telah terpecah menjadi puluhan hingga ratusan sub-kelompok dan sempalan yang tersebar di Filipina selatan. Bahkan ada juga beberapa kelompok kecil yang baru muncul yang kemudian mengatasnamakan diri mereka sebagai afiliasi Abu Sayyaf."

"Jadi, ketika media menyebut bahwa pelaku kasus penculikan adalah Abu Sayyaf, ya, karena memang kelompok itulah yang dikenal merambah di Filipina selatan."

"Di sisi lain, para kelompok kriminal di Filipina selatan telah memandang nama Abu Sayyaf sebagai sebuah brand, sebuah trademark. Semua penculik kemudian mengambil nama Abu Sayyaf dalam melakukan aksinya."

Upaya pembebasan WNI/ABK yang menjadi sandera Abu Sayyaf msih terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengharapkan dukungan dari semua pihak agar upaya ini dapat segera membuahkan hasil.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya