Liputan6.com, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia (TNI) mengatakan akan meningkatkan pasrtisipasi perempuan dalam operasi penjagaan perdamaian. Hal itu disampaikan oleh Letnan Jenderal Joni Supriyanto dalam konferensi pers di Jakarta pada Rabu (26/6/2019).
Menurutnya keterlibatan wanita dalam misi penjagaan perdamaian sangat penting. Di antaranya mampu mendekati warga lokal dengan lebih mudah, serta berperan dalam meredam konflik yang mungkin timbul.
Advertisement
Baca Juga
Joni berkomitmen menaikkan partisipasi tentara perempuan dalam misi tersebut, dari empat menjadi tujuh persen. Hal ini ia nyatakan saat ditemui dalam sebuah konferensi internasional yang membahas operasi penjagaan perdamaian pada abad 21, yang dihelat di Jakarta pada Rabu 25-26 Juni 2019.
Acara itu diselenggarakan atas kerja sama Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan TNI yang didukung oleh Kementerian Luar Negeri RI.
Konferensi ini menyoroti isu-isu kontemporer serta tantangan dalam operasi pemeliharaan perdamaian di era modern.
"Operasi penjagaan perdamaian saat ini sangat dinamis yang ditopang dengan perkembangan teknologi 4.0. Hal itu juga berdampak pada tren peperangan," kata Letnan Jenderal TNI Joni Supriyanto dalam pidato pembuka acara mewakili Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
"Dunia memasuki era baru dengan peperangan modern atau peperangan generasi kelima," lanjutnya.
Acara ini dibuka oleh Wakil Presiden Indonesia Muhammad Jusuf Kalla pada tanggal 25 Juni 2019 sementara pidato inti tentang "Isu-isu Kontemporer & Tantangan dalam Operasi Perdamaian Modern" disampaikan oleh Wakil Menteri Luar Negeri Indonesia A. M. Fachir, Wakil Sekretaris Jenderal PBB urusan Operasi Perdamaian Jean-Pierre Lacroix, dan Pemantau Permanen ICRC untuk PBB Robert Mardini.
Sambutan Jusuf Kalla
Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla, menekankan bahwa misi pemeliharaan perdamaian PBB merupakan contoh kolaborasi internasional di bawah bendera PBB. Operasi itu telah memainkan peran penting dalam upaya menyelesaikan berbagai konflik di dunia.
"Karena pasukan multinasional merupakan gabungan dari berbagai negara anggota PBB, efektifitas misi perdamaian akan ditentukan oleh negara-negara kontributor," kata Jusuf Kalla.
"Walaupun saya juga harus tekankan bahwa peacekeeping is more than the sum of its parts. Oleh karena itu, saya menyambut baik topik konferensi yang sangat relevan," lanjutnya.
Sementara itu, Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia and Timor-Leste Alexandre Faite, menggaribawahi pentingnya membuat suatu forum yang secara terbuka membicarakan pengalaman, tantangan, dan pembelajaran yang dapat dipetik dari operasi pemeliharaan perdamaian.
"Selama bertahun-tahun, ICRC mencermati perkembangan isu-isu dan tantangan kemanusian di lapangan. Melalui wadah seperti pertemuan ini, kami berupaya berdialog dengan Negara-negara, pejabat militer dan komunitas kemanusiaan mengenai isu-isu penting seperti ini. Kami menyambut baik Indonesia menganggap isu ini sangat penting di bawah kerangka mandatnya dalam Dewan Keamanan PBB untuk 2019-2020."
Advertisement
Kerja Sama Regional Dinantikan
Dalam pernyataannya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menekankan pentingnya menggalang kerjasama regional dan global.
Khsusunya untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat sipil dan personil medis dalam konflik bersenjata serta peningkatan peran prajurit wanita dalam misi pemeliharaan perdamaian dunia.
"Sangat penting bagi kita untuk memberikan perhatian pada aspek kemanusiaan dari lahirnya konsep Multi Domain Battle (MDB) yang menggabungkan tekonologi persenjataan untuk peperangan darat, laut dan udara secara serentak pada satu operasi militer," imbuhnya.
Konferensi ini menandai 20 tahun kerja sama antara ICRC dan TNI di bidang diseminasi hukum humaniter internasional (HHI) bagi perwira TNI dan mempertemukan 145 perwira militer dan atase militer dari 28 negara dan dua organisasi internasional. Dialog antara kedua organisasi ini telah berkembang dari tahun ke tahun, dimana program diseminasi HHI sudah menjangkau lebih dari 20,000 perwira militer Indonesia.