Liputan6.com, Tel Aviv - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (16/2/2025), bersumpah "menuntaskan misi" melawan Iran dengan dukungan dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Hal tersebut disampaikan Netanyahu dalam kunjungan perdana Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio ke Israel sejak menjabat.
Baca Juga
"Selama 16 bulan terakhir, Israel telah memberikan pukulan berat terhadap poros teror Iran. Di bawah kepemimpinan kuat Presiden Trump … saya tidak ragu bahwa kami dapat dan akan menyelesaikan pekerjaan ini," kata Netanyahu seperti dikutip dari CNN, Senin (17/2).
Advertisement
Sementara itu, Rubio mengatakan bahwa tidak pernah akan ada Iran yang memiliki senjata nuklir.
"Penting untuk selalu ditekankan bahwa baik itu mengenai Hamas, Hizbullah, kekerasan di Tepi Barat, destabilisasi di Suriah, atau masalah milisi-milisi di Irak, semuanya memiliki satu benang merah yang sama – yaitu Iran," ujar Rubio.
"Itulah yang harus diatasi."
Langkah Israel untuk menggunakan kekuatan militer akan bertentangan dengan keinginan Trump yang saat ini ingin mencapai kesepakatan damai dengan Iran. Belum lagi, peringatan intelijen AS baru-baru ini menyebutkan bahwa serangan besar terhadap situs-situs nuklir Iran dapat meningkatkan risiko terjadinya perang yang lebih luas di Timur Tengah.
Menurut salah satu laporan intelijen AS terbaru, misi Israel adalah menggulingkan rezim di Iran.
Israel Terima Bom Berat dari AS
Kunjungan Rubio, yang tiba di Tel Aviv pada Sabtu (15/2) malam, bertepatan dengan pengiriman bom berat AS ke Israel. Amunisi tersebut dikirim setelah pemerintahan Trump bulan lalu mencabut penangguhan pengirimannya.
"Pengiriman amunisi MK-84 merupakan aset penting bagi Angkatan Udara dan IDF serta sebagai bukti lebih lanjut dari aliansi yang kuat antara Israel dan Amerika Serikat," sebut Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz.
Katz berterima kasih kepada Trump dan pemerintahan AS atas dukungan yang tidak tergoyahkan.
Pengiriman bom berat oleh pemerintahan Trump ini membatalkan salah satu dari sedikit kebijakan era Joe Biden yang dimaksudkan untuk memberi tekanan pada Israel menyangkut perang di Jalur Gaza. Biden menahan pengiriman bom, yang satunya saja seberat 907 kg, tersebut karena khawatir bom-bom itu dapat digunakan tanpa pandang bulu oleh militer Israel di daerah padat penduduk di Jalur Gaza.
Meski menimbulkan ketegangan antara Biden dan Netanyahu, langkah Biden sendiri tidak menandakan perubahan besar dalam perang di Jalur Gaza. Hal ini tidak secara signifikan pula meningkatkan posisi Biden di antara para pengkritik perang yang mendesak pembatasan lebih ketat penjualan senjata AS kepada Israel.
Kepala Kantor Media Pemerintah Jalur Gaza Salama Maroof mengkritik keputusan AS untuk mengizinkan pengiriman bom berat.
"Alih-alih mengirimkan makanan, obat-obatan, air, atau bahan untuk tempat penampungan dan pembangunan bagi para korban di Gaza, bahkan dengan niat kemanusiaan, Amerika Serikat —yang mengklaim diri sebagai negara demokrasi pertama di dunia dan pelopor hak asasi manusia— justru mendukung tentara penjajah dengan mengirimkan 1.800 bom MK berat," ungkap Maroof.
Â
Advertisement
