Liputan6.com, Moskow - Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe dan Presiden Rusia Vladimir Putin bertemu di Moskow pada Selasa 22 Januari 2019, untuk membicarakan sengketa Kepulauan Kuril.Â
Upaya ini merupakan pertemuan ke-25 antara kedua pemimpin negara sejak terakhir kali terjadi pada 2013 lalu, demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Selasa (22/1/2019).
Hal itu menjadi bukti adanya usaha yang serius untuk mengakhiri permasalahan bilateral yang tak kunjung berakhir sejak Perang Dunia II.
Advertisement
Baca Juga
Jepang mengklaim bahwa Uni Soviet telah menyita empat pulau yang terletak di antara Laut Okhotsk dan Samudra Pasifik pada hari-hari terakhir Perang Dunia II. Tokyo menyebutnya sebagai Teritori Bagian Utara.
Penolakan Jepang untuk mengakui kedaulatan Rusia di wilayah tersebut menjadi penghalang hubungan kedua negara selama lebih dari tujuh dekade.
Beberapa waktu lalu, Abe mengirim pesan Tahun Baru kepada Rusia, di mana secara implisit ia berharap adanya perubahan status quo atas kepulauan Kuril, yang diklaim sebagai teritori Jepang.
Di lain sisi, pada pekan lalu Sergei Lavror, Menteri Luar Negeri Rusia meminta Jepang untuk berhenti menyebut empat pulau tersebut sebagai "Teritori Bagian Utara" dalam perundangan negara. Ia menambahkan bahwa keberadaan aliansi militer antara negeri sakura dengan AS sangatlah problematis.
Lavror mengatakan bahwa Jepang harus mengakui kedaulatan Rusia atas Kepulauan Kuril.
"Mengapa Jepang menjadi satu-satunya negara di dunia yang tidak dapat menerima hasil Perang Dunia II secara penuh?" tanyanya.
Dari sisi Abe sendiri, ia mengakui bahwa negosiasi dengan Rusia telah menjadi tantangan selama lebih dari 70 tahun, dan ia berharap adanya komunikasi lebih lanjut dengan Putin.
Harapan Abe bukanlah tidak mungkin, mengingat kedua pemimpin negara tersebut telah membina hubungan personal yang baik sejak pertemuan pertama pada 2013.
Â
Saksikan video pilihan berikut:
Pertemuan Berbuah Manis?
Pertemuan antara Abe dan Putin nampaknya masih jauh dari kata kompromi dan sepakat.
Abe menyatakan kepada harian Kommersant yang dipublikasikan pada Senin 21 Januari, tepat sehari sebelum pertemuan tersebut berlangsung, bahwa ia dan Putin telah bersepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut tanpa berkepanjangan.
Meskipun demikian, proses penyelesaian tidak serta merta dapat dicapai dalam waktu dekat. Bagi Rusia, memberikan dua pulau kecil dari yang dipersengkatakan, Shikotan dan Habomai yang tidak berpenghuni, juga hal besar yang tidak mudah.
Hal ini dibuktikan dengan tantangan dalam negeri Rusia sendiri. Menurut jajak pendapat bulan lalu yang diadakan oleh lembaga independen Levada Centre, sebanyak 74% warga negara Rusia menolak pertukaran sejumlah pulau dengan Jepang untuk perjanjian damai. Hanya sebanyak 17 persen yang mengaku hendak menerima.
Seorang pewarta berita terkenal Rusia, Dmitry Kiselyov, bahkan mengingatkan bahwa 90% warga negara Rusia tidak akan pernah setuju memberikan sebagian pulau ke Jepang.
"Apakah Putin akan mengabaikan opini publik yang kuat ini? Tidak mungkin," pungkasnya.
Advertisement