Selandia Baru Resmi Gelar Amnesti Senjata Api Pasca-Penembakan di Christchurch

Amnesti senjata api resmi digelar oleh pemerintah Selandia Baru pasca-penembakan di Christchurch

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 20 Jun 2019, 08:35 WIB
Diterbitkan 20 Jun 2019, 08:35 WIB
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)
Ilustrasi bendera Selandia Baru (AFP)

Liputan6.com, Wellington - Pemerintah Selandia Baru resmi membuka program amnesti senjata api, termasuk layanan pembelian kembali, selama enam bulan ke depan, dalam upaya untuk membersihkan negara itu dari jenis senjata semi-otomatis yang digunakan dalam penembakan 15 Maret, yang menewaskan 51 orang.

"Amnesti ini emiliki satu tujuan, untuk menghapus senjata paling berbahaya dari peredaran, setelah hilangnya nyawa di masjid Al-Noor dan Linwood pada 15 Maret," ujar Menteri Kepolisian Stuart Nash dalam sebuah pernyataan di ibu kota Wellington, pada hari Kamis.

"Skema kompensasi yang menempatkan pemilik senjata api sebagai pengguna barang-barang terlarang saat ini bukan menjadi kesalahan mereka, namun karena adanya revisi keras pada undang-undang yang disetujui parlemen. Inilah tujuan amnesti sebenarnya," lanjut Nash sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Kamis (20/6/2019).

Dalam beberapa hari setelah seorang pria bersenjata menembaki umat Muslim di dua masjid di kota Christchurch, yang merupakan penembakan terburuk dalam sejarah Selandia Baru, pemerintah setempat langsung melarang senjata semi-otomatis gaya militer dan senapan serbu.

Pemerintah Selandia Baru telah mengalokasikan NZ$ 208 juta (setara Rp 1,9 triliun) untuk pelaksanaan seluruh program amnesti, lebih dari NZ$ 40 juta yang diperkirakan sebelumnya.

"Ada ketidakpastian yang tinggi di sekitar penetapan biaya, karena kurangnya informasi tentang jumlah barang yang dilarang, jenis dan kondisinya," kata menteri keuangan Selandia Baru, Grant Robertson.

"Informasi yang lebih lengkap akan umumkan setelah pembelian kembali berlangsung, di mana volume dan kondisi senjata api lebih jelas. Jika kami perlu menambah dana, maka kami akan melakukannya," lanjut Robertson menjelaskan.

 

 

Skema Pembelian Kembali Senjata Semi-Otomatis

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (AP Photo)
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern (AP Photo)

Pembelian kembali senjata api terlarang akan dibayar 95 persen dari harga dasarnya, jika masih dalam kondisi baru hampir baru.

Lalu, pembayaran 70 persen untuk senjata bekas, dan 25 persen untuk yang berada dalam kondisi buruk.

Adapun toko senjata yang berpartisipasi dalam program ini, akan mendapat kompensasi yang disesuaikan, di mana hal itu akan dibayarkan dalam sistem penagihan berjamin.

Saat ini, diperkirakan ada sekitar 14.300 unit senjata semi-otomati gaya militer yang terdaftar di kepolisan Selandia Baru, di mana kini statusnya berubah menjadi benda terlarang.

Disebutkan pula ada lebih dari 1,1 juta unit senapan di tengah masyarakat Negeri Kiwi, yang sebagian besar bukan termasuk benda terlarang, kata pemerintah memperkirakan.

Agenda Logistik Besar

Penembakan di Masjid Selandia Baru
Polisi mengevakuasi orang-orang saat terjadi insiden penembakan di Masjid Al Noor, Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3). Saat kejadian ada sekitar 300 orang yang tengah menjalankan ibadah salat Jumat. (AP Photo/Mark Baker)

Sementara program amnesti telah diremskikan pada hari Kamis, namun Menteri Nash mengatakan bahwa kemungkinan senjata terkait akan mulai dikumpulan pada Juli nanti.

"Ini akan menjadi agenda logistik besar, kami akan memantau dengan seksama di seluruh wilayah Selandia Baru," ujar Nash.

Akan ada empat opsi untuk penmbelian kembali senjata api, yakni dalam bentuk acara besar di lokasi-lokasi komunitas terpusat, menyerahkan barang-barang di dealer senjata yang disetujui, penjemputan massal oleh polisi, dan pengiriman ke kantor polisi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya