Kematian Akibat Ebola Picu Peningkatan Anak Yatim Piatu di RD Kongo

UNICEF melaporkan fenomena peningkatan jumlah anak-anak yatim piatu di Republik Demokratik Kongo yang dipicu oleh mewabahnya virus Ebola.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 22 Agu 2019, 11:31 WIB
Diterbitkan 22 Agu 2019, 11:31 WIB
Petugas kesehatan membantu menyiapkan peralatan penanganan Ebola di Republik Demokratik Kongo (AFP/Mark Naftalin)
Petugas kesehatan membantu menyiapkan peralatan penanganan Ebola di Republik Demokratik Kongo (AFP/Mark Naftalin)

Liputan6.com, Kinshasa - Badan PBB untuk Pendanaan Kesejahteraan Anak-Anak (UNICEF) melaporkan fenomena peningkatan jumlah anak-anak yatim piatu di Republik Demokratik Kongo (RD Kongo).

Peningkatan itu disebabkan oleh merebaknya wabah Ebola, yang telah merenggut nyawa orang tua para anak-anak atau membuat mereka terpisah dari si buah hati karena harus menjalani perawatan medis, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (21/8/2019).

Wabah penyakit yang merebak di RD Kongo timur dilaporkan telah meningkat lebih dari dua kali lipat sejak April.

Sejak epidemi diumumkan lebih dari satu tahun yang lalu, badan-badan bantuan telah mencatat sebanyak 1.380 anak yang kehilangan satu atau kedua orang tuanya akibat Ebola.

Selama periode yang sama, hampir 2.470 anak-anak telah dipisahkan dari orang tuanya yang menjalani perawatan penyakit ini atau diisolasi karena mereka telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi.

Angka-angka Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut jumlah kasus Ebola mencapai 2.831, termasuk hampir 1.900 kematian.

Simak video pilihan berikut:

Kata UNICEF

Salah satu wabah Ebola terburuk di dunia meneror Republik Demokratik Kongo selama 2018 (AP/Al-hadji Kudro Maliro)
Salah satu wabah Ebola terburuk di dunia meneror Republik Demokratik Kongo selama 2018 (AP/Al-hadji Kudro Maliro)

Juru bicara UNICEF Marixie Mercado mengatakan lebih banyak lagi anak-anak yang jatuh sakit dan meninggal dalam epidemi ini dari pada yang sebelumnya.

"Dalam epidemi ini, sekitar 30 persen kasus dialami anak-anak. Sedangkan dalam epidemi sebelumnya, proporsinya sekitar 20 persen. Pada 4 Agustus, ada 787 anak di bawah 18 yang terinfeksi Ebola dan ada 527 kematian," papar Marixie Mercado.

Mercado mengatakan anak-anak dalam tekanan besar dan membutuhkan perawatan fisik, psikososial, dan sosial secara ekstensif.

Mengingat lebih dari dua kali lipat anak membutuhkan bantuan, ia mengatakan layanan khusus ini harus segera ditingkatkan. Terutama di Beni, yang memiliki jumlah terbanyak anak-anak yang terimbas Ebola.

Untuk anak-anak yang kedua orang tuanya meninggal, tim berupaya menempatkan mereka dengan kerabat atau keluarga asuh karena anak-anak tersebut memiliki kebutuhan jangka panjang, kata Mercado.

Namun, hal itu juga tidak mudah karena adanya beban ekonomi untuk membesarkan anak-anak tambahan dan ketakutan terjangkitnya penyakit, tambahnya.

"Ini seringkali membutuhkan kesabaran mediasi serta dukungan keuangan untuk makanan, biaya sekolah, dan kebutuhan dasar lainnya," ujarnya.

Juru bicara UNICEF itu mengatakan kepada VOA bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh para pembantu psikososial sangat penting karena stigma terhadap anak yatim Ebola sangat kuat.

Ia mengatakan anak-anak yang telah melakukan kontak dengan orang yang terinfeksi virus sering ditolak oleh keluarga dan komunitas yang yakin mereka akan jatuh sakit.

Ini, kata Mercado, adalah saat di mana para pekerja sosial masuk untuk meyakinkan orang-orang bahwa mereka tidak perlu takut dan memberikan perhatian penuh kasih kepada anak-anak itu akan membantu perkembangan mereka.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya