5 Anggota Abu Sayyaf Terduga Dalang Bom Gereja Filipina Menyerah

Aparat menduga, kelima anggota Abu Sayyaf itu mungkin memiliki keterkaitan dengan teror bom ganda yang menghantam gereja di Jolo.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 04 Feb 2019, 18:06 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2019, 18:06 WIB
Aksi Serangan Teroris
Ilustrasi Teroris (iStockphoto)

Liputan6.com, Manila - Seorang anggota senior Abu Sayyaf dan empat rekannya, menyerah kepada pihak berwenang Filipina pada 2 Februari 2019, kata kepala kepala kepolisian nasional pada Senin 4 Februari 2019.

Aparat menduga, kelima anggota Abu Sayyaf itu mungkin memiliki keterkaitan dengan teror bom ganda yang menghantam gereja di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina pada 27 Januari 2019.

Seperti dikutip dari Eyewitness News pada Senin (4/2/2019), Kammah Pae, anggota senior Abu Sayyaf itu, diyakini oleh pihak berwenang membantu dua orang yang dicurigai melakukan bom bunuh diri di Katedral Our Lady of Mount Carmel --menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya.

Dua bomber itu diduga warga Indonesia, menurut asumsi awal dari pelaksana tugas (Plt.) Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano. Namun, Kementerian Luar Negeri RI menyatakan masih perlu mengonfirmasi lebih lanjut dugaan itu sebelum mencapai kesimpulan akhir.

Berbicara mengenai penyerahan diri lima anggota Abu Sayyaf, Kepala Kepolisian Nasional Filipina, Oscar Albayalde mengatakan, "Dia dipaksa untuk menyerah."

"Dia mungkin tidak ingin mati selama serangan militer," imbuhnya.

Pasukan Filipina menewaskan tiga tersangka gerilyawan Abu Sayyaf dalam baku tembak pada Sabtu 2 Februari 2019 di Patikul, Provinsi Sulu. Operasi itu ditujukan untuk mengejar mereka yang berada di balik serangan gereja.

Albayalde mengatakan, Kammah membantah terlibat dalam pemboman kembar di Katedral Our Lady of Mount Carmel Jolo. Tetapi, saksi mata menunjukkan dia mengawal dua orang yang dicurigai sebagai bomber.

Pasukan keamanan juga mengambil alat peledak rakitan dan berbagai komponen lain dari rumahnya di Patikul.

Kelima tersangka akan menghadapi beberapa tuduhan pembunuhan, di samping dakwaan lain, tambah Albayalde.

"Namun, penyelidikan bom gereja di Sulu masih jauh dari selesai," lanjutnya.

Abu Sayyaf, kelompok ekstremis yang bersarang di Filipina selatan, dikenal atas ikrar setia mereka terhadap ISIS. Mereka juga diketahui menjadi dalang dari berbagai penculikan warga asing untuk dimintai tebusan.

ISIS sendiri telah mengklaim teror bom ganda di Katedral Our Lady of Mount Carmel.

Namun, Albayalde mengatakan, "Ada lebih banyak bukti yang perlu diperiksa dengan cermat."

Sebelumnya, Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, mengatakan pekan lalu bahwa ledakan kembar itu mungkin merupakan serangan bom bunuh diri. Namun, militer dan polisi mengatakan bom-bom di dalam dan di luar gereja tampaknya telah diledakkan dari jarak jauh.

Beberapa hari kemudian, Eduardo Ano mengklaim bahwa serangan itu bertipe bunuh diri dan dilakukan oleh dua orang Indonesia dengan bantuan Abu Sayyaf.

Pemerintah Indonesia belum sepakat dengan pernyataan Ano, dan menyatakan siap membantu Filipina dalam proses identifikasi para terduga pelaku sebelum mencapai pada suatu kesimpulan akhir.

 

Simak video pilihan berikut:

Filipina: Indonesia Siap Bantu Penyelidikan Teror Bom Gereja Jolo

Dua Bom Meledak di Gereja Filipina Selatan saat Misa Minggu
Polisi dan tentara berjaga pasca ledakan bom di Gereja Katolik Jolo, Filipina Selatan, Minggu (27/1). Bom kedua meledak di tempat parkir gereja ketika aparat setempat merespons. (Nickee Butlangan/AFP)

Pemerintah Filipina, pada 3 Februari 2019, mengatakan bahwa Indonesia siap membantu penyelidikan teror bom ganda yang menghantam gereja di Jolo, Provinsi Sulu pada akhir Januari 2019 lalu.

Pelaksana tugas Menteri Dalam Negeri Filipina, Eduardo Ano mengatakan bahwa mereka berniat untuk "bekerja erat dengan Indonesia" atas peristiwa itu, demikian seperti dikutip dari Manila Bulletin, Senin (4/2/2019).

Komitmen itu datang setelah Ano menyatakan dugaan beberapa hari lalu bahwa pasangan asal Indonesia dicurigai menjadi pelaku teror bom yang menewaskan 22 orang dan melukai lebih dari 100 lainnya di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo pada 27 Januari 2019.

Pasangan itu, kata Ano, diidentifikasi sebagai "Abu Huda" dan "Istri Abu Huda (yang tidak disebutkan namanya)." Mereka diduga terafiliasi dengan kelompok ekstremis Abu Sayyaf --grup yang berikrar setia kepada kelompok teroris ISIS.

Kementerian Luar Negeri RI menyatakan akhir pekan lalu bahwa mereka masih terus mengonfirmasi dugaan Ano.

Namun, Ano tetap bersikukuh atas dugaannya tersebut.

"Saya telah berbicara dengan Presiden (Rodrigo Duterte). Ia punya sumber lain, namun sama-sama mengarah kepada dua pasangan Indonesia tersebut," kata Ano dalam siaran radio pemerintah pada 3 Februari.

"Tapi, sebelum kami memberikan kesimpulan akhir, bukti itu harus didukung dengan pemeriksaan forensik dan DNA. Kita telah berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia dan mereka akan membantu," tambah Ano seperti dikutip dari Manila Bulletin.

"Setidaknya kita akan bisa tahu jika kita bisa mengidentifikasi orang Indonesia (yang diduga) menjadi bomber katedral."

Sementara itu, sumber diplomatik RI di Filipina merespons dalam keterangan tertulis:

"Indonesia memiliki kepentingan bersama Otoritas Filipina guna melakukan investigasi bersama sebagaimana yang telah berlangsung selama ini dalam konteks kerjasama kepolisian kedua negara," kata Fungsi Penerangan, Humas dan Media KBRI Manila, Agus Buana kepada Liputan6.com, Senin 4 Februari 2019 pagi WIB.

"Polri melalui Atase Polri di (KBRI) Manila dan Staf Teknis Polri di (KJRI) Davao senantiasa berkomunikasi dengan otoritas keamanan Filipina dalam kerangka kerjasama itu," tambahnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya