Kebakaran Notre Dame 7 Kali Lebih Dicari dari Teror Bom Sri Lanka di Google

Data dari Google Trends dalam sepekan terakhir menyebut bahwa pencarian informasi teror bom Sri Lanka jauh lebih kecil dari kebakaran Katedral Notre Dame.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 23 Apr 2019, 15:04 WIB
Diterbitkan 23 Apr 2019, 15:04 WIB
Katedral Notre Dame di Paris Terbakar
Api dan asap mengepul dari kebakaran Gereja Katedral Notre-Dame di pusat kota Paris, Prancis, pada Senin (15/4) waktu setempat. Api dengan cepat melalap bagian atap gereja yang dibangun pada abad ke-12 itu dan merupakan salah satu ikon wisata di Paris. (AP Photo/Thibault Camus)

Liputan6.com, Kolombo - Pencarian Google terhadap kebakaran yang melanda Katedral Notre Dame di Paris, Prancis, disebut tujuh kali lebih banyak dibandingkan kabar tentang teror bom Sri Lanka pada perayaan Minggu Paskah, yang merenggut nyawa 310 orang.

Menurut data yang diambil dari Google Trends dalam sepekan terakhir, hasil pencarian untuk masing-masing tragedi tetap tinggi. Namun, perbandingan cakupan audiens di antara keduanya berselisih sangat jauh.

 

Selama sepekan terakhir, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera pada Selasa (23/4/2019), hanya tiga negara yang tercatat memiliki lalu lintas tinggi dalam pencarian informasi seputar teror bom Sri Lanka, yakni India, Indonesia, dan Uni Emirat Arab.

Bandingkan dengan cakupan audiens yang mencari kata kunci seputar kebakaran Katedral Notre Dame, yang mencapai lebih dari 20 negara, termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Afrika Selatan.

Analis data dan SEO Al Jazeera, Gabriele Kahlout, mengatakan salah satu faktor utama tingginya pencarian informasi kebakaran Katedral Notre Dame adalah "daya tarik yang lebih familiar" bagi audiens Barat.

"Katedral Notre Dame berada di salah satu negara Barat, di mana statusnya cukup familiar di kalangan audiens yang biasa mengakses informasi dalam bahasa Inggris," kata Kahlout.

"Sebaliknya, di India, teror bom Sri Lanka dianggap lebih dekat dengan kehidupan mereka. Pemberitaannya pun lebih banyak dalam bahasa serumpun mereka, sehingga pencariannya di sana pun tinggi," lanjutnya.

 

Teror Bom Sri Lanka Jadi Perhatian Indonesia dan UAE

Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)
Militer Sri Lanka melakukan penyelidikan terhadap lokasi teror bom di Kolombo, Sri Lanka (AFP/Ishara S Kodikara)

Adapun tentang tingginya hal serupa di Indonesia dan Uni Emirat Arab, Kahlout mengatakan bahwa indikatornya berbeda satu sama lain.

"Indonesia memiliki beberapa kali pengalaman teror bom berskala besar, sehingga informasi tentang kejadian serupa dengan cepat menjadi perhatian publik di sana," jelas Kahlout.

Sementara Uni Emirat Arab, menurut Kahlout, cenderung didorong oleh perasaan waspada mengingat posisinya di simpul kawasan Timur Tengah yang bergejolak.

"Saya belum tahu pasti soal ini. UAE adalah negara semi moderat yang diapit oleh berbagai kekuatan konservatif, dan menurut pengamatan saya, bisa jadi masyarakat di sana akan lebih waspada terhadap risiko kekerasan ketika muncul kabar-kabar serangan mematikan terkait isu sentimen agama," lanjutnya menjelaskan.

Belum Ada Klaim Tanggung Jawab

99 Orang Tewas dalam Ledakan Gereja dan Hotel di Sri Lanka
Polisi mensterilkan jalan saat sebuah ambulans melaju membawa korban ledakan gereja di Kochchikade, Kolombo, Sri Lanka, Minggu (21/4). Sekitar 99 orang dilaporkan tewas dalam ledakan di tiga gereja dan tiga hotel di Sri Lanka. (AP Photo/Eranga Jayawardena)

Hingga saat ini, tercatat sebanyak 310 orang tewas dan lebih dari 500 orang terluka dalam serangan teror bom beruntut di Sri Lanka, Minggu 21 April.

Sebanyak delapan bom meledak secara terkoordinasi di gereja-gereja dan beberapa hotel mewah di ibu kota Kolombo, dan beberapa distrik di sekitarnya.

Sebagian besar korban tewas adalah warga negara Sri Lanka. Namun, puluhan orang asing juga termasuk yang meregang nyawa dalam insiden teror paling mematikan di Negeri Ceylonitu.

Sejauh ini, belum ada klaim tanggung jawab.

Sementara itu, juru bicara kabinet dan menteri kesehatan, Rajitha Senaratne, pada hari Senin menyalahkan pemerintahan Presiden Maithripala Sirisena karena gagal menindak laporan intelijen, yang menyebut adanya indikasi ancaman teror sejak hampir dua pekan sebelumnya.

Selain itu, Senaratne juga mengklaim bahwa kelompok ekstremis lokal terkait dengan serangkaian pemboman tersebut.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya