Sudah Ada dari Zaman Kuno, Ini Asal-Usul Sabun yang Kita Gunakan

Berikut ini beberapa fakta menarik soal sabun, yang ternyata sudah sejak zaman dahulu.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mei 2020, 03:00 WIB
Diterbitkan 09 Mei 2020, 03:00 WIB
ilustrasi sabun arang/pexels
ilustrasi sabun arang/pexels

Liputan6.com, Jakarta - Sabun adalah campuran lemak atau minyak, air, dan alkali, atau garam (basic salt).

Orang Babilonia kuno dianggap sebagai orang pertama yang membuat sabun. Resep mereka membuat sabun dengan lemak hewan, abu kayu dan air ditemukan terukir dalam wadah tanah liat yang berasal dari 2800 SM, menurut soaphistory.net.

Mengutip Live Science, Sabtu (8/5/2020), mereka kemungkinan menggunakan ramuan untuk mencuci wol dan kapas agar bahan-bahannya bisa ditenun menjadi kain. Bukan untuk tujuan utama membersihkan tubuh.

Orang Mesir kuno mengembangkan resep serupa dalam membuat sabun, yang mereka gunakan untuk mengobati luka, penyakit kulit dan mencuci barang-barang pribadi.

Bangsa Romawi juga membuat sabun, tetapi baru pada abad-abad setelahnya. Pada era itu sabun digunakan untuk kebersihan pribadi; sebelumnya, sabun adalah alat dokter untuk mengobati penyakit.

Resep dasar untuk sabun tidak berubah selama ribuan tahun. Ini masih kombinasi lemak atau minyak dengan alkali - basic salt - dan air. Ketika bahan-bahan tersebut bergabung dalam proporsi yang tepat, mereka melalui proses kimia yang disebut saponifikasi, yang menghasilkan sabun.

Saat ini, ada dua teknik yang digunakan orang untuk membuat sabun: proses dingin dan proses panas.

Dalam proses dingin, larutan alkali suhu kamar (natrium hidroksida dalam air) dicampur dengan minyak hewani atau nabati. Saat bahan bereaksi satu sama lain, campuran mengental dan memanas. Sebelum terlalu kental, campuran dituangkan ke dalam cetakan yang mengeras, dan proses penyabunan selesai.

Langkah terakhir adalah membiarkan sabun mengeras, atau memadat selama beberapa minggu, yang memungkinkan air berlebih dalam campuran menguap. Ini membuat sabun menjadi lebih keras, menurut Handcrafted Soap and Cosmetic Guild.

Sementara itu, proses panas adalah cara yang lebih tradisional dan kuno untuk membuat sabun dan membutuhkan sumber panas dari luar.

Caranya, bahan-bahan dipanaskan saat dicampur, yang meningkatkan kecepatan proses saponifikasi. Sabun berbentuk cair ketika dituangkan ke dalam cetakan dan siap digunakan segera setelah dipadatkan.

Sabun proses panas dapat mengeras dengan cara yang mirip dengan sabun proses dingin, tetapi biasanya tidak diperlukan, menurut Handcrafted Soap and Cosmetic Guild.

Ternyata sabun tidak membunuh kuman, tapi menyingkirkannya

ilustrasi sabun susu kambing/pexels
ilustrasi sabun susu kambing/pexels

 

Laporan Live Science menyebut sebenarnya sabun tidak membunuh kuman, tapi menyingkirkannya.

Kuman-kuman biasanya terdapat pada bagian berminyak dan berlemak yang menempel pada tangan. Tterdengar menjijikan tapi itu yang terjadi. 

Menggunakan air saja tidak lah cukup, karena air dan minyak sangat berlawanan. Sabun menjadi mediator bagi minyak dan air untuk membersihkan tangan kita. Dan sabun akan membawa kuman yang berada di minyak pergi dari tangan. 

Tapi cuci tangan asal dengan sabun saja tidak cukup, mengapa demikian?

Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengeluarkan pernyataan bahwa setidaknya orang harus mencuci tangan selama 20 detik. Itu untuk memastikan bahwa tangan sudah terkena sabun secara merata.

Cobalah menghitung waktunya dengan menyanyikan lagu Happy Birthday sebanyak dua kali. 

Jangan lupa untuk mengelap tangan dengan handuk yang kering, karena tangan yang basah akan lebih mudah membawa kuman-kuman.

Reporter: Yohana Belinda

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya