Pengamat Sayangkan Kekerasan TNI Masih Berlanjut, Ingatkan Pelaku Tetap Harus Diadili

Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra memandang, peristiwa penembakan yang mengakibatkan tewasnya warga sipil di Aceh Utara dan anggota Polri di Lampung harus ditangani secara serius.

oleh Tim News Diperbarui 19 Mar 2025, 23:14 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2025, 20:10 WIB
50 Ribu Pasukan Gabungan Ikuti Apel Kesiapan Natal dan Tahun Baru
Anggota TNI saat mengikuti Apel Kesiapan Natal, Tahun Baru 2019 serta menjelang Pemilu legislasi dan Presiden 2019 di Monas, Jakarta, Jumat (30/11). Apel diikuti 50.000 personel dari AD, AL, AU dan Polri. (Liputan6.com/Johan Tallo)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Seorang prajurit TNI AL Lhokseumawe, Kelasi Dua DI menembak mati Hasfiani alias Imam, seorang sales mobil yang juga bekerja sebagai perawat di Puskesmas Babah Buloh, Kabupaten Aceh Utara. Di hari yang sama, tiga orang Polisi juga tewas ditembak oleh oknum TNI ketika menggerebek judi sabung ayam di Way Kanan, Lampung.

Kasus penembakan ini dilakukan oleh oknum TNI yang diduga sebagai pemilik tempat sabung ayam tersebut. Salah satu korban merupakan Kapolsek Negara Batin, IPTU Lusiyanto dan dua orang lainnya yakni Bripka Petrus, dan Bripda Ghalib. Mereka tewas dengan luka tembak di bagian kepala.

Imparsial memandang, peristiwa penembakan yang mengakibatkan tewasnya warga sipil di Aceh Utara dan anggota Polri di Lampung harus ditangani secara serius.

"Perlu diingat, penggunaan senjata api yang menargetkan warga sipil apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Kendati pun anggota TNI tersebut mendapatkan izin kepemilikan senjata api, tetap saja penembakan ini tidak dapat dibenarkan," ujar Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra, melalui keterangan tertulis, Selasa (18/3/2025).

Menurut dia, anggota TNI yang melakukan penyimpangan terkait penggunaan senjata api harus diadili sesuai hukum pidana yang berlaku, apalagi penggunaan senjata api dilakukan bukan untuk kepentingan tugas TNI.

"Penembakan yang mengakibatkan jatuhnya korban sipil bukan kali ini saja. Dalam catatan kami, sepanjang tahun 2024 sampai saat ini telah terjadi setidaknya sepuluh (10) kasus penembakan yang dilakukan oleh TNI," ucap Ardi.

"Penembakan ini mengakibatkan 8 orang warga sipil tewas dan 12 orang terluka parah. Terbaru adalah kasus penembakan bos rental mobil di KM 45 Tangerang, Banten dan Penyerangan terhadap Mapolres Tarakan, yang hingga kini pelaku penembakan tersebut belum diadili," sambung dia.

 

Promosi 1

Temukan Dugaan Penyimpangan Lain

Ilustrasi TNI
Ilustrasi TNI (Foto: setkab.go.id)... Selengkapnya

Ardi menjabarkan, selain itu pihaknya menemukan sejumlah penyimpangan peran TNI di ranah sipil terus terjadi dan dibiarkan. Dia mengatakan, pihaknya mencatat terdapat 41 kasus kekerasan yang melibatkan dan dilakukan oleh prajurit TNI sepanjang 2024 hingga kuartal 2025.

"Dengan korban sebanyak 67 orang, 17 di antaranya meninggal dunia. Paling banyak adalah kasus pemukulan atau penganiayaan dengan 25 kasus, penembakan menyebabkan korban tewas dengan 8 kasus, penganiayaan menyebabkan korban tewas 5 kasus, penembakan sewenang-wemang 3 kasus," kata Ardi.

Dia menilai, kasus penembakan yang terjadi di Aceh dan Lampung semakin menambah rapor merah dan daftar panjang kekerasan dan penggunaan senjata api secara ilegal yang dilakukan oleh oknum anggota TNI.

Hal ini, lanjut Ardi, dikarenakan tidak adanya tindakan yang tegas dalam mengadili pelaku. Menurut dia, dalam catatan pihaknya, setiap prajurit yang terlibat dalam tindak pidana umum selalu diproses dan diadili di peradilan militer.

"Kami memandang, peradilan militer cenderung menjadi sarang impunitas bagi prajurit TNI karena vonis yang diberikan tidak menimbulkan efek jera sehingga menyebabkan terus berulangnya kasus kekerasan dan penembakan sewenang-wenanh yang dilakukan oleh prajurit TNI," terang Ardi.

 

Dorong Prajurit TNI Terlibat Tindak Pidana

Defile Pasukan dan Alutsista Meriahkan Gladi Bersih HUT ke-79 TNI
Puncak peringatan HUT TNI ke-79 akan berlangsung pada Sabtu 5 Oktober 2024. (merdeka.com/Arie Basuki)... Selengkapnya

Untuk itu, menurut Ardi, pihaknya selalu mendorong agar prajurit TNI yang terlibat dalam tindak pidana umum harus diproses melalui sistem peradilan umum.

"Hal ini merupakan amanat dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan TAP MPR Nomor VII tahun 2000 tentang peran TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai aparat pertahanan dan keamanan negara," ucap dia.

Namun hingga saat ini, lanjut Ardi, TNI dan Pemerintah enggan untuk melakukan revisi UU Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

"Pemerintah justru berupaya melakukan perubahan terhadap Pasal 65 ayat (2) UU TNI yang menyatakan bahwa prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan hukum pidana umum, yang nyatanya bertentangan dengan semangat dan agenda Reformasi TNI," kata dia.

"Seharusnya peradilan militer hanya berwenang mengadili kejahatan atau tindak pidana militer saja, bukan tindak pidana atau kejahatan umum," sambung Ardi.

Menurut Ardi, penting dicatat, reformasi sistem peradilan militer merupakan salah satu agenda reformasi TNI yang telah dimandatkan dalam Pasal 3 ayat (4) TAP MPR Nomor VII tahun 2000 dan Pasal 65 ayat (2) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Dia menjelaskan, kedua dasar hukum tersebut mengamanatkan bahwa prajurit TNI tunduk kepada kekuasaan Peradilan Militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.

Menurut Ardi, pelaksanaan agenda tersebut menjadi penting, tidak hanya sebagai bentuk implementasi prinsip equality before the law sebagai salah satu prinsip penting negara hukum, tetapi juga untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas, termasuk mencegah impunitas terhadap anggota militer yang melakukan tindak pidana umum.

"Kami mendesak Pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi total terhadap institusi TNI serta memperkuat pengawasan, baik pengawasan internal maupun eksternal terhadap institusi TNI," ucap dia.

"Alih-alih memperluas kewenangan TNI melalui revisi UU TNI, Pemerintah dan DPR seharusnya fokus memperkuat pengawasan untuk memastikan reformasi TNI berjalan ke depan, memastikan adanya transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakam hukum di institusi TNI. Revisi UU TNI seharusnya juga merevisi Pasal 74 yang menyebabkan terhambatnya proses reformasi peradilan militer saat ini," jelas Ardi.

Infografis Pemerintah dan DPR Kebut Bahas Revisi UU TNI.
Infografis Pemerintah dan DPR Kebut Bahas Revisi UU TNI. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya