Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 140.000 warga London mengalami gejala Virus Corona COVID-19 berkepanjangan. Gejala itu muncul setelah mereka tertular penyakit tersebut di tengah peringatan "celah" perawatan kesehatan yang berpotensi menyebabkan kesulitan mendapat perawatan.
Laporan tersebut ditulis surat kabar Evening Standard. Pernyataan itu tertulis dalam sebuah surat dari Majelis London untuk Wali Kota London Sadiq Khan yang meminta kepastian bahwa sistem kesehatan di ibu kota Inggris memiliki kapasitas untuk mengatasi konsekuensi jangka panjang dari pandemi.
Baca Juga
Sekitar satu dari lima orang yang tertular COVID-19 menderita gejala seperti kelelahan, sesak napas, dan "kabut otak" atau brain fog selama 12 pekan atau lebih, menurut surat kabar yang berbasis di London itu.
Advertisement
Penelitian awal menunjukkan bahwa kaum muda dan mereka yang penyakitnya tidak terlalu parah hingga memerlukan perawatan di rumah sakit lebih mungkin menderita gejala COVID-19 berkepanjangan.
Sebanyak 698.405 warga London telah didiagnosis tertular COVID-19, yang berarti sekitar 139.681 di antaranya akan menghadapi atau menderita konsekuensi jangka panjang, papar surat kabar itu.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Lockdown Ketiga
Dalam surat itu, majelis tersebut memperingatkan bahwa "celah" dalam penyediaan layanan kesehatan berpotensi mengakibatkan pasien COVID-19 yang menderita gejala berkepanjangan kesulitan untuk mendapatkan dukungan.
"Beberapa orang yang mengalami COVID-19 berkepanjangan tidak dapat bekerja atau tidak dapat berjalan 10 meter tanpa istirahat. Kota kita harus bersiap untuk merawat mereka yang mengalami gejala berkepanjangan," kata Onkar Sahota, ketua komite kesehatan majelis, kepada surat kabar tersebut, seperti dilansir Xinhua, Senin (8/3/2021).
Setidaknya 10 klinik COVID-19 telah didirikan di London, termasuk di University College London Hospitals, Imperial College Healthcare, dan St George's, kata surat kabar itu.
Saat ini, Inggris memberlakukan karantina wilayah (lockdown) nasional ketiga sejak pandemi merebak di negara tersebut. Langkah pembatasan serupa juga diterapkan di Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara.
Demi mengembalikan kehidupan ke keadaan normal, negara-negara seperti Inggris, China, Jerman, Rusia, dan Amerika Serikat berpacu dengan waktu untuk meluncurkan vaksin COVID-19.
Advertisement