Udara Bersih Saat Pandemi Corona Jadi Bukti Aktivitas Manusia Merusak Lingkungan?

Kualitas lingkungan negara lain meningkat berkat lockdown di kala epidemi Virus Corona COVID-19. Apakah Indonesia bisa?

oleh Tommy K. Rony diperbarui 03 Apr 2020, 09:04 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2020, 09:04 WIB
Semrawut Kemacetan Truk Kontainer di Tanjung Priok
Kemacetan arus kendaraan saat melintas di Jalan Yos Sudarso arah Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (12/7). Kemacetan disebabkan mahalnya tarif tol pelabuhan yang mencapai Rp 45 ribu sehingga sopir memilih jalan bawah. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak Virus Corona COVID-19 merebak, lingkungan hidup mendapat dampak positif. Di internet, beredar foto-foto sungai Venesia yang makin jernih setelah Italia lockdown, kualitas udara di China juga sempat terpantau membaik.

Organisasi lingkungan internasional Greenpeace menyebut COVID-19 memberi dampak negatif kepada perdagangan dan ekonomi. Alhasil, kegiatan industri tertahan, lalu polusi industri berkurang, dan kualitas lingkungan hidup meningkat.

"Krisis COVID-19 ini telah berimplikasi terhadap perlambatan dalam perdagangan dan kegiatan ekonomi secara global, seperti yang disaksikan di China, Amerika dan beberapa negara kota di Eropa," ujar Forest Campaigner Team Leader dari Greenpeace Indonesia, Arie Rompas kepada Liputan6.com, Kamis (2/4/2020). 

Meningkatnya kualitas lingkungan setelah aktivitas industri terhenti akibat lockdown turut membuktikan bahwa manusia dan ekonomi punya andil dalam penyebaran polusi.

"Polusi udara yang hilang, sungai-sungai yang menjadi bersih, adalah bukti bahwa kerusakan lingkungan berasal dari aktivitas ekonomi manusia," lanjut Arie. 

Bagaimana dengan di Indonesia? 

Greenpeace menyebut Indonesia belum mengalami hal serupa. Indonesia juga tidak menjalani lockdown, hanya pembatasan sosial.

Selain itu, Greenpeace memantau masih ada perusahaan yang melakukan pembukaan lahan hutan di Kalimantan dan Papua. Kebijakan pembatasan sosial pemerintah juga dinilai belum memberi efek pada lingkungan. 

"Status pembatasan sosial skala luas yang baru saja di umumkan oleh pemeritah belum maskimal karena beberapa perusahaan masih terus melakukan aktivitas dan kami prihatin bahwa perusahaan ini masih terus mendapatkan keuntungan dari situasi krisis ini," jelas Arie. 

 

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Jaga Hutan untuk Hindari Penyakit Zoonosis

Penebangan Kebun Kelapa Sawit Ilegal di Taman Nasional Gunung Leuser
Perkebunan kelapa sawit ilegal di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh, Kamis (1/11). Pohon-pohon tersebut ditanam sejak tahun 2014 di kawasan hutan lindung. (JANUAR/AFP)

Masalah perlindungan hutan menjadi fokus serius Greenpeace, sebab ada keterkaitan antara kerusakan hutan dan penyebaran virus zoonosis. Virus Corona yang sedang mewabah termasuk kategori tersebut. 

Sementara, hutan di Indonesia terus ditebang akibat berbagai industri seperti kelapa sawit dan kayu pulp. Pemerintah diminta menyadari ada koneksi antara kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Perlindungan hutan ini diharapkan dilakukan bersamaan dengan memberantas COVID-19 agar membantu generasi selanjutnya agar terhindar dari penyakit-penyakit baru.

"Penghancuran keanekaragaman hayati dan habitat alami menciptakan kondisi untuk virus dan penyakit baru seperti COVID-19," ucap Arie.

"Kesehatan masyarakat dan kesehatan planet berhubungan erat dan harus ditangani bersama. Kita perlu melindungi hutan dan keanekaragaman hayati dunia karena kehidupan kita," pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya