AS Blokir Impor Minyak Sawit dari Perusahaan Besar Malaysia

Blokir ini terkait adanya ekspolitais pekerja di perusahaan sawit tersebut.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 01 Okt 2020, 06:56 WIB
Diterbitkan 01 Okt 2020, 06:30 WIB
20160308-Ilustrasi-Kelapa-Sawit-iStockphoto
Ilustrasi Kelapa Sawit (iStockphoto)

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Amerika Serikat memblokir pengiriman minyak sawit dari FGV Holdings Berhad setelah temuan adanya kerja paksa, pekerja anak, serta kekerasan fisik dan seksual. Aturan ini efektif pada Rabu 30 September 2020.

Investigasi dilakukan oleh Associated Press dan menemukan adanya masalah upah, perbudakan, hingga dugaan perkosaan, bahkan ada yang melibatkan anak di bawah umur. Ada juga warga Rohingya juga diselundupkan dan dipaksa bekerja.

Produk minyak sawit dan turunannya dari FGV merupakan bagian dari supply chain bagi perusahaan-perusahaan multinasional seperti Nestle, L'Oreal, dan Unilever. Beberapa institusi keuangan di negara barat juga ada yang punya saham FGV.

Otoritas perdagangan AS ikut melakukan investigasi dan menemukan adanya eksploitasi. Beberapa di antaranya yakni pembatasan pergerakan, isolasi, kekerasan, menahan upah, mengikat dengan utang, kerja berlebian, dan potensi kerja paksa anak.

Para konsumen lantas diminta memikirkan asal produk minyak sawit mereka.

"Kami ingin mendorong komunitas impor AS untuk melakukan due dilligence," ujar Brenda Smith, executive assistant commissioner di Office of Trade di AS seperti dilansir AP News, Kamis (1/10/2020).

"Kami juga mendorong konsumer untuk bertanya terkait asal produk mereka," Smith menambahkan.

Malaysia merupakan penghasil minyak sawit terbesar kedua di dunia. Bersama dengan Indonesia, kedua negara menghasilkan 85 persen persediaan sawit dunia.

Nageeb Wabah, ketua Malaysian Palm Oil Association membantah semua tuduhan terhadap minyak sawit itu.

"Semuanya tidak benar," ucapnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Rahasia Lama

Penebangan Kebun Kelapa Sawit Ilegal di Taman Nasional Gunung Leuser
Perkebunan kelapa sawit ilegal di Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh, Kamis (1/11). Pohon-pohon tersebut ditanam sejak tahun 2014 di kawasan hutan lindung. (JANUAR/AFP)

Rainforest Action Network berkata isu eksploitasi pekerja di lahan minyak sawit bukanlah hal baru.

"Ini merupakan rahasia tersembunyi industri itu selama puluhan tahun," ujar Gemma Tillack dari Rainforest Action Network.

Gemma Tillack menyalahkan eksploitasi ini pada pendanaan yang tersedia. Bank-bank Asia adalah pemberi dana terbesar untuk industri sawit.

Perusahaan barat seperti Vanguard Group, BlackRock, Charles Schwab, State Street Global Advisors, HSBC, and California Public Employees’ Retirement System turut punya saham di FGV.

Pihak perusahaan FGV membantah melakukan eksploitasi pekerja dan berkomitmen mendukung HAM.

"Meski ada kritikan dan tudingan terhadap FGV, kami akan melanjutkan usaha kami untuk memperkuat praktek kita untuk menghormati HAM dan memegang standar ketenagakerjaan," ujar FGV.

"Komitmen kita pada sustainability sudah jelas, dan kita bertekad untuk meraih tujuan-tujuan dan target-target yang kita miliki sebagai bisnis yang bertanggung jawab dan sustainable," kata pihak perusahaan.

AP turut melaporkan bahwa beberapa perusahaan sawit yang punya logo RSPO dilaporkan kerap mengambil lahan dari masyarakat adat dan menghancurkan hutan hujan yang merupakan rumah bagi orang utan dan spesies rentan lain.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya