Sempat Dibui karena Menghina Raja Thailand, Mahasiswa Ini Akhirnya Bebas

Seorang aktivis mahasiswa yang dipenjara oleh pemerintah Thailand karena berbagi profil Raja Maha Vajiralongkorn, telah dibebaskan.

oleh Siti Khotimah diperbarui 11 Mei 2019, 08:31 WIB
Diterbitkan 11 Mei 2019, 08:31 WIB
Ilustrasi bendera Thailand (AP Photo)
Ilustrasi bendera Thailand (AP Photo)

Liputan6.com, Bangkok - Seorang aktivis mahasiswa yang dipenjara oleh pemerintah Thailand karena berbagi profil Raja Maha Vajiralongkorn, telah dibebaskan pada Jumat 10 Mei 2019. Jatupat Boonpattararaksa, lebih dikenal sebagai Pai Dao Din mendapatkan pengampunan kerajaan untuk merayakan penobatan. Ia bebas tak lama sebelum berakhirnya hukuman penjara dua setengah tahun.

Boonpattararaksa ditangkap pada 2016, karena membagikan profil Vajiralongkorn yang diterbitkan oleh BBC Thailand, sebagaimana dikutip dari BBC News pada Sabtu (11/5/2019). Saat itu sang raja baru naik takhta, meski belum dinobatkan.

Bebasnya Boonpattararaksa disambut dengan meriah oleh keluarga dan teman-temannya. Mereka semua menunggu di luar.

"Saya sudah lama dipenjara hingga saya lupa seperti apa kebebasan itu," katanya kepada wartawan sambil memeluk orangtuanya.

Boonpattararaksa bukan satu-satunya tahanan yang dibebaskan. Ia bersama dengan puluhan narapidana lain yang dimaafkan dengan berjanji untuk mematuhi hukum negara.

Namun, sang aktivis mahasiswa Thailand itu menyampaikan akan terus mengadvokasikan hak asasi manusia.

Dengan menyatakan cintanya pada kebebasan dan demokrasi, ia mengatakan pada sesama aktivis untuk "bertarung dengan cinta daripada membalas dendam".

 

Terpaksa Mengaku Bersalah

Raja Baru Thailand Maha Vajiralongkorn (AFP Photo)
Raja Baru Thailand Maha Vajiralongkorn (AFP Photo)

Boonpattararaksa adalah salah satu dari lebih 2.600 orang yang berbagi profil daring yang diterbitkan dua hari setelah raja baru naik takhta pada Desember 2016.

Saat itu, Boonpattararaksa juga sering mengambil bagian dalam berbagai protes.

Setelah awalnya menentang dakwaan, Jatupat akhirnya setuju untuk mengaku bersalah dan menjalani hukuman pidana. Untuk diketahui, mengaku bersalah dalam kasus lese-majeste dapat secara signifikan mengurangi hukuman di Thailand, di mana hukumannya bisa sangat berat.

Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa telah berulang kali meminta Thailand untuk mengubah undang-undang tersebut, pemerintah mengatakan perlu untuk melindungi monarki yang secara luas dihormati di seluruh negeri.

Kasus Penghinaan Kerajaan

Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)

Boonpattararaksa adalah orang yang beruntung dapat dibebaskan. Baru-baru ini, aktivis hak asasi manusia melaporkan bahwa tiga orang menghilang secara misterius. Sebelumnya, ketiga orang itu dilaporkan telah ditangkap di Vietnam.

Mereka yang menghilang bernama Chucheep Chiwasut, yang membuat komentar bermuatan politik dari pengasingan, serta dua kawannya yakni Siam Theerawut dan Kritsana Thapthai.

Human Rights Watch dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa ketiganya telah diserahkan oleh Vietnam kepada pihak berwenang Thailand pada 8 Mei 2019. Sementara wakil perdana menteri Prawit Wongsuwan membantah hal tersebut. Menurutnya, ketiga aktivis tidak berada dalam tahanan Negeri Gajah Putih.

Berakhir Tragis

Sementara itu, pada Januari lalu, mayat dua kritikus bernama Chatcharn Buppawan (56) dan Kraidej Luelert (46) ditemukan di sepanjang perbatasan Sungai Mekong dengan Laos. Tubuh mereka telah diisi dengan beton, tampaknya membuat mereka tenggelam.

Saat itu, pihak militer mengatakan bahwa tidak ada informasi terkait kematian tersebut.

Satu bulan sebelumnya, aktivis Surachai Danwattananusorn (78) yang mengelola stasiun radio daring dari Laos menghilang pada bulan Desember. Keberadaan pemilik media yang kritis terhadap junta dan monarki itu tidak diketahui.

"Kami khawatir tentang situasi ini," kata Piangdin Rakthai dari Aliansi Hak Asasi Manusia Thailand yang bermarkas di AS, dalam sebuah video.

"Telah ada kasus penghilangan paksa dan kematian aktivis politik yang menentang pemerintahan militer serta mengkritik monarki," lanjutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya