Warga Myanmar Akan Nobar Sidang Genosida Rohingya di Mahkamah Internasional

Warga Myanmar diperkirakan akan menonton keterangan Aung San Suu Kyi di Mahkamah Internasional di Den Haag.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 01 Feb 2021, 07:47 WIB
Diterbitkan 11 Des 2019, 15:30 WIB
Kanselir Negara Myanmar Aung San Suu Kyi di Sidang PBB
Kanselir Negara Myanmar Aung San Suu Kyi di Sidang PBB. Dok: AFP

Liputan6.com, Yangon - Kanselir Negara Myanmar, Aung San Suu Kyi, tampak lesu ketika menghadiri sidang Rohingya yang dilakukah Mahkamah Internasional PBB di Den Haag, Belanda. Sidang masih dalam proses dengar pendapat (hearing) dan pihak terlapor serta pelapor bisa memberikan argumen mereka di depan panel hakim.

Menurut laporan AFP, Rabu (11/12/2019), Suu Kyi akan memulai pembelaan terhadap militer di sidang hari kedua ini. Ia diperkirakan akan kembali mengelak bahwa ada persekusi Rohingya di Myanmar serta menyebut Mahkamah Internasional tak berhak mengurus kasus di negaranya.

Keputusan Suu Kyi untuk memimpin delegasi Myanmar di Den Haag juga mendapat dukungan masyarakat Myanmar. Untuk sidang hari kedua, diperkirakan masyarakat akan menggelar nonton bareng (nonbar) di ibu kota Yangon untuk menyaksikan kesaksian Suu Kyi pada sidang Rohingya di Den Haag.

Penyelenggara aksi berkata sudah mendapat izin dari aparat untuk melakukan livestream dengan layar besar di depan Balai Kota Yangon.

Masyarakat Myanmar juga terpantau turun ke jalan dan membawa poster-poster Suu Kyi di beberapa kota sebagai bentuk dukungan. Rohingya pun dianggap oleh Myanmar sebagai imigran ilegal dan kesulitan mendapat akses hukum.

Gambia yang memilik mayoritas penduduk Muslim melaporkan Myanmar atas nama Organisation of Islamic Cooperation. Pihak Gambia turut menyeret nama Aung San Suu Kyi yang dianggap terlibat langsung atas persekusi militer atas Rohingya.

Pada sidang hari pertama, Selasa, 10 Desember 2019, pihak pelapor yakni Gambia mengecam tindakan militer Myanmar yang menganggu hati nurani. Aung San Suu Kyi pun menyaksikan keterangan terkait persekusi massal yang mengakibatkan 730 ribu etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Respons Indonesia

Presiden Jokowi bertemu State Counsellor Republik Uni Myanmar Aung San Suu Kyi.
Presiden Jokowi bertemu State Counsellor Republik Uni Myanmar Aung San Suu Kyi di sela-sela KTT ke-34 ASEAN, Sabtu (22/6/2019). (foto: dokumentasi Biro Pers Setpres)

Sidang kasus Rohingya digelar oleh Mahkamah Internasional PBB di Den Haag, Inggris. Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi juga dihadirkan di persidangan itu, sebab ia juga menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Myanmar.

Pihak Kementerian Luar Negeri Indonesia menyebut menghargai karena Suu Kyi mau datang ke Den Haag. Ia berharap Suu Kyi bisa memperjelas posisi negaranya terkait Rohingya di hadapan dunia internasional. 

"Kita merupakan salah satu ngara yang aktif dalam mencoba memfasilitasi penangangan isu kemanusiaan di provisi Rakhine. Kita melilhat ini proses yang dihadiri secara langsung oleh Aung San Suu Kyi yang tentunya kita hormati bahwa beliau datang untuk menjelaskan apa yang menjadi posisi pemerintahannya," ujar Juru Bicara Kemenlu Teuku Faizasyah di Jakarta pada Selasa (10/12/2019).

Selama ini pemerintah Myanmar memang kerap menyangkal bahwa negaranya melakukan pelanggaran HAM kepada etnis Rohingnya. Berdasarkan laporan Badan Pengungsi PBB, ada 730 ribu pengungsi Rohingya. PBB juga melihat ada indikasi genosida yang terjadi.

Teuku menyebut saat ini sidang Rohingya di PBB masa ada dalam tahap awal. Ia pun enggan memberi banyak komentar terkait kasus ini, namun ia memastikan Indonesia memiliki pendekatan tersendiri untuk menyelesaikan konflik di Rakhine secara bilateral.

Ketika ditanya apakah Kedutaan Besar Indonesia di Belanda akan mengawasi persidangan ini, Teuku berkata pemerintah pasti melakukan pengawasan.

"Tanpa harus mengawasi (oleh Kedutaan) kita bisa mengikuti di pemerintahan," jelas Teuku.

Persidangan Rohingnya juga sudah dimulai di Den Haag. Gambia sebagai pelapor berkata tindakan Myanmar mengganggu hati nurani masyarakat internasional sehingga tak bisa didiamkan.

"Dalam ucapan Edmund Burke (negarawan Irlandia), 'Satu-satunya yang diperlukan untuk memenangkan kejahatan adalah orang-orang baik tak melakukan apapun,'" ujar Jaksa Agung Gambia Abubacarr Marie Tambadou seperti dikutip The Guardian.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya