Liputan6.com, New York - Seorang ilmuwan NASA telah mengunjungi sebuah pulau baru berusia empat tahun, yang sebelumnya pernah tertangkap citra satelit bahwa nusa tersebut muncul dari balik Samudra Pasifik.
Menjelang akhir Desember 2014, para ilmuwan menyadari bahwa satelit-satelit buatan yang mengitari planet kita tengah menyoroti puncak vulkanik yang menyembul dari dalam wilayah perairan Tonga, di Samudra Pasifik.
Advertisement
Baca Juga
Pada akhir Januari 2015, erupsi itu telah berakhir dan daratan baru muncul, membentang antara dua pulau kecil yang lebih tua yang disebut Hunga Tonga dan Hunga Ha'apai. (Pulau kecil ketiga ini disebut secara tidak resmi sebagai Hunga Tonga-Hunga Ha'apai).
Dan Slayback, seorang ilmuwan di NASA yang berfokus pada penggunaan data penginderaan jauh satelit, menyaksikan letusan itu dan mulai merencanakan cara untuk melihat tanah baru itu secara langsung. Lalu pada bulan Oktober 2018, ia dan tim ilmuwan tiba di lokasi kejadian.
"Kami semua seperti anak sekolah yang kegirangan," Slayback mengatakan kepada blog NASA yang didedikasikan untuk ekspedisi Bumi, dikutip dari Live Science pada Senin (4/2/2019).
"Benar-benar menakjubkan pandangan saya, betapa berharganya berada di sana untuk beberapa hal," imbuhnya.
Pulau 'bayi' itu mampu bertahan hidup dengan cara yang tidak biasa. Sebagian besar pulau menghilang hanya dalam beberapa bulan, seperti yang diperkirakan akan terjadi oleh para ahli.
Tetapi analisis yang dilakukan pada tahun 2017 oleh NASA merevisi harapan hidup pulau itu, yakni antara enam dan 30 tahun. Pulau ini adalah satu dari tiga pulau vulkanik yang hidup lebih lama, beberapa bulan dalam 150 tahun terakhir.
"Pulau ini juga pulau pertama yang sanggup bertahan sejak armada satelit mulai mengamati permukaan Bumi," Slayback menjabarkan.
Namun demikian, ketika para ilmuwan menginjakkan kaki di pulau baru, ekspektasi mereka tidak sesuai yang dibayangkan seperti pandangan satelit. Perubahan ketinggian lebih dramatis daripada yang diperkirakan para peneliti, misalnya.
Data yang dikumpulkan tim di darat akan membantu para ilmuwan mengasah model yang mereka gunakan untuk mengubah gambar satelit ke ketinggian, menurut NASA.
Slayback juga mengumpulkan sampel batuan dengan izin dari perwakilan Tonga. Para peneliti mengatakan, ia berharap bahwa data yang dikoleksi selama ia melakukan perjalanan di pulau 'bayi' tersebut akan membantu para ilmuwan lain dalam memahami jangka yang dibutuhkan pulau itu bisa bertahan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Mirip dengan Mars Kuno?
Ilmuwan NASA secara khusus tertarik pada pulau kecil itu, karena pulau tersebut terlihat seperti Mars kuno, ketika planet ini akan menampakkan wujudnya yang kemerahan di langit malam sebelum samudra-samudranya menguap dan gunung-gunung berapinya mati.
Itu adalah perbandingan yang sangat menarik, berdasarkan sebuah misteri yang ditemukan ilmuwan NASA Dan Slayback ketika dia tiba di pulau itu. Gumpalan material berwarna pucat yang keluar dari kerucut gunung berapi, ternyata menjadi lumpur lengket, bukan abu vulkanik.
"Namun saya masih sedikit bingung dari mana asal kemunculannya," pungkas Slayback kepada NASA, mengindikasikan perlunya lebih banyak penelitian lagi untuk mengenal pulau baru itu.
Advertisement