Pemilu Ala New Normal di Singapura, Kampanye Virtual dan Tanpa Jabat Tangan

Proses pemilihan umum di Singapura berjalan tak seperti biasanya.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 06 Jul 2020, 16:36 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2020, 16:36 WIB
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)
Ilustrasi bendera Singapura - Portrait (Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Singapura - Bagi beberapa politisi, musim kampanye adalah salah satu kesempatan ketika mereka harus akrab dan dekat dengan publik. Hal ini tentu menjadi cara mereka untuk membujuk orang untuk memilih mereka dalam pemilu.

Tapi pandemi Virus Corona COVID-19 telah mengubah segalanya, termasuk pemilihan nasional.

Melansir BBC, Senin (6/7/2020), berbagai kampanye politik pun diadakan secara online, sesi jabat tangan juga tidak bisa dilakukan. Hal ini tentu tidak terpikirkan ketika beberapa bulan yang lalu, namun inilah yang harus dihadapi para politikus di Singapura ketika negara itu bersiap menjalani pemilihan umum pada 10 Juli.

Pemilihan pada hari Jumat mendatang berlangsung ketika Singapura mencatat lebih dari 44.000 kasus Virus Corona baru, yang sebagian besar berasal dari wabah di asrama yang menampung pekerja migran.

Aturan penguncian telah dilonggarkan awal Juli, tetapi aturan jarak sosial masih ada di mana orang-orang diminta untuk menjaga jarak setidaknya 1 meter secara terpisah dan pertemuan massa telah dilarang.

Maka dari itu, kampanye pun dilakukan dengan cara yang berbeda tak seperti biasanya. 

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

Tidak Ada Kampanye Fisik

Tempat Wisata di Singapura Sepi
Para wisatawan mengunjungi Taman Merlion di Singapura pada 6 Maret 2020. Tempat-tempat wisata utama di Singapura sepi dari turis di tengah epidemi virus corona COVID-19. (Xinhua/Then Chih Wey)

Progress Singapore Party (PSP) yang didirikan pada 2019 adalah satu di antara 12 partai oposisi yang berharap mendapatkan keuntungan dalam pemilu Singapura 2020.

Ini adalah tugas berat untuk menghadapi Partai Aksi Rakyat (PAP), yang telah memerintah Singapura sejak kemerdekaan pada 1965.

Salah satu anggota PSP mengatakan keputusan untuk tidak mengadakan kampanye fisik pada 2020 akan sangat merugikan peluangnya, dan mengatakan pemilihan di tengah-tengah pandemi itu "dilakukan dengan risiko bagi orang-orang".

"Rapat umum oposisi selalu menjadi titik penjualan yang sangat kuat. Mereka sangat baik dihadiri dan ada banyak suasana yang dihasilkan di dalamnya," kata Lee Hsien Yang, putra PM Lee Hsien Loong. 

"Untuk menyelenggarakan pemilihan ini dan melarang kampanye yang akan diadakan, merugikan oposisi," kata Lee.

Namun selain hambatan politik, ada banyak kesulitan lain yang disebabkan kurangnya kampanye fisik.

"Dalam kampanye fisik, seseorang melakukan perjalanan dari rumahnya ke suatu tempat, dan begitu dia tiba di sana, dia biasanya mencurahkan waktu sekitar satu jam untuk mendengarkan apa yang Anda katakan," kata Tan, seorang anggota PSP yang telah terlibat dalam mengatur kampanye online.

Rintangan lain adalah menyiasati kelompok yang mungkin tidak terbiasa dengan cara online adalah orang tua yang kurang paham teknologi, misalnya.

"Anda dapat menghasilkan semua konten yang Anda inginkan tetapi kesulitan mendapatkannya untuk menjangkau orang yang tepat. Jika Anda bukan orang yang tertarik akan hal politik, iklan ini mungkin tidak muncul di Facebook Anda," kata Tan.

Tetapi itu tidak berarti metode tradisional telah memudar sepenuhnya.

Para calon masih mengunjungi masyarakat secara langsung dan mengetuk pintu, tetapi harus melakukannya dalam kelompok yang lebih kecil dan dari kejauhan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya