Studi: Gejala Virus Corona Covid-19 Menampakkan Diri Setelah 5 Hari

Para ilmuwan menemukan, sekitar 98 persen orang yang tertular Covid-19 menunjukkan gejala dalam 11,5 hari setelah terpapar.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Mar 2020, 21:06 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2020, 21:06 WIB
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)
Ilustrasi Virus Corona 2019-nCoV (Public Domain/Centers for Disease Control and Prevention's Public Health Image)

Liputan6.com, Jakarta - Banyak hal yang belum diketahui soal virus corona baru. Itu yang bikin kita takut. Namun, para ilmuwan sedikit demi sedikit menguak kemisteriusan Covid-1, yang bisa bertransmisi dari seseorang yang bahkan tidak menunjukkan gejalanya sama sekali alias asimptomatik (asymptomatic).

Hasil penelitian yang dimuat Annals of Internal Medicine menguak periode inkubasi Covid-19. Para ilmuwan dari Amerika Serikat mengonfirmasi, dibutuhkan rata-rata 5,1 hari bagi seseorang yang terinfeksi untuk menunjukkan gejalanya. Mirip dengan SARS.

Hasil penelitian tersebut melibatkan 181 pasien virus corona dari China dan negara lain -- di luar Wuhan, Provinsi Hubei, yang jadi episentrum wabah. Para pasien tersebut dinyatakan positif Covid-19 sebelum 24 Februari 2020, dilaporkan oleh media, yang juga memuat informasi perkiraan tanggal paparan dan kemunculan gejala.

Para ilmuwan menemukan, sekitar 98 persen orang yang tertular Covid-19 menunjukkan gejala dalam 11,5 hari setelah terpapar.

Periode pemantauan yang lebih lama mungkin dibenarkan dalam kasus-kasus ekstrem. Para ilmuwan menemukan, hanya 101 dari 10,000 kasus menunjukkan gejala setelah bebas dari karantina selama 14 hari.

Para ilmuwan menyebut, hasil penelitian menjadi bukti pendukung bagi periode pemantauan aktif yang ditetapkan saat ini untuk pasien positif Covid-19, yakni 14 hari.

"Berdasarkan analisis kami terhadap data yang tersedia untuk umum, rekomendasi saat ini yaitu 14 hari untuk pemantauan aktif atau karantina adalah masuk akal," kata pemimpin studi, Profesor Justin Lessler dari Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health seperti dikutip dari The Guardian, 10 Maret 2020.

Ia mengungkapkan, temuan timnya adalah estimasi 'cepat' terbaik yang bisa didapat saat ini. Namun, sang ilmuwan menekankan, masih banyak yang harus dipelajari soal Covid-19.

Para ahli meyakini, mayoritas yang terinfeksi virus corona baru hanya menunjukkan gejala ringan, seperti batuk dan demam. Sebagian bahkan asimptomatik atau tak menunjukkan gejala apapun.

Meski demikian, Covid-19 bisa berefek serius bahkan mematikan untuk sebagian orang, khususnya lansia dan mereka yang memiliki gangguan kesehatan.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Pemantauan Bandara Tak Efektif?

Kenakan Masker Pelindung di Bandara Soetta
Petugas Imigrasi bandara menggunakan masker pelindung saat berada di Pintu Kedatangan Terminal 3 Ultimate Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Jumat (31/1/2020). Hal itu dilakukan sebagai antisipasi penularan dan penyebaran virus corona (2019-nCov). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Ada hal menarik lain yang ditemukan para ilmuwan. Yakni, upaya pemindaian gejala Covid-19, seperti pengecekan suhu tubuh di bandara, mungkin tak akan efektif untuk melacak orang-orang yang baru terinfeksi.

"Jika seseorang ada dalam masa inkubasi, itu adalah 'jendela' (peluang) seseorang yang sudah terinfeksi dapat masuk ke sebuah negara tanpa terdeteksi oleh pengawasan berbasis gejala," kata Lessler seperti dikutip dari CNN.

Itu bisa jadi menjelaskan mengapa upaya Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat memindai lebih dari 46 ribu orang, untuk menemukan gejala demam, batuk, dan sesak napas, hanya menghasilkan pengungkapan satu kasus positif Virus Corona (Covid-19).

Hal itu terungkap berdasarkan data skrining terbaru CDC, yang dirilis pada akhir Februari 2020.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya