Liputan6.com, Brasilia - Menteri kabinet pemerintahan Brasil memicu kontroversi karena menuduh China mengambil untung di tengah pandemi Virus Corona (COVID-19). Tiongkok dituduh mencetak laba dari penjualan alat bantu pernapasan saat ini.
Dilaporkan Bloomberg, Selasa (7/4/2020), tuduhan itu berasal dari Menteri Pendidikan Brasil Abraham Weintraub. Ia mencurigai China yang menutup-nutupi kasus Virus Corona jenis baru kemudian malah cepat-cepat memproduksi respirator.
Advertisement
Baca Juga
"Ketika krisis meledak, ketimbang memperingatkan dunia, mereka malah menahan informasi, dan buru-buru membuat respirator yang sekarang mereka jual ke dunia yang sangat membutuhkannya," ujar Weitraub dalam wawancara radio pada Senin kemarin waktu setempat.
Tudingan Menteri Weitraub seraya menggemakan ucapan Eduardo Bolsonaro yang merupakan putra Presiden Brasil Jair Bolsonaro. Eduardo menyebut Virus Corona adalah kesalahan pemerintah China yang ia sebut diktator.
Tak hanya di radio, Menteri Weitraub berlanjut ke Twitter. Ia sempat memposting meme yang meledek aksen China dan menyindir negara komunis itu berusaha mendominasi dunia di tengah epidemi Virus Corona jenis baru.
Kedutaan Besar China di Brasil langsung mengecam retorika pejabat Brasil tersebut. Beragam tuduhan itu disebut China sebagai absurd dan rasis.
"Deklarasi (Menteri Weitraub) jelas-jelas absurd dan tercela, terkandung sifat rasis dan tujuan yang tak bisa diucapkan, hal itu mengakibatkan pengaruh negatif pada perkembangan relasi bilateral yang sehat antara Brasil dan China," tegas Kedubes China.
Ketika pertama muncul Virus Corona jenis baru, pemerintah Wuhan memang diketahui membungkam para dokter di sana. Namun, WHO memuji transparansi China dalam berbagi informasi terkait Virus SARS-CoV-2 itu.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Gelombang Kedua Virus Corona, Kasus COVID-19 Tanpa Gejala Meningkat di China
Komisi Kesehatan Nasional China, pada Senin 6 April 2020, melaporkan 78 kasus baru Virus Corona COVID-19 tanpa gejala yang teridentifikasi hingga Minggu 5 April malam. Jumlah itu naik dibandingkan sehari sebelumnya sebanyak 47 kasus tanpa gejala.
Sementara kasus baru dengan gejala per 5 April juga naik menjadi 39 kasus dari 30 kasus pada satu hari sebelumnya. Saat ini, tercatat 81 ribu lebih kasus akumulatif terjadi di seluruh china, dengan sekitar 3.300 kematian.
Pada bulan ketiga pandemi Virus Corona COVID-19 di China ini, kasus impor dan pasien tanpa gejala --yang tidak mengalami gejala apa pun namun terjangkit virus dan dapat menularkan ke orang lain-- menjadi perhatian dalam beberapa pekan terakhir.
Hal itu muncul setelah pemerintah China dengan langkah penanggulangan kerasnya dianggap sukses menekan angka kasus infeksi lokal Virus Corona jenis baru yang sebelumnya membludak.
Provinsi Hubei, pusat wabah Virus Corona jenis baru bermula, saat ini mencatatkan hampir setengah jumlah kasus baru tanpa gejala, menurut data otoritas kesehatan. Sejauh ini, total 705 orang positif COVID-19 tanpa gejala tengah berada dalam pengawasan medis di seluruh China.
Lonjakan kasus tanpa gejala, yang baru mulai dilaporkan China pada pekan lalu, menimbulkan kekhawatiran di tengah persiapan ibu kota provinsi Hubei, Wuhan, untuk kembali membuka wilayah pada 8 April mendatang setelah ditutup total sejak akhir Januari.
Pemerintah lokal Wuhan telah mencabut status "bebas epidemi" dari 45 kompleks perumahan akibat kemunculan kasus tanpa gejala serta alasan lainnya, menurut laporan kantor berita China, Xinhua.
Status "bebas epidemi" menjadi kartu pas bagi masyarakat kompleks perumahan di kota itu untuk pergi keluar selama dua jam.
Hubei sendiri telah melonggarkan pembatasan bepergian pada akhir bulan lalu sebagai bagian dari upaya China membangkitkan kembali kegiatan ekonomi kendati dalam waktu bersamaan mereka juga berupaya mencegah infeksi Virus Corona gelombang kedua.
Advertisement