Liputan6.com, Caracas- Presiden Venezuela Nicolas Maduro dan Ibu Negara Cilia Flores telah menerima dosis pertama vaksin COVID-19 dari Rusia, Sputnik V.
Laporan televisi pemerintah Venezuela mengatakan pada Sabtu (6/3) bahwa negara itu menerima pengiriman gelombang kedua vaksin tersebut.
Dikutip dari Channel News Asia, Minggu (7/3/2021) foto yang menunjukkan Maduro dan Flores menerima dosis vaksin Sputnik V disiarkan di televisi pemerintah.
Advertisement
Maduro mengungkapkan bahwa dirinya merasa "baik-baik saja" setelah menerima suntikan vaksin COVID-19 tersebut.
"Di seluruh dunia, penelitian mengatakan bahwa vaksin Rusia adalah vaksin yang hebat untuk membangkitkan kekebalan," kata Maduro.
Ditambahkannya, bahwa "Kami akan menjamin semua vaksin untuk rakyat Venezuela."
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Berikut Ini:
Gelombang Kedua Dosis Vaksin Sputntik V Tiba di Venezuela
Kementerian Kesehatan Venezuela mengatakan gelombang kedua dari 100.000 dosis vaksin Sputnik V telah tiba dari Moskow melalui penerbangan yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan negara Conviasa.
Sebelumnya, pada 13 Februari, Venezuela telah menerima 100.000 dosis pertama vaksin Sputnik V. Maduro menuturkan bahwa pihak berwenang telah memberikan sekitar 60 persen dari dosis tersebut, dengan memprioritaskan tenaga medis serta pejabat dan anggota parlemen pada tahap pertama.
Negara Amerika Selatan tersebut, yang menampung sekitar 25 juta warga, telah menginvestasikan US$ 200 juta untuk membeli 10 juta dosis vaksin Sputnik V.
Tak hanya vaksin Sputnik V, Venezuela uga menerima 500.000 dosis vaksin COVID-19 Sinopharm China awal pekan ini.
Maduro menyampaikan bahwa pemerintah akan mulai mmberikan suntikan pada warga Venezuela dengan vaksin Sinopharm mulai Senin (8/3).
Sejauh ini, Venezuela telah melaporkan 141.356 kasus dan 1.371 kematian akibat Virus Corona COVID-19., jauh di bawah tingkat rekan-rekannya di Amerika Selatan. Namun, diketahui banyak politisi oposisi dan tenaga medis yang mempertanyakan angka tersebut, dengan menyebut jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi karena kurangnya pengujian.
Advertisement