Liputan6.com, London - Dalam beberapa jam setelah keputusan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson untuk menangguhkan parlemen setempat, protes dengan cepat merebak di berbagai kota utama di seluruh negeri, termasuk di depan Istana Westminster di London Tengah.
Serangkaian unjuk rasa berlangsung sejak Rabu sore hingga waktu yang belum ditentukan di berbagai area, termasuk Manchester, Edinburgh, Cardiff, Birmingham, Liverpool, Bristol, Cambridge, Brighton, Durham, Milton Keynes dan Chester.
Sementara di London, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (29/8/2019), para demonstran berkumpul di Commons Green, tepat di luar gedung Parlemen Inggris, dan kemudian berbaris menuju kantor perdana menteri di Downing Street. Penyelenggara protes mengklaim kerumunan tersebut berjumlah ribuan orang.
Advertisement
Baca Juga
Para demonstran menilai penangguhan Parlemen Inggris sebagai kudeta, dan mendesak PM Johnson untuk mengundurkan diri.
Pada satu titik, lalu lintas di Downing Street terhenti ketika pengunjuk rasa meneriakkan "selamatkan demokrasi kita, hentikan kudeta", dan menyanyikan "Tidak ada yang memilih Boris".
Amelia Womack, wakil pemimpin partai Hijau, adalah salah satu dari banyak politikus oposisi yang hadir. Dia berkata: "Kami di sini untuk menentang kudeta Boris Johnson. Kami memiliki demokrasi perwakilan dan dengan menangguhkan parlemen, Anda menghilangkan hak demokrasi rakyat."
Berbicara tentang keputusan untuk memulai, dia berkata: "Saya merasa seperti kita telah mengharapkan ini untuk sementara waktu, tetapi saya tidak berpikir dia akan membuat tindakan brutal yang menunjukkan pengabaian terhadap prosedur parlementer kita."
"Saya pikir apa yang telah dia lakukan adalah menyatukan bagian dari negara yang tidak mendukung kesepakatan dan bentuk prosesnya yang menyangkal demokrasi," lanjutnya kepada The Guardian.
Memprotes Turunnya Kualitas Demokrasi
Sementara itu di Manchester, demonstran yang berjumlah sekitar 250 orang telah berkumpul sekitar pukul 18.00 sore waktu setempat di Albert Square, dekat balai kota.
Banyak yang dipersenjatai dengan payung, yang menyiratkan solidaritas terhadap protes pro-demokrasi Hong Kong, namun kebanyakan untuk melindungi diri dari hujan.
Para pengunjuk rasa meneriakkan "hentikan kudeta", dengan mengacungkan papan bertuliskan "Lepaskan" dan "lindungi demokrasi kita".
Salah satu penyelenggara demonstrasi adalah Emma (26), seorang konsultan imigrasi, yang mengatakan: "Saya di sini karena saya marah dan kaget bahwa demokrasi kita dicabut dari bawah, sementara kita tertidur di belakang kemudi."
Temannya Noora (27), seorang komika, mengatakan mereka terinspirasi oleh gerakan payung Hong Kong.
"Kami di sini untuk memprotes turunnya kualitas demokrasi yang sedang terjadi di Inggris ... Saya merasa kita harus membuat semacam pendirian," ujar Noora.
Mereka bergabung dengan Rory dan Margaret, pensiunan dosen berusia tujuh puluhan. Rory mengatakan: "Ini serangan paling mencolok terhadap demokrasi yang bisa saya ingat. Sudah cukup buruk bahwa (Boris Johnson) terpilih sebagai pemimpin oleh segelintir orang, tetapi tentang apa kendali balik ini? Dan kedaulatan parlemen? Parlemen baru saja ditolak. Saya pikir itu benar-benar membuat marah rakyat."
Hingga berita ini ditulis, protes masih berlangsung di sebagian daerah Inggris. Belum ada laporan kekerasan, semua berjalan damai.
Advertisement