Liputan6.com, Jakarta - Setiap 16 November dunia memperingatinya sebagai Hari Toleransi Internasional. Hal itu berawal dari komitmen PBB untuk memperkuat toleransi, dengan menumbuhkan saling pengertian di antara budaya dan masyarakat.
Hal itu tercantum pada United Nations Charter atau inti Piagam PBB, serta Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia), dan lebih penting dari sebelumnya dalam era meningkatnya dan kekerasan ekstremisme dan meluasnya konflik yang ditandai dengan pengabaian mendasar terhadap kehidupan manusia.
Lalu pada tahun 1996, mengutip un.org, Sabtu (16/11/2019), Majelis Umum PBB (dengan resolusi 51/95) mengundang Negara-negara Anggota PBB untuk merayakan International Day for Tolerance (Hari Toleransi Internasional) pada 16 November --menumbuhkan saling pengertian antara budaya dan masyarakat.
Advertisement
Aksi ini merupakan tindaklanjut United Nations Year for Tolerance, 1995 yang diproklamasikan oleh Majelis Umum PBB pada tahun 1993 atas inisiatif UNESCO, sebagaimana diuraikan dalam Declaration of Principles on Tolerance and Follow-up Plan of Action for the Year.
UNESCO-Madanjeet Singh Prize for the Promotion of Tolerance and Non-Violence
Sementara itu, sebelumnya pada tahun 1995, untuk menandai United Nations Year for Tolerance dan peringatan 125 tahun kelahiran Mahatma Gandhi, UNESCO menciptakan award untuk promosi toleransi dan tanpa kekerasan.
Penghargaan itu dikenal dengan UNESCO-Madanjeet Singh Prize for the Promotion of Tolerance and Non-Violence, sebagai apresiasi atas aktivitas signifikan dalam bidang ilmiah, artistik, budaya atau komunikasi yang ditujukan untuk mempromosikan semangat toleransi dan non-kekerasan.
Penghargaan itu diberikan setiap dua tahun pada Hari Toleransi Internasional, 16 November. Apresiasi tersebut dapat diberikan kepada lembaga, organisasi atau orang, yang telah berkontribusi dan berjasa serta efektif terkait toleransi dan tanpa kekerasan.
Mengapa Memperingati Hari Internasional?
Peringatan internasional adalah kesempatan untuk mendidik publik tentang masalah-masalah yang menjadi perhatian, untuk memobilisasi kemauan politik dan sumber daya untuk mengatasi masalah-masalah global. Hal itu juga bisa jadi peringatan dan memperkuat pencapaian kemanusiaan.
Keberadaan hari-hari internasional mendahului berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa, tetapi PBB telah memeluk mereka sebagai alat advokasi yang kuat.
Peringatan Hari Toleransi Internasional 2019
Menjelang peringatan Hari Toleransi Internasional 2019, kepala UNESCO mengatakan bahwa "Keragaman adalah bentuk kekayaan, bukan faktor pembagian".
"Toleransi lebih dari sekadar berpangku tangan atau tetap tidak peka terhadap perbedaan antara laki-laki dan perempuan, budaya dan kepercayaan”, kata Audrey Azoulay, Direktur Jenderal Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO), "tetapi sebaliknya, keadaan pikiran, kesadaran dan kebutuhan."
Azoulay menekankan bahwa toleransi "untuk menyadari bahwa keragaman budaya adalah bentuk kekayaan, bukan faktor pembagian".
"Ini adalah untuk memahami bahwa setiap budaya, di luar perbedaan langsung atau nyata, adalah bagian konstituen dari universalitas dan berbicara bahasa umum kemanusiaan."
Mengutip mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, dia mengatakan bahwa toleransi adalah "kebajikan yang memungkinkan perdamaian".
Advertisement
Memerangi Intoleransi
Sejak didirikan, UNESCO telah bertujuan untuk "membangun perdamaian dengan memerangi intoleransi yang masih terlalu sering membuat masyarakat kita terpecah, dan dengan tanpa henti memerangi semua bentuk rasisme dan diskriminasi", kata kepala badan itu.
Azoulay mengutip kata-kata mantan Direktur Jenderal Federico Mayor: "UNESCO menerima dan mengumandangkan pesan toleransi, sesuai dengan misinya untuk menjadi 'hati nurani Perserikatan Bangsa-Bangsa'".
Sebagai kesimpulan, Azoulay mengundang semua orang untuk berbagi pesan toleransi dan perdamaian UNESCO.