Liputan6.com, Jakarta - Di balik modernitas dan hingar bingar India, terdapat aturan saklek mengatasnamakan kasta. Memisahkan manusia ke dalam sebuah strata sosial dengan tingkatan berbeda beda.
Bagai sebuah garis pembatas yang tak bisa ditembus dan disatukan. Kasta kerap membuat seseorang menganggap diri bermartabat tinggi dan merendahkan mereka dari strata terendah hanya karena darah atau keturunan.
Di negeri tepian sungai Gangga ini, manusia sejak lahir sudah distempel dalam garis kehidupan kasta yang lebih dikenal dengan sistem Jatis. Sistem itu bak belenggu kehidupan, menjadikan orang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin nelangsa serta tersingkirkan.
Advertisement
Seseorang bisa dikenali kastanya dari nama, pekerjaan dan pendidikan. Mereka yang berasal dari kasta tinggi biasanya mendapatkan pekerjaan lebih baik, sementara mereka dari strata terendah semakin terpinggirkan.
Mengutip sejumlah sumber, Kamis (25/7/2019), diskriminasi kasta yang lebih rendah sejatinya ilegal di India. Pemerintah Negeri Mahabrata melalui Mahkamah Agung sejatinya telah berusaha menghapus sistem kasta.
Melalui pasal 15 dalam hukum konstitusi India, pemerintah berusaha meningkatkan perekonomian kaum tertindas -- dalam hal ini golongan Dalit. Pihak terkait berupaya memberikan kuota di perguruan tinggi dan pekerjaan bagi kasta rendah.
Tapi tradisi tetaplah tradisi. Budaya yang diteruskan dari satu generasi ke generasi. Kaum dari strata terendah, terpinggirkan dan kerap jadi bulan-bulanan warga. Tak sedikit dari mereka dalam level terbawah kasta menjadi korban. Luka atau mati, tanpa bisa membela diri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Asal Muasal Dalit
Laporan BBC menyebut, sistem kasta India adalah salah satu bentuk stratifikasi sosial tertua yang bertahan di dunia.
Sistem yang membagi umat Hindu menjadi kelompok hierarkis yang kaku berdasarkan karma (pekerjaan) dan dharma (kata Hindu untuk agama, tetapi di sini berarti penugasan) umumnya sudah berusia lebih dari 3.000 tahun.
Manusmriti, yang secara luas dianggap sebagai buku paling penting dan otoritatif tentang hukum Hindu dan telah ada sejak 1.000 tahun sebelum Kristus dilahirkan, "mengakui dan membenarkan sistem kasta sebagai dasar keteraturan dan keteraturan masyarakat".
Sistem kasta membagi umat Hindu menjadi empat kategori utama - Brahmana, Ksatria, Vihara dan Shudra. Banyak yang percaya bahwa kelompok-kelompok itu berasal dari Brahma, Dewa Pencipta.
Di puncak hierarki adalah para Brahmana yang sebagian besar adalah guru dan intelektual dan diyakini berasal dari kepala Brahma. Kemudian datanglah para Ksatria, atau para pejuang dan penguasa, konon dari keturunannya.
Slot ketiga jatuh pada para Vaishya, atau para pedagang, yang diciptakan dari pahanya. Di bagian bawah tumpukan adalah Shudra, yang datang dari kaki Brahma dan melakukan semua pekerjaan kasar.
Kasta-kasta utama selanjutnya dibagi menjadi sekitar 3.000 kasta dan 25.000 kasta, masing-masing berdasarkan pekerjaan spesifik mereka.
Di luar sistem kasta Hindu ini ada orang-orang Dalit atau yang tak tersentuh.
Advertisement
'Untouchable' Alias 'Haram'
Kaum Dalit (paria) selama ini dianggap sebagai kasta terendah. Dengan alasan 'tak murni', mereka dilarang masuk ke mayoritas kuil, bahkan seringkali dianggap komunitas yang 'untouchable' alias 'haram' untuk disentuh. Keberadaan mereka tak dianggap dalam masyarakat tradisional India.
Berada di luar empat kasta, komunitas Dalit menjadi yang paling miskin dan tertindas. Peluang mendapat pekerjaan, memperoleh pendidikan sangat sempit bahkan dianggap nyaris tak ada. Ketidakberuntungan bahkan sampai soal jodoh.
Dan karena dianggap 'tak murni' mereka dipinggirkan selama ribuan tahun sejarah India. Program afirmatif pemerintah selama lebih dari 70 tahun belakangan belum berhasil mengatasi hal itu.
Sepanjang sejarah diskriminasi dilakukan dalam banyak hal, misalnya seperti kisah yang dipopulerkan pemimpin Dalit, BR Ambedkar. Konon, komunitas paria di sebuah desa dipaksa menggunakan penampung ludah yang diikatkan di leher mereka, agar liur mereka 'yang tak murni' tak menodai warga lain.
Sementara, di desa lain, komunitas Dalit dilaporkan diharuskan membawa dahan pohon di belakang mereka -- yang diikatkan di dengan tali yang melilit pinggang -- agar tak meninggalkan jejak yang 'kotor'. Ranting-ranting di belakang mereka akan menghapus tapak kaki.
Secara terpisah, Badri Raina, dosen senior di Delhi University mengatakan, memenangkan dukungan Dalit menjadi hal penting bagi visi persatuan Hindu yang dikampanyekan Partai Bharatiya Janata (BJP).
Namun, upaya partai tersebut menghadapi tantangan signifikan, terutama soal isu perlindungan terhadap sapi-sapi -- yang disucikan umat Hindu di India.
"Mata pencaharian Dalit tergantung pada industri ternak, baik untuk penyediaan nutrisi maupun pengolahan kulit, BJP sejauh ini belum membuat konsesi soal itu," kata Raina.
Beberapa tahun lalu, di Gujarat, tujuh pemuda Dalit menguliti seekor sapi yang mati -- sebuah pekejaan yang dilarang dilakukan orang berkasta -- dicambuki oleh sejumlah orang. Rekaman aksi kekerasan yang beredar luas memicu protes.
Aturan industri daging yang ditetapkan Mei lalu, yang melarang penjualan sapi dan ternak lainnya untuk disembelih, sangat berdampak pada komunitas Dalit, juga warga minoritas Muslim.
Sementara itu, narasi soal perlakuan diskriminatif pada kaum Dalit terus muncul.
Misalnya pada Mei 2017, tim advance yang mempersiapkan kedatangan menteri BJP dari Uttar Pradesh, Yogi Adityanath dilaporkan membagikan sabun pada komunitas Dalit dan meminta mereka membersihkan diri sebelum sang pejabat tinggi tiba.