Liputan6.com, Chengdu - Pastor kristen protestan di China mendapat vonis sembilan tahun penjara atas tuduhan bertindak subversif terhadap kekuasaan negara. Sebelumnya, pastor bernama Wang Yi itu juga dituduh melakukan bisnis ilegal.
Dilaporkan AFP, Senin (30/12/2019), Pastur Wang Yi berasal dari Gereja Early Rain Covenant di Chengdu. Meski vonisnya terkait tindakan subversif, tahun lalu ia ditangkap pemerintah China atas tuduhan bisnis ilegal. Lusinan jemaah Wang Yi juga dilaporkan menghilang.
Advertisement
Baca Juga
Tuduhan subversif merupakan teknik andalan pemerintah komunis China untuk membungkam kritik.
Konstitusi China pada dasarnya bersifat tak beragama. Tak hanya masyarakat Muslim Uighur, gerakan ajaran Kristiani dipantau ketat oleh pemerintah bahkan kegiatan beragama diatur pemerintah. Jika menolak, gereja bisa ditutup.
Alhasil, China memiliki dua "aliran" gereja. Yang pertama gereja yang diizinkan pemerintah dan gereja tidak resmi (gereja underground). Pada gereja yang diizinkan pemerintah, lagu-lagu Partai Komunis kerap disajikan di gereja.
Gereja Katolik mengalami hal serupa. Ada gereja tidak resmi yang dipimpin bishop resmi yang diakui Vatikan, serta gereja Katolik yang sesuai aturan pemerintah China.
Sebelum diringkus oleh petugas, Pastur Wang sempat menulis kritikan kepada pemerintah di laman Facebook gereja. Dalam postingannya, ia menyebut Partai Komunis China tidak akan bisa bertahan selamanya.
"Partai itu bisa membunuh tubuhku, tetapi tidak bisa membunuh jiwaku," tulis sang pastur.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Pesan Pemerintah China
Peneliti Amnesty International Patrick Poon berkata vonis Wang Yi bisa membuat takut gereja-gereja lain di China. Pemerintah China disebut sedang mengirim pesan.
"Pesannya sangat jelas, kamu akan menjadi Wang Yi selanjutnya jika kamu tidak mendaftar dan mengikuti barisan agama Partai Komunis," ujar Poon yang berbasis di Hong Kong.
Penangkapan Wang Yi di 2018 adalah bagian dari penggrebekan pemerintah pada gereja underground. Target sentimen anti-agama di China khususnya terjadi pada pemeluk Islam dan Kristen.
Gereja Zion di Beijing pada September 2018 ditutup oleh aparat karena beroperasi tanpa lisensi. Gereja itu adalah salah satu gereja underground terbesar di China.
China juga memantau kitab suci. Kabar terbaru menyebut Injil dan Al-Quran siap dibuat versi yang sesuai nilai-nilai sosialisme.
China juga sedang mendapat kecaman organisasi HAM internasional atas tindakannya pada komunitas Muslim Uighur di Xinjiang.
Advertisement
China Bakal Tulis Ulang Isi Alkitab dan Al-Qur'an di Tengah Isu Uighur
China rencananya akan menulis ulang isi terjemahan Alkitab dan Al-Quran. Upaya itu digadang-gadang demi mencerminkan nilai nasionalis di tengah isu Uighur, yang menuduh pemerintah negara tersebut telah melakukan tindakan keras.
Kitab suci keluaran baru nanti, tidak akan mengandung konten apapun yang berlawanan dengan keyakinan Partai Komunis, menurut pihak berwenang dari partai berkuasa di China.
Paragraf yang dianggap salah oleh badan sensor akan diubah atau diterjemahkan kembali.
Dilansir dari Daily Mail, walaupun Alkitab dan Al-Qur'an tidak disebutkan secara spesifik, partai tersebut menyebutkan "evaluasi komprehensif klasik agama yang bertujuan pada konten tak sesuai dengan perkembangan zaman."
Mandat itu diberikan pada bulan November selama pertemuan yang diadakan oleh Komite Urusan Etnis dan Agama Komite Nasional Konferensi Konsultatif Politik Rakyat China, yang mengawasi masalah etnis dan agama di Tiongkok.