Liputan6.com, Tokyo - Menteri Olimpiade Jepang, Yoshitaka Sakurada, secara resmi menyatakan mundur dari jabatannya pada Rabu, 10 April 2019.
Alasan Sakurada memutuskan hal itu lantaran ia merasa mendapat tekanan besar atas serangkaian kelalaian yang dia lakukan terhadap negaranya, termasuk upaya pemulihan di wilayah Tohoku yang rusak akibat gempa dan tsunami pada 2011 lalu.
"Saya benar-benar minta maaf karena membuat pernyataan yang dapat menyinggung korban atau keluarga mereka," tuturnya kepada wartawan di Kantor Perdana Menteri setelah bertemu dengan Shinzo Abe.
Advertisement
Baca Juga
"Saya merasa harus bertanggung jawab dan menyerahkan pengunduran diri saya," imbuhnya, sebagaimana dilansir Japan Times, Kamis (11/4/2019).
Sakurada adalah sosok yang diberikan amanah untuk penyelenggaraan Olimpiade dan Paralimpiade Jepang, yang rencananya akan diselenggarakan di Tokyo pada tahun 2020 mendatang.
Pengakuan kekhilafan dari politisi 69 tahun itu dinyatakan ke publik dalam kurun kurang dari seminggu setelah salah seorang wakil menteri senior di kementerian pertanahan, Ichiro Tsukada, menyatakan bahwa Sakurada telah 'menyeleweng' dari kepentingan konstituensi Abe atas proyek pembangunan sebuah jalan raya.
Sakurada adalah menteri kabinet kedelapan yang mengundurkan diri sejak Shinzo Abe kembali terpilih menjadi Perdana Menteri Jepang pada 2012.
Setelah menerima surat pengunduran diri dari Sakurada pada Rabu malam, Abe menyatakan penyesalannya atas apa yang disampaikan oleh Sakurada .
"Saya ingin meminta maaf sebagai perdana menteri," kata Abe. "Saya adalah orang yang telah mengangkatnya."
Menurut sebuah sumber yang akrab dengan permasalahan ini, Abe akan menunjuk Shunichi Suzuki, pendahulu Sakurada, sebagai menteri Olimpiade berikutnya.
Sakurada yang Kontroversial
Sakurada memutuskan berhenti sebagai menteri olimpiade setelah mengatakan bahwa seorang anggota parlemen dari Partai Demokratik Liberal di wilayah timur laut --yang dilanda gempa bumi dan tsunami pada 11 Maret 2011 dan memicu bencana nuklir Fukushima-- lebih penting daripada pemulihan di daerah tersebut.
Ini ia sampaikan ketika ia memberikan pidato pada hari Rabu kemarin di sebuah acara penggalangan dana anggota parlemen.
Sebelumnya, Sakurada pernah membuat pernyataan kontroversial lainnya. Pada Februari tahun ini, dia mengaku sangat kecewa ketika mendengar kabar bahwa atlet renang peraih medali emas dalam Asian Games 2018, Rikako Ikee, didiagnosa leukemia.
Ia mengomentari tentang tidak adanya bintang yang bisa diterjunkan untuk Olimpiade Tokyo, bila Ikee terserang kanker darah. Ucapan Sakurada ini pun memantik kontroversi dan memancing emosi publik.
Advertisement
Tak Paham Komputer
Sementara itu pada November 2018, Sakurada yang merangkap sebagai kepala strategi keamanan siber pemerintah, juga mengakui bahwa ia tidak pernah sekali pun menggunakan komputer untuk membantu pekerjaannya. Ia pun mengklaim kebingungan dengan konsep drive USB.
Dalam rapat parlemen pada Rabu, 14 November, Sakurada mengakui dirinya tidak fasih menggunakan komputer.
"Sejak usia 25 tahun, saya meminta bantuan karyawan dan sekretaris saya, jadi saya tidak menggunakan komputer sendiri," katanya dalam menanggapi pertanyaan oposisi.
Dia juga tampak linglung ketika ditanya tentang apakah drive USB bisa digunakan di fasilitas nuklir Jepang.
Pernyataannya tersebut disambut dengan ketidakpercayaan oleh oposisi di parlemen Jepang.
"Tidak dapat dipercaya bahwa seseorang yang belum pernah menggunakan komputer bertanggung jawab atas kebijakan keamanan siber," kata anggota parlemen oposisi Masato Imai.