Liputan6.com, Bangkok - Sejumlah pejabat Thailand mengatakan, mereka menemukan 65 muslim Rohingya dalam kapal yang nyaris karam di bagian selatan negara itu.
Kepala Taman Laut Nasional Tarutao Kanjanapan Kamhaeng, mengatakan, sebuah kapal yang mengangkut muslim Rohingya ditemukan pada Selasa pagi 11 Juni 2019 sebagaimana dilansir dari VOA Indonesia pada Rabu (12/6/2019). Hal itu diketahui setelah sejumlah warga Thailand dan Myanmar melaporkan kepada para petugas taman bahwa perahu mereka menabrak karang. Mereka awalnya membantah telah membawa pengungsi Rohingya.
Advertisement
Baca Juga
Kanjanapan mengatakan, kapal itu ditemukan dalam kondisi rusak di pantai berbatu dan berdasarkan pengecekan pendahuluan, di dalam kapal tersebut terdapat 65 Rohingya. Beberapa warga Thailand dan Myanmar diyakini mengoperasikan kapal yang dimaksud.
Seluruh penumpang dan awak kapal itu kini dalam tahanan Angkatan Laut Thailand, imbuh Kanjanapan.
Serangan militer Myanmar pada 2017 mengakibatkan lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dan negara-negara lain untuk menyelamatkan diri.
Kisah Muslimah Rohingya Diselundupkan untuk Kawin Paksa
Sementara itu, kabar tentang penyelundupan wanita Rohingya sempat menyeruak ke permukaan. Mereka di bawa ke Malaysia untuk dikawinkan paksa.
Senwara Begum (23) adalah salah satu dari sekian perempuan Rohingya yang menjalani pengalaman luar biasa itu. Sang gadis menempuh perjalanan dua minggu menuju Malaysia. Ia menumpang mobil dan perahu kayu, melewati sungai serta pegunungan untuk menemui laki-laki yang akan dinikahkan dengannya.
Perjalanan terasa panjang dan menyedihkan. Sejauh mata memandang ia hanya melihat panorama asing, hamparan tanah bagian perbatasan. Ia tak sendiri. Sang penyelundup menemaninya, sukses membuat jantung Begum naik turun. Ia takut dilecehkan, dengan oknum yang terkenal dengan kasus perkosaan itu.
"Kami bepergian melalui jalur darat, kadang-kadang berganti mobil. Kami mulai di kamp dan pergi ke perbatasan India, lalu menuju ke Malaysia. Kami bertiga; aku, seorang wanita dan seorang pria - oknum perdagangan manusia," kata Begum sebagaimana dikutip dari laman Al Jazeera.
John Quinly, seorang peneliti di Fortify Rights angkat bicara soal perkawinan paksa muslimah Rohingya ini.
"Beberapa gadis Rohingya yang diperistri adalah kawan saya, dan saya telah berbicara dengan mereka yang berada dalam kondisi seperti perbudakan. Seorang gadis Rohingya mengatakan dia tidak ingin menikah muda, tapi tak memiliki pilihan lain," kata Quinly.
Advertisement
Menyeberang di Antara Dua Karang
Bagi Begum, perjalanan itu ibarat menyeberang di antara dua karang terjal. Ia meninggalkan pemukimannya yang penuh sesak di Kutupalong, Cox's Bazar; menuju suatu tempat untuk diperistri seorang laki-laki asing.
Begum tahu, setidaknya pria itu adalah bagian dari kaumnya, sama-sama Rohingya.
Dari informasi yang didapat, ia bagian dari pengungsi yang telah diselundupkan lebih dulu ke Malaysia. Karena tak bisa mempersunting perempuan lokal, banyak dari laki-laki Rohingya yang meminta tolong dicarikan pasangan. Lamaran disampaikan melalui teman, minta dipilihkan perempuan terbaik yang bisa diajak membangun bahtera rumah tangga.