Liputan6.com, Bangkok- Ribuan orang berkumpul di persimpangan utama Bangkok untuk kembali menyerukan agar Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-O-Cha mundur dari jabatannya. Demonstrasi itu kembali dilakukan setelah PM Prayut mengabaikan tenggat waktu untuk mundur yang ditetapkan para demonstran.
PM Prayut, yang melancarkan kudeta pada 2014, menghadapi tekanan dari gerakan prodemokrasi yang dipimpin mahasiswa Thailand yang telah mengorganisir demonstrasi besar-besaran selama berbulan-bulan, seperti dikutip dari AFP, Senin (26/10/2020).
Mereka menganggap kekuasaan PM Thailand tersebut - diperpanjang setelah pemilihan umum tahun lalu yang sangat disengketakan - sebagai tidak sah dan pada 21 Oktober, memberinya waktu tiga hari untuk mundur.
Advertisement
Ribuan demostran kembali berkumpul di persimpangan Ratchaprasong di pusat kota Bangkok, setelah batas waktu itu habis. Area tersebut dikelilingi oleh pusat perbelanjaan dan diawasi oleh polisi lalu lintas.
"Jika Prayut bersikeras untuk tidak mundur, kami akan tetap bersikeras untuk mengeluarkan dia," ujar penyelenggara demonstrasi, Jatupat "Pai" Boonpattararaksa.
Saksikan Video Berikut Ini:
Tiga Tuntutan Inti Gerakan
Selain itu, Jatupat juga menegaskan kembali tiga tuntutan inti gerakan, yang di antaranya mencakut pengunduran diri PM Prayut; penulisan ulang konstitusi bernaskah militer 2017; dan agar pihak berwenang "berhenti mengganggu" lawan politik.
Sejumlah waria dengan pakaian resmi lengkap menghadiri pertemuan tersebut, dan orang-orang muda bertopi keras yang siap menghadapi tindakan keras polisi, hingga pengunjuk rasa yang lebih tua yang khawatir pada ekonomi Thailand yang terjun bebas.
"Saya ingin Prayut berpikir sebagai warga negara daripada sebagai perdana menteri," kata salah satu seorang demonstran bernama Nuch (43 tahun).
Jalan-jalan di sekitar lokasi demonstasi ditutup, dengan sejumlah mahasiswa yang berada di dekat barikade untuk mencari para demonstran - tanda khawatir akan potensi kekerasan - sebelum demonstrasi berakhir pada pukul 21:30 malam.
Pada 24 Oktober 2020, PM Prayut tetap memutuskan untuk tidak mundur saat menghadiri upacara doa untuk negara di kuil bersejarah Bangkok, dengan mengatakan "semua masalah dapat diselesaikan" melalui kompromi.
Ia mengungkapnya kepada wartawan bahwa dirinya "tidak akan berhenti".
Advertisement